Opinion
Beranda » Berita » Ahmadiyah dalam Timbangan Syari’ah: Tinjauan Aqidah dan Hukum Islam

Ahmadiyah dalam Timbangan Syari’ah: Tinjauan Aqidah dan Hukum Islam

Ahmadiyah dalam Timbangan Syari’ah: Tinjauan Aqidah dan Hukum Islam

Ahmadiyah dalam Timbangan Syari’ah: Tinjauan Aqidah dan Hukum Islam

 

Pendahuluan, Ahmadiyah adalah salah satu kelompok yang mengklaim sebagai bagian dari Islam namun menimbulkan kontroversi besar dalam dunia Islam karena ajarannya yang menyimpang dari prinsip dasar aqidah Islam, terutama dalam hal kenabian. Dalam timbangan syari’ah, penting bagi umat Islam untuk memahami secara ilmiah, objektif, dan berdasar dalil bagaimana posisi Ahmadiyah menurut aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

1. Sejarah Singkat Ahmadiyah

Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835–1908) di Qadian, India, pada akhir abad ke-19. Ia mengklaim sebagai mujaddid (pembaharu), mahdi, bahkan kemudian sebagai nabi—meskipun dalam terminologi berbeda dari kenabian Muhammad ﷺ.

Ahmadiyah terbagi menjadi dua aliran besar:

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Ahmadiyah Qadian: Menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi sesudah Nabi Muhammad ﷺ, meski disebut nabi tidak membawa syariat baru.

Ahmadiyah Lahore: Menganggap Mirza sebagai mujaddid dan wali besar, namun tidak sampai menyatakan kenabian.

2. Aqidah Kenabian dalam Islam

Pilar utama dalam aqidah Islam adalah bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi terakhir. Ini adalah prinsip dasar yang tidak bisa ditawar.

> “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.”
(QS. Al-Ahzab: 40)

Para ulama tafsir, termasuk Al-Thabari, Al-Qurthubi, dan Ibnu Katsir, sepakat bahwa ayat ini secara tegas menutup pintu kenabian setelah Muhammad ﷺ.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Dalam hadits shahih:

> “Sesungguhnya risalah dan kenabian telah terputus, maka tidak ada lagi nabi dan rasul setelahku.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi, sahih)

3. Ajaran Menyimpang Ahmadiyah

Beberapa penyimpangan utama Ahmadiyah menurut syari’ah:

  1. Mengklaim adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad ﷺ.
  2. Menafsirkan wahyu secara bebas dan bertentangan dengan tafsir para ulama.
  3. Menganggap orang yang tidak percaya pada Mirza Ghulam Ahmad sebagai kafir, bahkan menganggap jihad tidak relevan lagi.
  4. Memiliki kitab suci sendiri yang dianggap sebagai wahyu kepada Mirza.

Poin-poin ini jelas menyelisihi ajaran pokok Islam.

4. Fatwa Ulama dan Lembaga Islam Dunia

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab dan lembaga Islam internasional telah menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan di luar Islam:

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Majma’ al-Fiqh al-Islami (OKI) dalam konferensinya tahun 1974 menyepakati bahwa Ahmadiyah adalah golongan non-Muslim.

Dar al-Ifta Mesir, Dewan Fatwa Rabithah ‘Alam Islami, dan MUI Indonesia juga menyatakan Ahmadiyah sesat.

Fatwa MUI (2005):
“Jemaat Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, adalah aliran sesat dan menyesatkan. Umat Islam dihimbau untuk mewaspadainya.”

5. Konsekuensi Syari’ah

Karena aqidah Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, maka dalam timbangan syari’ah:

Penganut Ahmadiyah tidak dapat dianggap sebagai bagian dari umat Islam.
Nikah dengan Ahmadi batal, jika pasangannya tidak tahu sebelumnya.
Shalat berjamaah tidak sah jika imamnya Ahmadi.
Tidak sah menjadi saksi dalam pernikahan atau pengadilan syar’i.
Wajib diingkari dan dinasihati, namun dengan cara yang hikmah.

6. Sikap Islam: Tegas dan Bijaksana

Islam mengajarkan al-wala’ wal-bara’ (loyalitas dan pembebasan diri). Kita wajib loyal kepada umat Islam yang berpegang pada ajaran Rasulullah ﷺ, dan berlepas diri dari golongan yang menyimpang.

Namun, ini tidak berarti kekerasan atau diskriminasi sembarangan. Penolakan terhadap ajaran Ahmadiyah harus dilakukan dengan ilmu dan hikmah, bukan kebencian emosional atau tindakan main hakim sendiri.

> “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

7. Penutup: Kewaspadaan dan Tanggung Jawab Ilmiah

Umat Islam wajib mewaspadai gerakan pemikiran seperti Ahmadiyah yang menyusup ke dalam masyarakat Muslim dengan klaim toleransi dan kemanusiaan, padahal mengandung racun aqidah.

Kewaspadaan ini harus disertai dengan:

Penguatan tauhid dan pemahaman aqidah shahihah.
Pendidikan dini terhadap bahaya pemikiran menyimpang.
Penegakan hukum berdasarkan syari’ah dan konstitusi yang berlaku.  (Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement