Ekonomi
Beranda » Berita » Memahami Akad Ijarah: Prinsip Sewa-Menyewa dalam Ekonomi Syariah

Memahami Akad Ijarah: Prinsip Sewa-Menyewa dalam Ekonomi Syariah

Murabahah adalah sala satu prinsip ekonomi islam yang diterapkan dalam ekonomi modern
Akad murabahah, konsep jual beli syariah yang adil dan transparan yang ada rukun, manfaat, dan bedanya dengan riba dalam keuangan Islam.

SURAU.CO. Kegiatan sewa-menyewa merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah menyewa rumah untuk tempat tinggal atau mobil. Dalam ekonomi Islam, transaksi sewa-menyewa ini memiliki landasan hukum yang jelas atau yang populer dengan istilah akad ijarah.

Akad ijarah adalah sebuah perjanjian untuk memindahkan hak guna suatu aset. Pihak penyewa (musta’jir) membayar sejumlah biaya kepada pemilik aset (ajir). Transaksi ini berfokus pada manfaat, bukan kepemilikan barang itu sendiri. Prosesnya harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang adil dan transparan.

Secara etimologi, kata “ijarah” berasal dari bahasa Arab “al-ajru”. Kata ini memiliki arti “ganti” atau “imbalan”.Secara bahasa ijarah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan secara istilah syariat adalahAkad (transaksi) terhadap kemanfaatan yang maqshudah, maklum, bisa untuk diserahkan dan mubah dengan ‘iwadl (upah) yang maklum” Para ulama fiqih memberikan definisi yang beragam namun sejalan. Mayoritas ulama menyepakati ijarah sebagai akad atas suatu manfaat dengan imbalan tertentu. Hal ini menegaskan bahwa ijarah adalah transaksi jual beli jasa atau manfaat.

Di Indonesia, landasan hukumnya juga tercantum dalam regulasi formal. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebut akad ijarah merupakan perjanjian penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna (manfaat) dari suatu barang, yang didasarkan pada transaksi sewa-menyewanya. Regulasi ini menyebut ijarah sebagai perjanjian pemindahan hak guna atas suatu barang. Transaksinya ini berdasar pada pembayaran sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan.

Rukun Ijarah

Transaksi ijarah hukumnya menjadi sah jika memenuhi rukun-rukun yang ada di dalamnya. Melansir laman nu.or.id rukun ijarah ada lima yaitu, pertama, shigat (kalimat yang digunakan transaksi) antatra pihak yang menyewakan dengan penyewa. Shigat itu seperti perkataan pihak yang menyewakan “Saya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan pihak penyewa menjawab “Saya terima.”

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Kedua, adanya ujrah (upah/ongkos/biaya). Kemudian ketiga adalah manfaat atau emanfaatan barang atau orang yang disewa. Setelah itu, keempat adalah adanya mukri/mu’jir atau pihak yang menyewakan. Dan terakhir, kelima adalah   muktari/musta’jir atau pihak yang menyewa.

Masing-masing dari kelima rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi agar transaksi ijarah yang dilakukan bisa sah dan legal menurut syariat.

Ragam Jenis Akad Ijarah yang Perlu Diketahui

Skema akad ijarah tidak hanya terbatas pada sewa-menyewa biasa. Terdapat beberapa jenis turunan yang disesuaikan dengan kebutuhan transaksi modern. Setiap jenis memiliki mekanisme dan tujuan yang berbeda.

Jenis pertama Ijarah Thumma Al-Bai’ (AITAB).  Akad ijarah jenis ini adalah menggabungkan sewa dengan janji penjualan. Penyewa menggunakan aset selama periode tertentu. Di akhir masa sewa, penyewa memiliki opsi untuk membeli aset tersebut. AITAB sering digunakan dalam pembiayaan kepemilikan aset.

