SURAU.CO. Madura memiliki banyak sejarah tentang Islam. Selain melahirkan ulama besar, Pulau Garam ini mempunyai lembaga pendidikan Islam yang sudah tua. Lembaga tersebut adalah Pondok Pesantren Nazhatut Thullab. Pesantren ini menjadi yang tertua dengan usianya yang kini sudah melampaui tiga abad. Pesantren ini terus berdiri kokoh di tengah perkembangan zaman dan eksistensinya menjadi bukti kekuatan tradisi pendidikan dan intelektual Islam di Nusantara.
Menengok sejarahnya. Kyai Abdul ‘Allam mendirikan pesantren ini pada tahun 1702. Sejarah berdirinya sendiri sering dikaitkan dengan kisah legendaris yang terekam dalam Babad Tanah Prajjan. Hal ini merujuk pada kisah perjalanan sang kiai menjadi cikal bakal pesantren yang berada di Desa Prajjan, Kecamatan Camplong, Sampang.
Awal Mula Perjuangan Kyai Abdul ‘Allam
Kyai Abdul ‘Allam sebenarnya memiliki nama asli Pang Ratoh Bumi. Beliau berasal dari Sumenep, ujung timur Pulau Madura. Nama Abdul ‘Allam merupakan pemberian dari gurunya seorang ulama besar bernama Syaikh Aji Gunung Sampang. Gurunya itu juga populer dengan julukan Buju’ Aji Gunung.
Saat menimba ilmu, Abdul ‘Allam memiliki dua sahabat karib. Mereka berasal dari Jawa. Keduanya mendapat julukan Buju’ Napo dan Gung Rabah Pamekasan. Ketiga karib ini bersama-sama menempuh perjalanan spiritual. Mereka saling mendukung dalam menyebarkan ajaran Islam di kemudian hari.
Menurut hikayat, Kyai Abdul ‘Allam adalah tokoh penting. Dirinya sering berdiskusi dengan Pangeran Cakra Ningrat II. Mereka membahas perlawanan rakyat terhadap penjajah Belanda. Interaksi ini terjadi saat sang pangeran diasingkan ke Madura. Peristiwa itu berlangsung sekitar tahun 1674 hingga 1679. Hal ini menunjukkan peran sang kiai dalam perjuangan kemerdekaan.
Tugas Legendaris dari Sang Guru
Babad Ranah Pajjan mencatat sebuah peristiwa penting. Suatu hari, Syaikh Aji Gunung memberi tugas khusus. Abdul ‘Allam harus pergi ke kediaman Ratoh Ebuh di Bangkalan dengan tugas mengambil Al-Qur’an dan sebuah cincin yang jatuh ke dalam jamban.
Tugas tersebut harus diselesaikan dengan cepat. Sang guru memberikannya saat hendak salat Asar. Ia berharap kedua benda itu kembali sebelum waktu Magrib tiba. Atas perintah gurunya itu membuat Abdul ‘Allam menerima tugas dengan sigap. Berangkat bersama dua sahabatnya, Buju’ Napo dan Gung Rabah berangkat ke Bangkalan. PAdahal jaraknya sangat jauh dan tidak mungkin menepuhnya secepat kilat.
Dengan izin Tuhan, mereka berhasil menunaikan tugas itu. Abdul ‘Allam dan sahabatnya kembali tepat waktu. Dengan keberhasilan tersebut membuat sang guru sangat terkesan. Selanjutnya, Syaikh Aji Gunung kemudian memberikan amanah baru. Sang Guru memerintahkan ketiga santrinya untuk berdakwah di tempat yang berbeda.
Buju’ Napo mendapat perintah untuk menetap di sebuah daerah baru. Kini, wilayah itu tersebut masyhur dengan nama Desa Napo di Sampang. Sementara itu, Gung Rabah diperintahkan hijrah ke Pamekasan. Adapun Abdul ‘Allam mendapat tugas membuka lahan di “Panyajjeen”. Daerah inilah yang sekarang menjadi Desa Prajjan.
Lahirnya Lembaga Pendidikan Islam
Di tempat barunya, Kyai Abdul ‘Allam membangun keluarga. Ia menikah dengan salah satu putri gurunya. Mereka mendapatkan karunia tiga orang anak. Salah satu putrinya menetap di Prajjan. Beberapa waktu kemudian mendirikan pesantren sendiri bernama “Langgar Tana”. Tahun berganti, putranya yang bernama Abdul Kamal melanjutkan perjuangan sang ayah. Abdul Kamal myang enempati “Langgar Genteng” atau “Langgar Bara’ memulai melanjutkan perjuangannya dalam kancah pendidikan Islam . Inilah yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Nazhatut Thullab. Namun, nama Nazhatut Thullab belumdigunakan saat itu.
Nama tersebut baru resmi dipakai pada generasi ketujuh. Sekitar tahun 1932, empat tokoh memprakarsai perubahan ini. Mereka adalah KH Syabrawi, Kiai Bahri, KH Muhammad Zaini, dan KH Fata Yasin. Kelompok ini terkenal sebagai “Catur Tunggal” Nazhatut Thullab.
Transformasi Menuju Pesantren Modern
Sejak menyandang nama Nazhatut Thullab, pesantren ini terus berinovasi. Nazhatut Thullab berarti “Taman Siswa”. Pesantren ini memelopori sistem pendidikan klasikal di Madura. Selain itu sistem ini populer dengan nama Madrasah Diniyah Salafiyah.
Namun Perkembangan pesat terjadi pada kepemimpinan generasi kesembilan. Pesantren membangun banyak unit pendidikan formal. Pada tahun 1969, berdiri MTs Nazhatut Thullab. Kemudian menyusul berdirinya SMP pada tahun 1995. Lalu ada MA pada tahun 2001, SMA pada tahun 1988, dan SMK pada tahun 2003.
Kemudian lembaga ini bahkan merambah pendidikan tinggi. Sekolah Tinggi Agama Islam Nazhatut Thullab berdiri pada tahun 1988. Disusul dengan AKPER Nazhatut Thullab Sampang pada tahun 2002. Kini, Pondok Pesantren Nazhatut Thullab tumbuh dan menjadi perjuangan dari generasi ke generasi keluarga Kyai Abdul Alam.
KH Muhammad bin KH Ahmad Mu’afi Alif Zaini memimpin lembaga ini. Kompleks pesantren menempati lahan seluas 19,7 hektar. Untuk total luas bangunan pesantren sendiri lebih dari 10 ribu meter persegi. Jumlah santrinya mencapai ribuan orang. Hingga saat ini Alumni dan simpatisannya tersebar luas di berbagai daerah. Nazhatut Thullab tidak hanya membekali santri dengan ilmu agama. Selain itu pesantren ini juga memberikan keterampilan khusus untuk menciptakan generasi mandiri.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
