SURAU.CO. Pesantren Pesambangan Cirebon memiliki nilai sejarah yang sangat penting. Lembaga pendidikan Islam ini merupakan tonggak awal pendidikan Islam formal di wilayah Cirebon. Seorang ulama besar bernama Syekh Abdul Kahfi mendirikannya pada tahun 1420. Beliau kemudian lebih dikenal luas dengan nama Syekh Nurjati. Sejarah mencatat Pesantren Pasambangan sebagai pesantren pertama di Cirebon.
Pada masa lalu, pondok pesantren ini berdiri di kawasan perbukitan. Lokasi tersebut dikenal sebagai bukit Pesambangan. Kini, wilayah itu secara administratif menjadi bagian dari Desa Mertasinga. Wilayah ini masuk ke dalam Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Di sanalah Syekh Nurjati gigih mengajarkan ajaran Islam kepada para santrinya.
Asal-Usul Syekh Nurjati, Sang Perintis Dakwah
Syekh Nurjati merupakan seorang tokoh ulama besar pada masanya. Ia lahir di Malaka pada akhir abad ke-14. Perkiraan tahun kelahirannya adalah antara 1380-an hingga 1390-an. Ayahnya adalah Datuk Ahmad, seorang ulama terkemuka di Malaka. Syekh Nurjati pun meneruskan posisi ayahnya sebagai figur keagamaan yang disegani.
Pada sekitar tahun 1420, ia tiba di Muara Jati, Cirebon. Saat itu, usianya diperkirakan sudah menginjak 30-an tahun. Kedatangannya tidak sendiri, karena ia telah berkeluarga. Tujuannya datang ke tanah Jawa adalah untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia menjadi salah satu perintis dakwah di wilayah tersebut. Syekh Nurjati memiliki dua orang adik. Adiknya yang pertama adalah Syekh Bayanullah. Ia juga seorang ulama yang kemudian mengikuti jejak kakaknya berdakwah di Cirebon. Adik perempuannya tidak banyak tercatat dalam sejarah. Namun, diketahui ia menikah dengan Raja Upih Malaka.
Secara silsilah, Syekh Nurjati memiliki hubungan keluarga yang menarik. Ayahnya, Datuk Ahmad, merupakan kakak kandung dari Datuk Sholeh. Datuk Sholeh sendiri adalah ayah dari Syekh Siti Jenar. Hal ini menjadikan Syekh Nurjati dan Syekh Siti Jenar sebagai saudara sepupu. Keduanya merupakan tokoh penting dalam sejarah Islamisasi di Pulau Jawa.
Garis keturunan mereka bahkan tersambung hingga ke Nabi Muhammad SAW. Secara genealogi, Syekh Nurjati adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Silsilah ini berasal dari jalur Ali Zainal Abidin bin Husein. Hal ini menunjukkan latar belakang keluarganya yang luhur dan terhormat dalam tradisi keilmuan Islam.
Tiba di Cirebon dan memulai Dakwah
Syekh Nurjati merasakan panggilan jiwa untuk menyebarkan Islam. Beliau pun bertekad untuk berdakwah di tanah Jawa. Bersama istrinya, dia meninggalkan Bagdad menuju Nusantara. Rombongan mereka mendarat di Pelabuhan Muara Jati sekitar tahun 1420 M.
Kedatangan mereka disambut baik oleh penguasa pelabuhan saat itu. Sosok tersebut adalah Ki Gedeng Tapa atau Ki Ageng Jumajan Jati. Ki Gedeng Tapa memberikan izin kepada Syekh Nurjati untuk bermukim. Beliau memilih sebuah bukit kecil bernama Giri Amparan Jati sebagai tempat tinggal.
Di tempat inilah Syekh Nurjati memulai misinya. Ia mengajarkan Islam kepada masyarakat sekitar. Saat itu, sebagian besar penduduk Cirebon masih menganut agama Hindu dan Budha. Dakwahnya diterima dengan baik. Hari demi hari, pengikutnya terus bertambah. Kelak muridnya yang paling terkenal adalah Sunan Gunung Jati.
Menurut Guru besar sosiologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof DR H Abdullah Ali, sebelum kedatangan Syekh Nurjati, sudah ada ulama lain yang berdakwa di Jawa Barat. Unama ulama tersebut bernama Syekh Quro. Adapun ulama asal Baghdad telah lebih dulu berdakwah. Beliau mendirikan pesantren di Karawang. Konon, Syekh Quro merupakan saudara sepupu dari istri Syekh Nurjati, Syarifah Halimah.
Berdirinya Pesantren Pasambangan
Di bukit Pesanambangan, banyak tumbuh pohon jati yang rimbun. Di sela-sela pepohonan itu, cahaya matahari selalu mencapai tempatnya mengajar. Oleh karena itu, Syekh Abdul Kahfi mendapat julukan Syekh Nurjati. Nama tersebut berarti “cahaya di antara pohon jati”. Selain itu pada komplek pondoknya juga terdapat sebuah gua. Gua itu kini populer dengan sebutan Gua Gerbang Iman. Di sanalah beliau sering bermunajat. Karena itu membuatnya mendapat julukan Syekh Dzatu Kahfi atau “penjaga gua”.
Perkembangan dakwahnya semakin pesat setelah sebuah pernikahan. Syekh Nurjati menikah dengan seorang wanita lokal bernama Hadijah. Hadijah adalah janda kaya raya, cucu dari Haji Purwa Galuh. Ia mewarisi harta berlimpah dari mendiang suaminya.
Harta warisan tersebut tidak ia gunakan untuk kemewahan pribadi. Hadijah dan Syekh Nurjati memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Kemudian mereka membangun sebuah pondok pesantren yang representatif. Lembaga inilah yang kemudian bernama Pondok Pesantren Pasambangan Jati. Pesantren ini menjadi yang tertua di Cirebon. Pesantren ini juga menjadi yang tertua kedua di Jawa Barat setelah Pesantren Quro di Karawang.
Kisah Syekh Nurjati dan pesantrennya tercatat dalam banyak naskah kuno. Ada juga bukti-bukti sekunder ini menjadi referensi penting bagi sejarah. Beberapa di antaranya adalahCarita Purwaka Caruban NagariBahasa Indonesia:Babad Tanah Sunda, danSejarah Cirebon. Keberadaan Syekh Nurjati dan Pesantren Pasambangan menjadi bukti kokoh jejak awal Islamisasi di tanah Pasundan
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