Kemudian ada Ijarah Muntahia Bittamleek (IMBT). Untuk skema IMBT sangat populer di lembaga keuangan syariah. Perjanjian ini juga berakhir dengan pemindahan kepemilikan. Namun, prosesnya bisa melalui beberapa cara. Pemilik dapat menghibahkan aset kepada penyewa. Alternatif lainnya adalah menjual aset dengan akad baru yang terpisah. Kepemilikan berpindah setelah semua kewajiban sewa lunas.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kemudian ada akad wadiah atau titipan. Meskipun berbeda, wadiah sering dikaitkan karena melibatkan pemanfaatan barang. Secara umum, wadiah adalah akad penitipan barang atau dana. Terdapat dua jenis utama dalam praktiknya.
Pertama Wadiah Yad al-Amanah: Pihak penerima titipan hanya menjaga aset. Ia tidak boleh memanfaatkannya. Ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan di luar kelalaiannya. Kedua, Wadiah Yad adh-Dhamanah: Pihak penerima titipan boleh memanfaatkan aset. Namun, ia harus mendapat izin dari pemilik. Ia juga wajib menjamin pengembalian aset secara utuh kapan pun diminta.

Syarat Sahnya Transaksi dalam Akad Ijarah

Agar sebuah transaksi ijarah menjadi sah, jika ada beberapa rukun dan syarat yang harus terpenuhi. Syarat ini menjaga keadilan bagi kedua belah pihak. Adapun syarat- syaratnya antara lain adalah adanya kesepakatan sukarela.  pada syarat ini kedua belah pihak, penyewa dan pemilik, harus setuju tanpa paksaan. Mereka juga harus cakap hukum. Artinya, mereka sudah dewasa dan dalam keadaan sadar.

Kemudian adanya objek sewa yang jelas. Pada syarat ini barang atau jasa yang disewakan harus jelas spesifikasinya. Manfaatnya harus terukur dan halal. Deskripsi objek harus sesuai dengan realitas untuk menghindari penipuan. Selain itu ada pembayaran sewa yang bernilai. dalam syarat ini ppah atau biaya sewa harus jelas jumlah dan waktunya. Imbalan ini harus berupa sesuatu yang bernilai. Kesepakatan mengenai penetapan biaya sewa harus pada awal akad.

Syarat selanjutnya adalah durasi sewa yang ditentukan. Dalam syarat ini jangka waktu sewa harus ada kesepakatan bersama. Transaksi berakhir jika durasi telah usai. Akad juga bisa batal jika objek sewa rusak atau salah satu pihak meninggal. Terakhir adalah adanya tanggung jawab yang disepakati, akad harus menjelaskan tanggung jawab pemeliharaan. Umumnya, pemilik aset menanggung biaya perbaikan struktural. Sementara itu, penyewa menanggung biaya perawatan rutin.

Contoh Penerapan Akad Ijarah di Dunia Bisnis

Akad ijarah sangat fleksibel dan relevan di berbagai industri. Praktiknya dapat kita temukan dengan mudah di sekitar kita.
Salah satunya ada dalam industri properti (KPR Syariah). Dalam KPR Syariah dengan skema IMBT (Ijarah Muntahiyah bit Tamlik), yang mana nasabah menyewa rumah dari bank. Cicilan bulanan adalah uang sewanya. Setelah masa cicilan selesai, bank akan memindahkan kepemilikan rumah kepada nasabah.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Praktek lainnya ada dalam industri transportasi  atau rental kendaraan). Penyewaan mobil adalah contoh ijarah yang paling sederhana. Pemilik rental (ajir) menyewakan mobil kepada pelanggan (musta’jir). Perjanjian mencakup jenis mobil, durasi sewa, dan biaya yang jelas. Selanjutnya ada juga pada industri perbankan (kartu kredit syariah). Pada kartu kredit syariah, bank bertindak sebagai penyedia jasa. Jasa terletak pada pemberian sistem pembayaran dan layanan nasabah. Atas jasa tersebut, pemegang kartu membayar iuran keanggotaan (ujrah).

Memahami seluk-beluk akad ijarah sangat penting. Pengetahuan ini membantu kita terhindar dari kerugian dan transaksi yang tidak sesuai syariah. Untuk mendalami lebih lanjut, Anda bisa mengakses platform edukasi ekonomi syariah.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement