Ada Masalah Apa Antara Dirimu dengan Tuhanmu?
Saudaraku yang Baik, Mari kita duduk sejenak, diam dari hiruk-pikuk dunia yang melenakan. Tarik nafas dalam-dalam, lalu tanya pada hati kita sendiri: “Ada masalah apa sebenarnya antara aku dan Tuhanku?”
Pertanyaan ini bukan tuduhan, tapi undangan untuk merenung lebih dalam. Sebab betapa seringnya kita mengabaikan hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, padahal Dialah yang menghidupkan, memberi rezeki, menjaga, dan mencintai kita setiap waktu.
Renungan dari Seorang Syekh
Seorang ulama pernah berkata dengan getir:
“Wahai orang yang meninggalkan shalat! Sesungguhnya musibahmu lebih besar daripada musibah iblis. Karena iblis menolak untuk sujud kepada Adam, sedangkan engkau menolak untuk sujud kepada Rabb-nya Adam.”
Pernyataan ini bukan main-main. Ia mengguncang relung hati yang masih punya rasa takut kepada Allah. Kita selama ini menganggap dosa iblis begitu berat karena tidak mau sujud kepada Adam. Namun, betapa banyak manusia yang jauh lebih parah—tidak mau sujud kepada Pencipta Adam, yakni Allah Azza wa Jalla!
Mengapa Engkau Enggan Bertemu dengan-Nya?
Pertanyaan berikutnya yang menghujam jiwa:
“Ada masalah apa antara dirimu dengan Rabbmu, sehingga engkau benci bertemu dengan-Nya…?”
Apakah karena kita terlalu sibuk? Apakah karena kita sudah terlalu cinta dunia? Apakah karena hati ini telah dikunci oleh kelalaian? Mengapa saat azan berkumandang—panggilan cinta dari langit—kita malah enggan menjawabnya? Bahkan merasa terganggu?
Apakah kita sadar, bahwa shalat adalah momen paling dekat antara hamba dengan Rabb-nya? Saat sujud, kita dalam posisi terendah secara fisik, namun justru paling tinggi secara spiritual. Lalu, kenapa justru momen itu sering kita tinggalkan?
Para Sahabat dan Pandangan Mereka terhadap Shalat
Disebutkan dalam hadis riwayat At-Tirmidzi (No. 2622):
> “Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memandang ada amalan yang jika ditinggalkan bisa menyebabkan kekufuran kecuali shalat.”
Perhatikan baik-baik! Bukan sedekah, bukan puasa sunnah, bukan membaca Al-Qur’an yang mereka khawatirkan jika ditinggalkan bisa menyebabkan kekufuran. Tapi shalat! Amalan yang lima kali sehari kita diwajibkan untuk menjaganya. Inilah rukun Islam yang pertama kali akan dihisab di akhirat.
Jika amal ini rusak, maka amal yang lain akan turut rusak. Dan jika amal ini baik, maka amal yang lain akan turut baik. Sebagaimana sabda Nabi:
> “Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya, dan jika rusak shalatnya maka rusaklah seluruh amalannya.” (HR. at-Tirmidzi, no. 413)
Cermin untuk Diri Kita
Sekarang mari kita koreksi diri. Betapa seringnya kita meninggalkan shalat dengan begitu mudah. Dan lebih parahnya lagi, tanpa rasa bersalah.
Ada yang menunda shalat karena pekerjaan. Ada yang menyepelekan waktu shalat karena bisnis. Subuh sering terlambat karena begadang semalaman. Zuhur dan Ashar bablas karena sibuk mengejar target. Maghrib dan Isya kadang dilewatkan karena kelelahan.
Padahal Allah tidak membebani kita dengan beban yang tidak sanggup kita pikul. Shalat hanya butuh waktu beberapa menit, tapi ganjarannya kekal untuk selama-lamanya.
> “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)
Jika kita masih sanggup scrolling media sosial selama 2 jam sehari, lalu berkata tidak sempat shalat 5 menit—bukankah itu bentuk pengkhianatan terhadap karunia waktu yang Allah berikan?
Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Kita tidak dituntut untuk meninggalkan dunia. Islam bukan agama yang menyuruh manusia meninggalkan pekerjaan, perdagangan, atau urusan dunia. Tapi Islam adalah agama keseimbangan. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri berdagang, membangun rumah tangga, dan memimpin negara—semuanya dilakukan tanpa meninggalkan shalat satu kalipun.
Allah tidak melarangmu untuk mencari rezeki. Tapi Allah melarangmu melupakan-Nya karena rezeki. Bukankah rezeki itu datang dari-Nya?
> “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang melakukan demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Mari Kita Perbaiki Hubungan dengan Allah
Jika selama ini kita merasa hidup sempit, hati gelisah, rezeki terasa berat, keluarga tidak harmonis, dan hidup kehilangan arah—cobalah lihat ke dalam. Barangkali kita sedang menjauh dari Allah. Dan satu indikator utamanya adalah lalai dalam shalat.
Bukan berarti semua ujian adalah hukuman. Tapi bisa jadi, ketidakberesan dalam hidup kita adalah karena hubungan kita dengan Allah telah retak. Maka perbaikilah dari fondasi yang paling utama: SHALAT.
> “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-‘Ankabut: 45)
Shalat bukan hanya sekadar kewajiban, tapi sumber kekuatan, ketenangan, dan keberkahan. Ia adalah “pertemuan pribadi” kita dengan Tuhan semesta alam. Jika kita benar dalam mendirikannya, niscaya Allah akan luruskan jalan hidup kita.
Penutup: Nasihat Cinta
Saudaraku, jangan sampai kelalaian ini berujung penyesalan. Jangan sampai saat nyawa hendak dicabut, kita baru ingin menunaikan shalat. Sebab saat itu, segalanya telah terlambat.
Mari kembali kepada Allah dengan memuliakan shalat. Mulai dari sekarang. Jangan tunda-tunda. Jangan tunda taubat, karena ajal tidak pernah menunggu kesiapan kita.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk diriku sendiri, untukmu, dan untuk kita semua. Semoga Allah memberikan taufik, hidayah, dan istiqamah dalam menjaga shalat—sebagai bentuk cinta kita kepada-Nya. SALAM SEHAT DAN BAROKAH. Wallahu a’lam bish-shawab. (Tommy Eka Purnama/Tengku I.)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
