Khazanah
Beranda » Berita » Waspada Istidraj: Saat Kejayaan Bangsa Ternyata Jebakan Menuju Azab

Waspada Istidraj: Saat Kejayaan Bangsa Ternyata Jebakan Menuju Azab

Senat Swiss
Senat Swiss

Banyak orang mungkin bertanya-tanya. Mengapa beberapa negara non-muslim terlihat begitu maju dan makmur? Mereka tampak unggul dalam bidang ekonomi, teknologi, dan militer. Sementara itu, banyak negeri muslim justru menghadapi berbagai kesulitan. Apakah kemajuan materialistis itu pertanda ridha dari Allah SWT?

Dalam ajaran Islama, terdapat sebuah konsep penting yang menjawab fenomena ini. Konsep tersebut dikenal sebagai istidraj. Secara sederhana, istidraj adalah sebuah jebakan kenikmatan. Allah membiarkan suatu kaum atau bangsa menikmati kemewahan duniawi. Padahal, mereka terus menerus ingkar dan berbuat maksiat kepada-Nya. Kejayaan yang mereka rasakan bukanlah berkah. Sebaliknya, itu adalah penangguhan hukuman menuju azab yang jauh lebih pedih.

Memahami Makna Istidraj yang Sesungguhnya

Kata istidraj berasal dari bahasa Arab yang berarti naik dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya. Namun, dalam konteks syariat, maknanya adalah sebuah “hukuman” yang diberikan secara bertahap. Allah SWT memberikan nikmat duniawi kepada hamba-Nya yang durhaka. Tujuannya agar mereka semakin lalai dan terlena.

Mereka merasa aman dengan segala pencapaian yang dimiliki.  lupa akan dosa dan peringatan Tuhan.  menganggap kemakmuran itu adalah hasil usaha mereka semata. Padahal, Allah sedang menarik mereka perlahan-lahan menuju kehancuran yang tak terduga. Ini adalah tipuan dunia yang sangat berbahaya.

Dasar dari konsep ini sangat jelas tertuang dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka telah bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44).

Ayat tersebut menjelaskan sebuah proses yang mengerikan. Pertama, manusia mengabaikan peringatan Allah. Kedua, Allah membuka semua pintu kesenangan dunia untuk mereka. Ketiga, saat mereka berada di puncak kegembiraan, azab datang secara tiba-tiba. Pada saat itu, tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat.

Peringatan Rasulullah SAW tentang Istidraj

Selain Al-Quran, Nabi Muhammad SAW juga telah mengingatkan umatnya tentang bahaya istidraj. Peringatan ini menegaskan, saat pelaku maksiat menerima nikmat, hal itu bukanlah tanda kasih sayang.

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:

“Bila engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadis ini memberikan sebuah kaidah penting bagi kita. Jika kita melihat seseorang atau sebuah bangsa terus mendapat nikmat duniawi padahal mereka terang-terangan melanggar aturan Allah, waspadalah. Pemberian itu bukanlah kemuliaan atau karamah. Itu adalah istidraj yang menipu.

Tanda-Tanda Istidraj pada Level Bangsa

Fenomena istidraj tidak hanya berlaku pada level individu. Ia juga bisa menimpa sebuah bangsa atau peradaban secara keseluruhan. Apa saja tanda-tandanya?

Suatu negara bisa saja tampak sangat kuat, maju, dan sejahtera. Namun, di saat yang sama, kemaksiatan dan kezaliman merajalela di dalamnya. Perilaku yang menyimpang dari fitrah manusia justru dilindungi hukum. Korupsi dan ketidakadilan menjadi hal yang lumrah.

Masyarakatnya semakin jauh dari nilai-nilai spiritualitas. Mereka membanggakan gaya hidup materialistis yang hedonis.  mengukur kesuksesan hanya dari harta dan kekuasaan.  menutup telinga dari setiap peringatan yang datang dari kitab suci. Inilah potret sebuah bangsa yang sedang berada dalam jebakan istidraj.

Refleksi untuk Umat dan Bangsa

Kejayaan materi bisa menjadi tipuan yang mematikan. Kemajuan teknologi dan kekuatan ekonomi bukanlah satu-satunya tolok ukur kehebatan suatu bangsa. Umat Islam harus senantiasa waspada dan tidak silau dengan kemegahan bangsa lain. Terutama jika kemegahan itu dibangun di atas pondasi kemaksiatan dan pengingkaran terhadap Tuhan.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Kita perlu melakukan introspeksi mendalam, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa. Apakah kemudahan dan kemakmuran yang kita rasakan adalah berkah sejati? Ataukah ini hanyalah sebuah istidraj?

Berkah yang hakiki (karamah) akan selalu sejalan dengan ketaatan. Ia akan melahirkan ketenangan jiwa dan mendorong seseorang untuk lebih dekat kepada Allah. Sebaliknya, istidraj justru membuat seseorang semakin sombong, lalai, dan jauh dari-Nya.

Jalan keluar bagi sebuah bangsa adalah dengan kembali kepada tuntunan Allah SWT. Menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, dan menjalankan syariat-Nya secara kaffah. Hanya dengan cara itulah kita bisa meraih kejayaan yang sejati. Sebuah kejayaan yang diridhai Allah di dunia dan membawa keselamatan di akhirat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement