SURAU.CO. Di sebuah sudut jalan yang lengang namun penuh makna di Kecamatan Tanjung Gadang, berdirilah dengan khidmat sebuah bangunan yang menjadi simbol pelayanan agama dan sosial masyarakat: Kantor Urusan Agama (KUA). Tampak dari kejauhan, gerbang hijau dengan ornamen oranye yang mencolok menghiasi pagar. Di baliknya, terpampang papan nama bertuliskan “KUA Kecamatan Tanjung Gadang” yang menandai kehadiran institusi negara dalam ruang spiritual dan sosial masyarakat.
Sebuah baliho besar menyambut mata yang memandang, bertuliskan: “Selamat Menunaikan Ibadah Haji”—tanda syukur atas warga yang berkesempatan menjadi dhuyufurrahman (tamu-tamu Allah) tahun ini. Di sisi baliho, terpampang pula foto pejabat Kemenag dan tokoh masyarakat, simbol keharmonisan antara negara, agama, dan rakyat.
Tampak sederhana. Namun di balik kesederhanaan itu, terpancar makna mendalam tentang peran KUA yang selama ini kerap dipahami sempit hanya sebagai tempat pencatatan pernikahan. Padahal, peran KUA jauh lebih luas dari sekadar administrasi. Ia adalah benteng akidah, pusat harmoni umat, dan pengayom nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
1. KUA sebagai Poros Layanan Umat
Kantor Urusan Agama hadir di tengah masyarakat sebagai kepanjangan tangan Kementerian Agama. Di sinilah masyarakat mencari bimbingan nikah, konsultasi rumah tangga, legalitas perkawinan, hingga pelayanan wakaf dan zakat. Lebih dari sekadar institusi birokrasi, KUA memegang amanah sebagai tempat masyarakat mencari rujukan dalam urusan keagamaan.
Dalam konteks ini, KUA menjadi penjaga pilar sosial masyarakat: keluarga. Ketika institusi keluarga kuat, masyarakat akan menjadi kokoh. Oleh karena itu, KUA tak hanya mengesahkan ijab kabul, tetapi juga memastikan pasangan yang menikah mendapat bekal ilmu dan bimbingan rohani agar pernikahan menjadi sakinah, mawaddah, wa rahmah.
2. Spirit “Baitul Hikmah” di Ujung Jalan
Di tengah arus digitalisasi dan modernisasi yang terkadang menjauhkan manusia dari nilai-nilai ruhani, kehadiran KUA seperti lentera kecil yang terus menyala. Ia bukan sekadar kantor pelayanan, tetapi bisa menjadi “Baitul Hikmah” zaman kini—pusat penyuluhan, dakwah, dan pembinaan umat.
Di tempat inilah, para penyuluh agama merancang program pembinaan keluarga sakinah, penyuluhan anti-radikalisme, hingga penguatan moderasi beragama. Program-program ini penting dalam membentengi masyarakat dari paham menyimpang, konflik rumah tangga, dan degradasi moral generasi muda.
3. Refleksi dari Baliho Haji: Ibadah dan Komunitas
Baliho besar yang terpasang di membawa pesan spiritual sekaligus sosial. “Selamat Menunaikan Ibadah Haji” bukan hanya kalimat formalitas, tapi juga bentuk apresiasi dan doa dari masyarakat untuk sesama warga yang diberi nikmat berhaji.
Pesan itu memperlihatkan adanya semangat ukhuwah islamiyah—persaudaraan sesama muslim. Setiap tahun, KUA menjadi fasilitator yang mempersiapkan calon jemaah haji dalam manasik, pembekalan rohani, dan administrasi keberangkatan. Ini adalah tugas mulia yang tidak semua institusi mampu laksanakan dengan kesungguhan dan keikhlasan seperti yang dilakukan para pegawai dan penyuluh KUA.
4. Simbol Dakwah di Ruang Terbuka
Foto di atas juga menyimpan nilai estetika dakwah visual. Gerbang hijau dan baliho haji tidak hanya sebagai dekorasi, tetapi juga sebagai media dakwah. Warna-warna yang dipilih memberi kesan damai, Islam yang ramah dan bersahabat. Tulisan-tulisan yang terpampang adalah bentuk dakwah bil qalam, bil lisan, dan bahkan bil hal.
Jika diperhatikan, simbol-simbol Kementerian Agama yang tertera menjadi penanda bahwa negara hadir bukan untuk mengatur agama, tetapi untuk melayani dan memfasilitasi kehidupan keagamaan yang damai, harmonis, dan toleran.
5. Tantangan dan Harapan
Namun, sebagaimana institusi lain, KUA juga menghadapi tantangan. Dari keterbatasan SDM, kurangnya anggaran, hingga kesenjangan pemahaman masyarakat terhadap fungsi-fungsi KUA. Banyak yang masih melihat KUA hanya sebagai tempat nikah dan perceraian, padahal di dalamnya ada program pembinaan akidah, pelatihan ekonomi umat, hingga penyuluhan kerukunan antarumat beragama.
Karenanya, perlu ada kolaborasi strategis antara KUA, tokoh masyarakat, ormas Islam, dan lembaga pendidikan untuk menjadikan KUA sebagai rumah bersama umat Islam. Rumah yang tidak hanya mencatat, tetapi juga mendidik dan mengayomi.
6. Kisah dari Tepi Jalan
Banyak kisah bermula dari tepi jalan di depan KUA ini. Kisah sepasang pemuda yang datang untuk menikah dengan bimbingan, bukan hanya sekadar pencatatan. Kisah jemaah haji lansia yang dipersiapkan dengan penuh kasih oleh petugas manasik. Kisah para penyuluh agama yang sabar menyusuri pelosok nagari demi menyampaikan dakwah dengan cinta dan ilmu.
Kisah-kisah itu menjadi bukti nyata bahwa dakwah tidak selalu harus megah di mimbar besar, tetapi juga bisa bermula dari meja pelayanan KUA, dari senyum petugas, dari papan nama di pinggir jalan, dari baliho ucapan haji yang sederhana.
7. Menyemai Harapan di Tengah Masyarakat
KUA Kecamatan Tanjung Gadang hanyalah satu dari ribuan KUA yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Tapi setiap KUA, dengan segala keterbatasannya, menyimpan potensi besar untuk menjadi pelita umat di zaman yang semakin gelap oleh tantangan moral dan krisis keluarga.
Dibutuhkan visi besar dari para pemangku kepentingan agar KUA tidak hanya dipandang sebagai instansi administratif, tetapi sebagai institusi peradaban. Institusi yang berani menyemai nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan masyarakat modern. Institusi yang menjadi tempat aman untuk bertanya, belajar, dan bertumbuh dalam keimanan.
Penutup: Gambar yang tampak sederhana—gerbang hijau, baliho ucapan haji, dan pagar bercat cerah—bukanlah sekadar penanda fisik. Ia adalah representasi dari gerakan sunyi para pejuang agama dalam balutan pelayanan publik. Dari kantor kecil ini, lahir penguatan keluarga sakinah. Dari sudut halaman ini, tersemai generasi tangguh nan berakhlak. Dan dari sinilah, harapan Islam rahmatan lil ‘alamin ditumbuhkan secara nyata.
Semoga setiap KUA di seluruh pelosok negeri menjadi saksi bahwa negara hadir untuk melayani, mendidik, dan mendampingi umat dalam menuju kehidupan yang diridhai Allah. Dan semoga KUA Kecamatan Tanjung Gadang menjadi contoh baik dari cita-cita luhur itu. (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
