Khazanah
Beranda » Berita » Abdullah bin Afif , Kisah Pelopor Percetakan Mushaf di Indonesia

Abdullah bin Afif , Kisah Pelopor Percetakan Mushaf di Indonesia

Al-Qur'an Cirebon adalah salah satu mushaf legendaris cetakan Abdullah bin Afif
Al-Qur'an Cirebon adalah salah satu mushaf legendaris cetakan Abdullah bin Afif yang warisan sampai sekarang masih bisa dilihat. ( foto dok. quran-nusantara)

SURAU.CO. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penyebaran syiar Islam. Salah satu tonggak pentingnya adalah mencetak mushaf Al-Qur’an. Abdullah bin Afif Cirebon menjadi salah satu pelopor dalam bidang ini. Ia memulai usahanya sejak era 1930-an.

Namanya sejajar dengan tokoh percetakan lain pada masanya. Sebut saja Sulaiman Mar’i yang berpusat di Singapura dan Penang. Ada pula Salim bin Sa’ad Nabhan dari Surabaya dan Percetakan Al-Islamiyah di Bukittinggi. Mereka adalah generasi pertama pencetak mushaf di kawasan ini. Namun, cetakan Abdullah bin Afif ini meninggalkan jejak yang khas. Mushaf hasil cetakannya populer dengan sebutan Al-Qur’an Cirebon. Warisannya masih bisa kita temukan hingga hari ini.

Menyusuri Sejarah di Kampung Arab Panjunan

Jika Anda berkunjung ke Cirebon, jangan melewatkan Kampung Arab Panjunan. Kawasan ini menyimpan banyak rekaman sejarah Islam. Di sana berdiri Masjid Merah Panjunan yang ikonik, peninggalan bersejarah seperti pedati gedhe Pekalangan. Anda pun dapat mengunjungi masjid tua lainnya di Pekalangan dan Jagabayan.

Di tengah denyut sejarah itu, terdapat sebuah toko kitab bernama At-Tamimi. Toko ini bukan sekadar tempat menjual buku. Dahulu, tempat ini merupakan pusat percetakan salah satu Al-Qur’an tertua di Indonesia. Di dalamnya Qur’an Cirebon atau Qur’an Afif pertama kali lahir. Toko ini dulunya bernama Maktabah al-Misyriyah Abdullah bin Afif. Pendirinya, Abdullah bin Afif, adalah kakek dari Prof. Dr. Soleh Afif. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Koekuin pada era Presiden Soeharto.

Maktabah al-Misriyah dan Kelahiran Qur’an Afif

Al-Qur’an Afif adalah sebutan populer untuk mushaf terbitan Maktabah al-Misriyah Cirebon. Penerbit ini berlokasi di jantung Kampung Arab Cirebon. Penerbit Afif mencetak Al-Qur’an dalam beberapa edisi penting. Cetakan pertama muncul pada tahun 1933 (1352 H). Edisi berikutnya terbit pada tahun 1951. Selain Al-Qur’an, penerbit ini juga aktif menerbitkan kitab-kitab dari Mesir. Mereka juga mencetak berbagai karya ulama terkemuka Indonesia.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Pada tahun 1945, Penerbit Afif mendapat pesanan bersejarah. Pemerintah Militer Jepang memesan Al-Qur’an sebanyak 100.000 eksemplar. Peristiwa ini merupakan realisasi janji Jepang kepada umat Islam. Melalui Maklumat No. 22 tertanggal 29 April 1945, Gunseikan menyetujui tiga tuntutan umat Islam, yaitu libur setengah hari pada hari Jumat dan Pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.

Pencetakan Al-Qur’an.

Kesepakatan pun tercapai. Percetakan Afif akan mencetak 100 ribu mushaf. Harga per buahnya kala itu adalah sebesar 47 sen. Surat kabar Sinar Baroe pada 12 Juni 1945 merekam momen penting ini.

