Kisah
Beranda » Berita » Balasan Tak Terduga Syekh Ja’far Ash-Shadiq Ketika Dituduh Mencuri

Balasan Tak Terduga Syekh Ja’far Ash-Shadiq Ketika Dituduh Mencuri

Kisah ulama Syekh Ja'far as Shadiq yang dituduh mencuri
Ilusttasi. (Foto dok. pexels/kim stiver)

SURAU.CO. Kota suci Madinah menyimpan banyak kisah hikmah. Salah satunya melibatkan seorang ulama besar dari kalangan Ahlul Bait, Syekh Ja’far Ash-Shadiq. Kisah ini menjadi cerminan ketinggian akhlak dan kesabaran beliau. Beliau menghadapi sebuah tuduhan berat dengan cara yang luar biasa. Peristiwa ini menunjukkan kedermawanan yang melampaui nalar biasa.

Kisah ini bermula dari seorang jamaah haji. Ia sedang beristirahat di tenda penginapannya di Madinah. Ia tertidur pulas setelah lelah beribadah. Namun, tidurnya tidak sepenuhnya nyenyak. Dalam kondisi setengah sadar, ia melihat sesosok bayangan. Bayangan itu seolah-olah mengambil kantong miliknya.

Prasangka Buruk di Tenda Jamaah

Sontak ia langsung terbangun dari tidurnya. Rasa panik segera menguasainya. Ia teringat kantong berisi uang seribu dirham miliknya. Ia segera memeriksa barang-barangnya. Ternyata kantong uang itu benar-benar tidak ada. Dengan rasa penasaran dan cemas, ia membangun keluar tenda.

Di luar, ia melihat seorang pria berpenampilan sederhana. Pria itu adalah Syekh Ja’far Ash-Shadiq, seorang ulama dan sufi masyhur. Namun, jamaah haji ini tidak mengenalinya. Pikirannya langsung memenuhi prasangka buruk.

“Jangan-jangan orang ini mencuri kantong uangku,” gumamnya dalam hati.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Tanpa pikir panjang, ia meluapkan kemarahannya. Ia menuduh Syekh Ja’far dengan suara yang keras dan lantang.

”Engkau yang mencuri kantong uangku,” katanya dengan keras.

Syekh Ja’far tidak menunjukkan raut muka marah. Beliau tetap tenang dan bertanya dengan lembut.

“Apa isi kantongmu?” ucap Syeikh Ja’far Sodik.

“Isinya uang seribu dirham,” ujar si jamaah dengan nada menuduh.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Balasan yang Tak Terduga

Mendengar jawaban itu, Syekh Ja’far hanya memikirkannya. Beliau sama sekali tidak membantah tuduhan tersebut. Beliau justru pamit untuk pulang ke rumahnya. Tidak lama kemudian, dia kembali membahas jamaah itu. Syekh Ja’far membawa uang sejumlah seribu dirham. Beliau menyerahkan uang itu kepada si penuduh.

Laki-laki itu menerima uang tersebut. Ia merasa lega karena uangnya telah kembali. Ia pun membawa uang pemberian Syekh Ja’far ke penginapannya. Namun, sesampainya di sana, ia merasakan kesenangan yang luar biasa. Kantong uang yang ia kira hilang ternyata masih ada di tempatnya. Ia tidak pernah kehilangannya sama sekali.

Rasa bersalah yang mendalam langsung menghantam dirinya. Ia telah menuduh orang yang tidak melakukan kesalahan secara sembarangan. Ia bahkan telah menerima uang dari orang yang ia fitnah.

Penyesalan dan Pelajaran Berharga

Dengan perasaan tidak enak, ia segera kembali. Ia mencari sosok yang sebenarnya di Madinah. Setelah bertemu, ia bermaksud mengembalikan uang seribu dirham itu. Ia juga ingin meminta maaf atas perbuatannya. Namun, Syekh Ja’far menolak uang tersebut dengan halus.

Beliau berkata, ”Sesuatu yang telah saya keluarkan dari tangan tidak mungkin saya minta atau tarik kembali.”

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Jawaban itu membuat jamaah haji tersebut semakin merasa bersalah. Ia sangat penasaran dengan identitas orang mulia ini. Ia pun bertanya kepada seseorang di dekat sana.

”Siapakah dia itu?” tanyanya.

Orang itu menjawab dengan penuh hormat. ”Beliau adalah Syeikh Ja’far Sodik seorang ulama yang terkenal dan alim.”

Mengenal Sosok Syekh Ja’far Ash-Shadiq

Syekh Ja’far Ash-Shadiq memiliki nama lengkap Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Beliau merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi Islam, beliau dihormati sebagai tokoh besar. Bagi kalangan Syiah, beliau adalah Imam keenam.

Beliau lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah (20 April 702 M). Beliau wafat pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah (13 Desember 765 M). Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Baqi’, Madinah.

Syekh Ja’far dikenal sebagai ahli ilmu agama dan hukum Islam (fikih). Ajaran fikihnya menjadi dasar utama Mazhab Ja’fari. Di kalangan Sunni, beliau juga sangat dihormati. Ia merupakan guru bagi para imam besar mazhab. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas tercatat pernah menimba ilmu darinya.

Garis keturunannya juga sangat istimewa. Ibunya bernama Fatimah binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Hal ini membuat nasabnya terhubung dengan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dari dua jalur.

Mutiara Hikmah dari Sang Sufi

Selain sebagai ahli fikih, Syekh Ja’far juga seorang tokoh sufi terkemuka. Abul Hasan Ali al-Hujwiri, seorang guru tarekat, menggambarkannya sebagai sosok yang dalam. Beliau dikenal karena kedalaman ajaran dan pengetahuannya tentang kebenaran spiritual.

Syekh Ja’far Ash-Shadiq pernah menyampaikan sebuah ajaran penting tentang makrifat. ”Siapa pun yang mengetahui Allah, maka dia diubah dari semua yang selainnya.”

Inti ajaran ini adalah tentang mengenal Allah secara hakiki. Seseorang yang telah mencapai makrifat akan fokus hanya kepada Sang Pencipta. Ia akan diubah dari segala sesuatu yang bersifat duniawi. Hatinya tidak lagi terikat pada urusan selain Allah. Ingatan dan perhatiannya tercurah sepenuhnya untuk-Nya.

Kisah teladan di atas adalah bukti nyata dari ajaran tersebut. Syekh Ja’far tidak peduli dengan tuduhan atau kehilangan harta. Fokusnya hanya pada kemuliaan akhlak dan keridaan Allah. Warisan ilmunya terus hidup hingga kini. Namun, warisan akhlaknya menjadi pelajaran abadi bagi seluruh umat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement