SURAU.CO – Di balik gemerlap sejarah Islam yang dipenuhi oleh para pahlawan dan pejuang, terpatri kisah-kisah yang tak lekang oleh zaman. Kisah perempuan-perempuan tangguh yang menjelma sebagai tiang-tiang peradaban. Salah satunya ialah Ummu Sulaim – Sang Srikandi Anshar. Seorang perempuan yang keimanannya berdiri kokoh di tengah badai kehidupan. Ia tidak hanya menjalankan peran sebagai ibu dan istri, tetapi juga tampil sebagai pejuang yang setia menopang dakwah Rasulullah ﷺ.
Jejak Keimanan Seorang Ibu
Namanya Ar-Rumaisa binti Milhan, lebih dikenal sebagai Ummu Sulaim . Ia menjalani hidup dengan kesederhanaan, namun menyimpan kekayaan hati yang tak ternilai. Ketika cahaya Islam mulai menyinari Madinah, Ummu Sulaim termasuk di antara orang pertama yang menyambut risalah Nabi Muhammad ﷺ dengan penuh keyakinan. Meskipun sang suami, Malik bin Nadhar, menolak ajaran Islam dan akhirnya meninggalkannya, Ummu Sulaim tetap memeluk imannya dengan erat.
Tak ada ratapan atau protes dari bibir Ummu Sulaim. Ia justru menguatkan hatinya dan membesarkan putranya, Anas bin Malik, dengan nilai-nilai Islam. Ia mendidik Anas dalam kasih sayang dan keteladanan. Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, Ummu Sulaim mengantarkan Anas kecil kepada beliau dan berkata dengan penuh keikhlasan, “Ya Rasulullah, ini anakku. Biarkan dia mengabdi padamu.”
Menolak Lamaran Demi Keyakinan
Salah satu kisah yang menggetarkan dari kehidupan Ummu Sulaim adalah ketika Abu Talhah, seorang bangsawan dan saudagar kaya dari Madinah, melamarnya. Namun, Ummu Sulaim menolak pinangan itu. Bukan karena Abu Talhah tidak layak, melainkan karena ia belum beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan lembut namun tegas, Ummu Sulaim berkata, “Wahai Abu Talhah, orang sepertimu tak pantas ditolak. Tapi aku tidak boleh menikah dengan orang yang belum beriman. Jika kau masuk Islam, maka keislamanmu adalah maharku.”
Abu Talhah pun akhirnya memeluk Islam, bukan karena paksaan, melainkan karena tersentuh oleh keteguhan hati dan ketulusan iman Ummu Sulaim. Pernikahan mereka pun berlangsung, berlandaskan keyakinan, bukan semata perasaan. Rasulullah ﷺ bahkan memuji pernikahan itu dan menyebutnya sebagai salah satu mahar terbaik dalam sejarah Islam.
Pelajaran dari Perempuan Baja
Ummu Sulaim hadir sebagai sosok perempuan yang tangguh. Ia menunjukkan bahwa perempuan dapat berperan tidak hanya sebagai pendamping, melainkan juga sebagai pendidik, penopang dakwah, dan pejuang sejati.
Ketika sebagian perempuan memilih tinggal di rumah, Ummu Sulaim justru turut serta dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah ﷺ. Dalam Perang Uhud, Khandaq, dan Hunain, ia berdiri di garis depan: mengobati para prajurit yang terluka, memberi minum pasukan, bahkan membawa sebilah belati di balik pakaiannya.
Ketika Rasulullah ﷺ bertanya, “Untuk apa belati itu, wahai Ummu Sulaim?” Dengan tenang, ia menjawab, “Aku menyimpannya untuk berjaga-jaga. Jika ada musuh mendekat, aku tak segan menggunakannya.”
Jawabannya sungguh mencerminkan keberanian dan keteguhan yang luar biasa. Dalam dirinya tertanam semangat jihad dan cinta terhadap agama yang tak tergoyahkan.
Keteguhan di Tengah Duka
Ujian berat kembali menimpa Ummu Sulaim ketika anaknya jatuh sakit dan meninggal dunia. Saat itu, Abu Talhah sedang tidak berada di rumah. Ketika sang suami pulang, Ummu Sulaim menyambutnya dengan senyuman, menyajikan makanan, dan melayani suaminya dengan kelembutan.
Setelah itu, ia berkata, “Wahai Abu Talhah, bagaimana pendapatmu jika seseorang meminjamkan sesuatu lalu mengambilnya kembali?” Abu Talhah menjawab, “Itu haknya.” Ummu Sulaim pun berkata dengan tenang, “Anak kita telah diambil oleh Allah.”
Ketenangan dan kebijaksanaannya membuat Rasulullah ﷺ terharu. Beliau pun mendoakan mereka, “Semoga Allah memberkahi malam kalian.” Dari malam itulah, Ummu Sulaim dan Abu Talhah dikaruniai anak-anak saleh yang menjadi keturunan penuh berkah.
Penilaian Rasulullah ﷺ terhadap Ummu Sulaim
Rasulullah ﷺ sangat menghormati dan mengistimewakan Ummu Sulaim. Beliau kerap mengunjungi rumahnya untuk beristirahat siang. Bahkan suatu hari, Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku bermimpi berada di surga, lalu aku mendengar suara langkah kaki seseorang. Ternyata itu Ummu Sulaim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bayangkan, seorang perempuan sederhana dari Madinah, didengar langkah kakinya di surga oleh Rasulullah ﷺ. Sebuah kehormatan langit yang tidak bisa dicapai dengan kekayaan atau status sosial, melainkan melalui cinta, iman, dan pengorbanan.
Rasulullah ﷺ pun tak segan memuji keberanian dan keteguhan Ummu Sulaim. Baginya, Ummu Sulaim bukan sekadar pendukung dakwah, tetapi juga penjaga nilai-nilai keimanan dalam keluarga dan masyarakat.
Srikandi Anshar: Warisan Keteladanan
Ummu Sulaim telah membuktikan bahwa perempuan dapat menjadi sumbu peradaban. Ia menjaga moral bangsa, mendidik generasi penerus, dan berada di garda terdepan dalam perjuangan. Ia tidak hanya melahirkan pejuang, tetapi menjelma sebagai pejuang itu sendiri.
Dari rumahnya terpancar cahaya keteladanan. Dari lisannya mengalir kebijaksanaan. Dan dari imannya, lahir kekuatan yang tak tergoyahkan.
Kisah Ummu Sulaim bukan sekadar cerita masa lalu. Ia adalah pelita bagi perempuan masa kini—bahwa kemuliaan tidak terletak pada rupa, harta, atau status, tetapi pada kesetiaan kepada kebenaran dan keberanian untuk memperjuangkannya.
Ummu Sulaim adalah srikandi Anshar, ibu para pahlawan, dan teladan sepanjang masa. (Heniwati)
Referensi:
- Ibn Hajar al-Asqalani, Al-Isabah fi Tamyiz al-Shahabah
- Imam Bukhari dan Muslim, Shahih al-Bukhari & Shahih Muslim
- Syaikh Mahmud al-Mishri, Shuwar min Hayat al-Sahabiyyat
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