“…Tanggal 11 Juni pemerintah mulai melangsungkan pencetakan Al-Qur’an. Upacara pencetakan tersebut dihadiri oleh pemuka-pemuka Shumubu (Kantor Urusan Agama) dan Masyumi, di antaranya KHA Wahid Hasjim, AK Muzakkir, H. Djunaedi, M. Zaim Djambek. Hadir pula Abdullah bin Afif dari Cirebon yang akan memimpin itu,”

Di wilayah lain, dukungan serupa juga terjadi. Pemerintah Jepang di Sumatra bahkan menghadiahkan kertas. Hadiah ini ditujukan untuk mencetak 1.000 jilid Al-Qur’an. Surat kabar Soeara Asia, 11 April 1945, melaporkannya. “Sumatra Saiko Sikikan (Panglima Balatentara Jepang di Sumatra) telah menghadiahkan sejumlah kertas kepada kaum muslimin untuk mencetak 1.000 jilid kitab suci Al-Qur’an,”

Proses Tashih oleh Ulama Terkemuka

Salah satu keistimewaan cetakan Al-Qur’an Afif edisi 1933 (1352 H) adalah pada lembar pentashihan (koreksi). Lembar ini menunjukkan ketelitian dan standar keilmuan yang tinggi. di dalamnya tertera nama Al-Hajj Muhammad Usman dan
Al Hajj Ahmad Al Badawi sebagai pertashihnya. Berikut adalah cuplikan dari lembar tasih tersebut:

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Nuwun pedonga selamat fid-dunya wal-akhirat. Ngaturi sumerep yen kawulo sampun mutala’ah bitashih funika al-Qur’an bit-tajwid lan pundi-pundi ingkang lepat sampun kawula tashihaken kelayan kadar makrifat li-annal-insān ma¥allun-nisyān. Kawula murih al-ajr wa£-£awāb minallāhi sub¥ānahu wa ta’ālā. Amin.
Artinya:

“Minta doa agar selamat dunia dan akhirat. Memberitahukan bahwa saya telah menelaah dan mentashih Al-Qur’an ini dengan tajwid, dan mana-mana yang salah sudah saya tashih semampu saya, karena sesungguhnya adalah tempat kelupaan. Saya (hanya) mengharap pahala dan balasan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Amin.

Al-Hajj Muhammad Usman
Al Hajj Ahmad Al Badawi
Kaliwungu, 20 Jumadil Awwal 1352 H (10 September 1933)

Dari lembar tashih, kita mengetahui proses koreksi selesai pada 10 September 1933. Dua ulama besar melakukan tugas mulia ini. Mereka adalah Al-Hajj Muhammad Usman dan Al-Hajj Ahmad al-Badawi. Nama Kiai Ahmad al-Badawi lebih mudah menelusuri jejaknya. Beliau adalah putra Kiai Abdurrasyid, pengasuh Pesantren Kaliwungu. Kiai Badawi merupakan seorang hafiz Quran yang dihormati.

Ciri Fisik Mushaf Legendaris

Quran Cirebon cetakan Afif memiliki ciri fisik yang khas. Mushaf ini sudah menggunakan teknik cetak modern pada masanya. Kertasnya berwarna coklat kekuningan dengan dimensi 24,5 cm x 17 cm. Teknik penjilidannya masih menggunakan benang. Tulisannya berwarna hitam pekat. Hiasan pada penutup depan dan belakang menggunakan tinta merah.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Gaya khatnya adalah naskhi tebal yang jelas. Setiap halaman terdiri atas 15 baris. Surah Al-Fatihah dan awal Surah Al-Baqarah  ada dekorasi iluminasi berpola bunga. Hiasan ini dibingkai kotak dengan warna hitam dan merah.
Ciri lainnya, edisi 1933 ini belum memakai nomor ayat. Pemisah antar ayat menggunakan tanda lingkaran berjari. Namun mushaf ini sudah mencantumkan nomor halaman (total 583 halaman). Rasm yang digunakan adalah rasm usmani. Tanda waqaf juga sudah lengkap. Bagian halaman atas memuat nama surah, juz, dan nomor halaman.

Warisan yang Terus Hidup

Pada tahun 1951, Al-Qur’an ini dicetak ulang. Edisi baru ini memiliki penambahan penting. Setiap ayatnya sudah dilengkapi dengan nomor. Menurut keturunan Abdullah Afif, Quran Cirebon masih terus dicetak hingga kini. Proses produksinya sekarang berpusat di Semarang. Di dunia percetakan, ia tetap dikenal sebagai “Qur’an Cirebon”, sebuah warisan tak bernilai dari seorang pelopor di Cirebon.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement