MENULIS DI TENGAH KESUNYIAN MALAM
(Renungan, Dakwah, dan Doa dalam Sunyi)
Malam bukan hanya waktu untuk beristirahat, tetapi juga saat terbaik untuk mendengarkan suara hati yang sering tenggelam oleh hiruk pikuk siang hari. Di kesunyian malam, ketika suara kendaraan mereda, notifikasi ponsel berhenti, dan tangisan dunia senyap, seorang hamba bisa lebih jujur kepada dirinya sendiri.
Menulis di waktu seperti ini bukan sekadar mencatat kata-kata, tetapi mencurahkan isi jiwa. Ia menjadi media dialog antara hamba dengan Tuhan, antara harap dan ragu, antara luka dan sembuh.
1. Menulis Adalah Tazkiyatun Nafs
Di tengah malam, saat suasana mendorong keheningan, menulis menjadi proses pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). Sebagaimana qiyamul lail membersihkan hati, maka menulis di malam sunyi mampu menggugah kesadaran. Ia adalah cermin. Setiap kalimat adalah refleksi. Setiap paragraf adalah doa yang terangkai dalam huruf-huruf yang tak terdengar tapi bermakna dalam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya pada malam terdapat satu waktu, tidaklah seorang Muslim memohon kepada Allah dalam waktu itu suatu kebaikan dari perkara dunia dan akhirat, kecuali Allah akan memberikannya kepadanya.” (HR. Muslim)
Begitu pun menulis. Ia bisa menjadi sarana munajat — memohon, mengadu, meminta ampun, dan memetik hikmah dari setiap peristiwa yang kita rangkai menjadi narasi.
2. Kesunyian Adalah Ladang Makna
Kesunyian bukan kekosongan. Ia adalah ruang penuh makna. Tidak ada suara yang mendominasi, tidak ada distraksi yang mencuri perhatian. Hanya ada kita dan Sang Pencipta yang Maha Mendengar bisikan kalbu. Maka, dalam kesunyian itu, kata-kata menjadi jujur. Kita tidak sedang menulis untuk dipuji, tetapi untuk menghidupkan kembali hati yang letih.
Imam Syafi’i pernah berkata:
“Barangsiapa yang ingin Allah membuka hatinya, maka hendaklah ia menyendiri, sedikit makan, dan menjauhi pergaulan yang tidak bermanfaat.”
Menulis di tengah malam adalah bentuk kesendirian yang produktif. Di sanalah hati dan akal bersatu tanpa pengaruh dunia luar. Di sanalah tulisan yang bermakna lahir—bukan hanya indah, tetapi menyentuh jiwa.
3. Menulis untuk Berdakwah
Dakwah tak selalu dengan lisan di mimbar. Kadang ia muncul dari tulisan sunyi yang lahir dari tangisan hati seorang da’i yang tak terlihat. Malam menjadi saksi saat tangannya menari di atas kertas, mengurai kegelisahan umat, mengajukan solusi, menyentuh mereka yang jauh melalui huruf-huruf yang penuh hikmah.
Betapa banyak ulama yang karya-karya besarnya lahir di keheningan malam. Dari pena yang basah oleh tinta dan air mata, umat menemukan jalan kembali menuju Rabb-nya.
4. Sunyi dan Kekuatan Inspirasi
Kata-kata yang lahir di malam hari seringkali lebih dalam dan menggetarkan. Karena ia keluar dari ruang keheningan batin, bukan keramaian opini. Saat orang lain berbicara, kita mendengar. Tetapi saat semua diam, barulah kita bisa benar-benar memahami.
Inspirasi yang datang malam hari seperti angin lembut yang berbisik kepada jiwa: menenangkan, mengarahkan, dan menghidupkan. Kita tak butuh lampu terang untuk menciptakan tulisan yang bercahaya. Kadang cukup cahaya dari hati yang jujur dan niat yang tulus.
5. Dari Pena ke Doa
Menulis di malam hari adalah bentuk ibadah tersendiri. Ketika tangan menulis, hati ikut berzikir. Ketika kata terangkai, ruh ikut bertasbih. Maka jangan heran jika banyak tulisan yang ditulis di waktu malam lebih menyentuh dan abadi. Ia adalah perpaduan antara perenungan, pengharapan, dan kepasrahan.
Setiap tulisan yang keluar adalah doa yang dibisikkan kepada langit:
Ya Allah, jadikan tulisanku cahaya bagi yang membaca.
Ya Rabb, jadikan kalimat ini jalan hidayah bagi yang tersesat.
Ya Ilahi, biarkan setiap huruf ini menjadi saksi bahwa aku pernah berusaha.
6. Penutup: Menulis untuk Selamat dan Menyelamatkan
Menulis di tengah kesunyian malam adalah cara untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan orang lain. Di dalamnya ada muhasabah, nasihat, pelajaran, dan doa. Ini adalah kerja sunyi yang hasilnya bisa abadi, bahkan ketika penulisnya sudah tiada.
Bayangkan, satu tulisan yang kau buat di tengah malam, bisa menjadi sebab seseorang bertobat. Bisa menjadi sebab seseorang berubah arah hidup. Dan bisa menjadi amal jariyah yang mengalir tanpa batas.
Akhir Kata: Jika malam ini hatimu gelisah, ambillah pena. Jika jiwamu kosong, bukalah lembaran. Jika mulutmu tak sanggup berbicara, biarkan tulisanmu bercerita. Jadilah penulis sunyi yang jujur, yang tidak mengejar pujian, tetapi ridha Tuhan.
Malam adalah anugerah. Dan menulis di dalamnya adalah bentuk syukur yang paling indah. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
