MENJADI CAHAYA DI RUMAH ALLAH: HIKMAH DI BALIK MAJELIS ILMU
Di sebuah masjid dengan nuansa hijau-putih yang menyejukkan, tampak seorang ustaz duduk di balik meja kaca. Di hadapannya terdapat sebotol air mineral, bendera merah putih, dan catatan-catatan yang ia pelajari dan persiapkan. Ini bukan sekadar suasana biasa. Ini adalah potret nyata dari kegiatan yang penuh berkah: sebuah majelis ilmu yang diadakan di rumah Allah.
Majelis ini bukan sekadar tempat berkumpul. Ia adalah medan perjuangan ilmu, tempat bertumbuhnya cahaya hidayah, dan ladang subur bagi iman yang mulai layu. Sementara sebagian umat tenggelam dalam dunia maya, dunia bisnis, dan kesibukan duniawi lainnya, di tempat ini para pencari kebenaran datang dengan keikhlasan. Mereka duduk bersila di atas karpet hijau dengan garis-garis motif Islami yang bersih dan teratur — menandakan keteraturan hati yang haus akan petunjuk.
Masjid: Pusat Pencerahan Umat
Masjid bukan hanya tempat ibadah formal seperti shalat berjamaah. Dalam sejarah Islam, masjid adalah pusat kehidupan. Rasulullah ﷺ memulai dakwahnya bukan dari istana, tapi dari masjid. Di sana beliau mendidik sahabat-sahabatnya menjadi pribadi unggul yang kelak memimpin peradaban.
Dalam konteks kekinian, masjid seperti yang tampak dalam gambar ini tetap memegang fungsi vitalnya. Di tengah gempuran zaman yang menawarkan kecepatan namun menghilangkan kedalaman, masjid hadir sebagai tempat meneduhkan akal dan menyegarkan ruhani. Di balik mimbar kayu dan meja sederhana, ustaz menyampaikan ilmu, mengurai ayat-ayat Al-Qur’an, dan menjelaskan hadits Nabi ﷺ agar umat ini tidak buta arah.
Pentingnya Duduk di Majelis Ilmu
Menghadiri majelis ilmu adalah ibadah yang tidak kalah tinggi nilainya dibanding ibadah lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa setiap langkah yang diambil menuju majelis seperti ini, setiap menit yang dihabiskan untuk mendengar nasihat agama, dan setiap catatan kecil yang ditulis dengan pena di atas kertas — semuanya memiliki nilai di sisi Allah.
Bahkan, malaikat Allah membentangkan sayapnya bagi para penuntut ilmu, dan makhluk di langit maupun di bumi mendoakan mereka. Sungguh, betapa agungnya majelis ini. Gambar yang kita lihat adalah saksi bisu dari kegiatan surgawi yang sedang berlangsung di bumi.
Ustaz sebagai Pelita Umat
Lihatlah sang ustaz yang duduk dengan khidmat, wajahnya mencerminkan kesungguhan dan tanggung jawab besar yang ia emban. Dalam dunia yang dipenuhi opini dan informasi simpang siur, ustaz menjadi penyeimbang. Ia bukan sekadar pembaca buku, tapi pengamal ilmu yang kemudian mengajarkannya dengan cinta dan kesabaran.
Ustaz bukanlah orang yang sempurna. Tapi dia adalah sosok yang senantiasa belajar, menjaga adab, dan melayani umat dengan ilmu. Kehadirannya di majelis ini bukan untuk mencari popularitas, tetapi untuk menyambung mata rantai keilmuan Islam yang agung.
Jamaah: Penerus Peradaban
Jamaah yang datang ke majelis ini, mereka adalah para pencari kebenaran sejati. Mereka meninggalkan kenyamanan rumah, waktu rehat, dan aktivitas lainnya demi hadir dalam cahaya ilmu. Mereka sadar, dunia ini hanyalah tempat singgah, dan bekal terbaik untuk kehidupan abadi adalah ilmu yang diamalkan.
Setiap majelis seperti ini melahirkan ketenangan. Hati yang tadinya gelisah, menjadi tenang. Pikiran yang tadinya kusut, mulai menemukan arah. Bahkan, jiwa yang rapuh menjadi kuat kembali karena siraman ayat dan nasihat dari para ustaz.
Merawat Tradisi Ilmu di Masjid
Kegiatan seperti ini perlu terus dirawat dan dikembangkan. Masjid jangan hanya ramai saat Ramadhan atau Idul Fitri. Ia harus hidup setiap hari. Bila perlu, setiap malam diisi dengan pengajian, kajian tafsir, tahsin Al-Qur’an, atau diskusi keislaman yang menjawab tantangan zaman.
Perlu ada sinergi antara pengurus masjid, tokoh agama, dan pemuda Islam. Anak muda perlu dilibatkan dalam pengelolaan majelis ini. Biarkan mereka menjadi MC, operator sound system, dokumentasi, bahkan pemateri bila telah layak. Dengan begitu, estafet dakwah tidak terputus.
Teknologi dalam Majelis Ilmu
Menarik pula mencermati layar televisi besar yang tergantung di atas mimbar. Ini menunjukkan bahwa masjid ini mencoba adaptif dengan zaman. Teknologi bukan lagi musuh, melainkan alat dakwah. Kajian bisa ditayangkan secara live streaming, dokumentasi bisa diunggah ke YouTube, dan ceramah bisa didengarkan ulang lewat podcast.
Namun, teknologi hanyalah alat. Ruh utama dari majelis ini tetaplah pada interaksi langsung antara ustaz dan jamaah. Tatapan mata, senyum ikhlas, dan doa bersama — semua itu tidak tergantikan oleh layar kaca.
Doa dan Harapan
Semoga Allah memberkahi setiap langkah para penuntut ilmu, melindungi para ustaz dan guru-guru kita dari fitnah dan kelelahan, serta menjadikan masjid ini sebagai benteng akidah umat Islam di tengah gempuran ideologi sesat.
Semoga generasi muda tertarik hadir dan tumbuh dalam naungan ilmu. Semoga mereka lebih bangga duduk di majelis seperti ini daripada nongkrong di kafe tanpa arah.
Penutup, ini mengajarkan kita satu hal besar: Islam hidup karena ilmu. Dan ilmu akan terus hidup selama masih ada yang mau mengajarkan dan memperjuangkannya. Mari menjadi bagian dari kebangkitan itu. Datanglah ke masjid, hadirilah majelis ilmu, dan rasakan bagaimana hatimu menjadi lebih hidup dari sebelumnya.
“Barangsiapa menginginkan dunia, hendaklah ia dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, hendaklah ia dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, hendaklah ia juga dengan ilmu.” (Imam Syafi’i)
Jangan pernah malu belajar. Karena setiap ulama besar dahulu pun pernah duduk di tempat yang sama: karpet sederhana, meja kecil, dan hati yang besar. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
