SURAU.CO. Setiap manusia mendambakan kedekatan dengan Tuhan. Namun, perjalanan spiritual ini membutuhkan pondasi yang kuat. Pondasi itu adalah taubat. Tanpa taubat yang tulus, usaha mendekatkan diri kepada-Nya akan sia-sia. Hal ini ibarat membangun istana megah di atas tanah yang goyah, maka nangunan itu pasti akan mudah runtuh. lalu apa makna taubat itu sendiri?
Sebaliknya, seseorang yang sungguh-sungguh bertaubat telah membangun dasar yang kokoh. Ia mendirikan sebuah bangunan spiritual yang kuat dan tangguh. Taubat menjadi langkah pertama dan paling fundamental dalam perjalanan rohani seseorang. Ia membuka pintu bagi amalan-amalan lainnya untuk diterima
.
Apa Sebenarnya Arti Taubat?
Secara bahasa, kata taubat berasal dari akar kata Arab, yaitu taba, yatubu. Kata ini memiliki arti kembali atau menyesal. Taubat menandakan kembalinya seseorang dari jalan yang salah. Ia kembali menuju jalan yang benar dan diridai Allah SWT. Proses ini melibatkan kesadaran dan penyesalan mendalam. Seseorang merasa sedih atas dosa yang telah ia kerjakan. Kemudian, ia berkomitmen kuat untuk meninggalkan perbuatan dosa itu. Ia bertekad untuk tidak pernah mengulanginya lagi di masa depan. Janji ini diikrarkan dengan sepenuh hati
.
Menurut Kamus Ilmu Tasawuf, taubat adalah proses kembali dan meminta pengampunan. Ini merupakan amalan yang menekankan kesadaran untuk berbalik. Seseorang berbalik dari keburukan menuju kebaikan sejati. Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak orang lain, maka ia wajib mengembalikannya.
Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam juga menjelaskan makna serupa. Taubat adalah kembali dari kemaksiatan menuju ketaatan. Ini adalah proses kembali dari jalan yang jauh dari Tuhan. Seseorang menempuh jalan yang lebih dekat kepada-Nya. Hidayah tidak akan tercapai tanpa pertolongan-Nya.
Makna Taubat dalam Pandangan Dunia Sufi
Dalam dunia sufi atau tasawuf, taubat memegang posisi yang sangat istimewa. Para sufi menganggapnya sebagai gerbang pendakian spiritual pertama. Ia menjadi pijakan awal bagi para pejalan ruhani (salik). Maknanya adalah kembali dari segala sesuatu yang dicela oleh syariat. Seseorang menuju pada hal-hal yang dipuji oleh syariat.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ”Penyesalan adalah taubat.” Hadis ini menegaskan bahwa inti dari taubat adalah rasa sesal yang tulus dari dalam hati. Para sufi besar pun memberikan pandangan mendalam tentang hakikat taubat.
Imam al-Junaid, seorang tokoh sufi terkemuka, menguraikan makna taubat. Beliau berkata, ”Taubat ada tiga makna yaitu pertama penyesalan, kedua tekad meninggalkan (dan tidak kembali) kepada apa yang dilarang Allah dan ketiga adalah berusaha memenuhi hak-hak orang yang pernah dianiaya.”
Melupakan Dosa: Perspektif Unik Para Sufi
Sebuah kisah menarik menggambarkan kedalaman makna taubat. Suatu hari, Imam al-Junaid mengunjungi gurunya, as-Sarry. Ia mendapati gurunya sedang dalam kebingungan. Al-Junaid pun bertanya, ”Apa yang membuatmu bingung?”
As-Sarry menjawab, ”Aku bertemu seorang pemuda, dia bertanya kepadaku tentang taubat. Kukatakan kepadanya bahwa taubat itu jika engkau tidak melupakan dosa-dosamu. Lantas pemuda itu menyanggahnya dengan mengatakan taubat adalah justru engkau benar-benar melupakan dosa-dosamu.”
Mendengar hal itu, al-Junaid justru membenarkan pendapat sang pemuda. As-Sarry terkejut dan meminta penjelasan. Al-Junaid lalu menjawab, “Karena apabila aku dalam kondisi kering, lantas aku dipindahkan dalam kondisi dingin, maka menyebut masa kering di masa dingin adalah kekeringan itu sendiri.”
Jawaban cerdas ini membuat as-Sarry terdiam. Maknanya, mengingat dosa di saat sudah berada dalam naungan ampunan Tuhan justru akan mengganggu kekhusyukan. Taubat sejati membawa seseorang pada kondisi baru yang bersih.
Hakikat Taubat Menurut Para Guru Sufi Lainnya
Sufi besar lainnya, Dzun Nun al-Misri, juga memberikan pandangan unik. Beliau berkata, ”Taubat orang awam disebabkan oleh dosa, sedangkan taubat orang khusus dikarenakan lupa.” Artinya, orang biasa bertaubat dari maksiat. Namun, orang dengan level spiritual tinggi bertaubat karena lalai mengingat Allah. Beliau juga menegaskan, permohonan ampun tanpa meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta.Dzun Nun al-Misri menambahkan, ”Hakekat taubat menjadikan kamu keleluasan bumi ini terasa sempit, sehingga tidak ada tempat menetap bagimu. Kemudian jiwamu terasa sempit.” Kondisi ini selaras dengan firman Allah SWT dalam Surat At-Taubah ayat 118.
Sementara itu, Husein an-Nuri mengatakan bahwa taubat adalah proses taubat dari segala sesuatu selain Allah. Pandangan ini menunjukkan level taubat yang sangat tinggi. Adapun al-Wasiti berkata, taubat sejati tidak akan meninggalkan bekas kemaksiatan pada diri seseorang.
Al-Wasiti juga membagi taubat menjadi dua jenis. “Taubat itu ada dua: taubat inabah dan taubat istijabah. Taubat inabah adalah sikap taubat seorang hamba yang takut siksaan-Nya. Sedangkan taubat istijabah merupakan bentuk taubat seorang hamba yang malu terhadap kemulian-Nya.” Keduanya adalah jalan kembali yang mulia menuju rahmat Allah SWT.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
