SURAU.CO-Pungli digital kini menyebar cepat seiring berkembangnya layanan daring di sektor publik. Fenomena ini membuktikan bahwa korupsi menyesuaikan teknologi untuk tetap hidup dalam sistem baru. Alih-alih mempersempit celah kecurangan, digitalisasi justru membuka jalan baru bagi oknum memanfaatkan celah teknis.
Petugas tak lagi meminta uang tunai di balik meja. Mereka cukup menyodorkan QR code palsu, akun e-wallet pribadi, atau menyelipkan biaya layanan tak resmi dalam sistem. Pungli digital mengaburkan batas antara pelayanan legal dan ilegal karena kemasannya tampak sah dan modern.
Evolusi Pungli Digital dari Tunai ke Transaksi Virtual
Praktik pungli telah berevolusi. Dulu petugas meminta amplop secara langsung. Sekarang, mereka menggunakan medium digital untuk menyalurkan pungutan tidak sah. Beberapa petugas mengganti QR code resmi milik instansi dengan milik pribadi. Mereka juga mengarahkan warga membayar melalui aplikasi e-wallet tanpa kejelasan tujuan dana.
Media sosial pernah ramai membahas kasus serupa di loket parkir hingga layanan sertifikat tanah. Oknum memanipulasi sistem agar transaksi tidak terekam sebagai pendapatan negara. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang kanal pembayaran resmi.
Teknologi Digital: Alat Anti-Pungli yang Dibelokkan
Banyak pihak berharap teknologi mampu menekan praktik korupsi. Sistem e-budgeting, aplikasi layanan, dan transaksi nontunai dirancang untuk menciptakan jejak audit. Sayangnya, celah tetap ada. Oknum menyiasati sistem dengan cara kreatif: mengganti tautan, menyusupkan akun pribadi, hingga membuat platform palsu.
Kasus pungli digital tidak muncul karena teknologi buruk, melainkan karena integritas rendah dan pengawasan longgar. Sistem informasi yang terpecah antarinstansi memperparah kondisi. Integrasi data lemah, sehingga pelacakan transaksi sulit dilakukan.

Ilustrasi Gambar Pungli Manual
Peran AI dan Audit Digital dalam Deteksi Pungli
Kecerdasan buatan (AI) bisa membantu mendeteksi pola tak lazim dalam transaksi publik. Beberapa kota sudah mulai menguji sistem ini. AI menganalisis anomali seperti pembayaran berulang ke satu akun atau jumlah yang tidak sesuai standar.
Audit digital juga mulai beralih ke teknologi blockchain. Teknologi ini mencatat semua transaksi secara permanen, sehingga mempersulit manipulasi data. Namun, banyak instansi belum siap menerapkannya karena keterbatasan SDM dan infrastruktur.
Regulasi Teknologi Masih Tertinggal
Hukum Indonesia belum spesifik mengatur pungli digital. UU ITE dan UU Tipikor memang bisa menjerat pelaku, tetapi belum menjangkau modus-modus baru yang terjadi lewat aplikasi, situs, atau sistem virtual.
Indonesia butuh regulasi teknolegal yang merespons perkembangan teknologi. Peraturan ini harus mengikat seluruh instansi agar memakai sistem pembayaran digital resmi, membuka data transaksi, dan menyaring aplikasi pihak ketiga secara ketat. Kementerian Kominfo serta BPKP bisa memimpin inisiatif ini.
Masyarakat Melek Digital Jadi Benteng Pertama
Selain regulasi dan teknologi, literasi digital masyarakat sangat krusial. Warga harus tahu cara membedakan sistem resmi dan ilegal. Sosialisasi seputar kanal pembayaran sah, aplikasi yang diizinkan, dan prosedur layanan harus menjadi program rutin.
Instansi publik perlu menampilkan QR code resmi, mencantumkan rekening kas daerah, serta membuka kanal pengaduan daring. Platform seperti LAPOR! bisa menjadi alat pelaporan cepat jika masyarakat menghadapi pungutan tak wajar.
Kolaborasi Teknologi, Hukum, dan Edukasi
Menghadapi korupsi yang menyesuaikan teknologi, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Sektor swasta penyedia aplikasi keuangan juga perlu terlibat. Mereka dapat membantu memverifikasi akun milik instansi dan menutup jalur penyalahgunaan. Selain itu, media dan organisasi sipil bisa mendorong transparansi lewat pemantauan mandiri.
Transparansi digital hanya terwujud jika semua pihak mengikat diri dalam sistem yang terbuka, terhubung, dan akuntabel. Pemerintah juga perlu mencontoh negara lain yang berhasil menggabungkan AI, big data, dan audit publik dalam memerangi pungli daring.
Menutup Celah Pungli Digital dengan Aksi Nyata
Korupsi digital bukan sekadar masalah teknis, tapi juga krisis moral. Saat sistem menjadi canggih, maka pelanggaran juga makin halus. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas. Teknologi harus dikembangkan bersama etika, hukum, dan kesadaran publik.
Pungli digital akan terus berkembang selama sistem longgar dan pengawasan lemah. Namun, jika masyarakat teredukasi, teknologi dimanfaatkan secara tepat, dan hukum ditegakkan, korupsi digital bisa ditekan. Inilah saatnya menjadikan digitalisasi sebagai solusi, bukan masalah baru.(Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
