Sosok
Beranda » Berita » Syekh Ahmad Mutamakkin Waliyullah dari Kajen Pati

Syekh Ahmad Mutamakkin Waliyullah dari Kajen Pati

Syekh Mutamakin adalah salah tokoh ulama yang mempunyai banyak akromah
Mengungkap kisah Syekh Ahmad Mutamakkin, waliyullah asal Kajen yang dalam sejarah hidupnya yang penuh karamah. ( foto dok. tic.patikab.go.id)

SURAU.CO.Masyarakat menyambut haul Syekh Ahmad Mutamakkin dengan penuh kegembiraan. Acara tahunan ini selalu membawa keberkahan bagi banyak pihak. Peringatan haul biasanya jatuh pada awal bulan Muharram atau Asyura. Tahun ini, puncak acara berlangsung tepat pada 10 Muharram. Rintik gerimis turun membasahi Desa Kajen di Kabupaten Pati. Desa ini menjadi pusat perhelatan akbar untuk mengenang sang wali.

Ribuan peziarah dari berbagai daerah datang. Mereka ingin ikut serta merasakan berkah dari peringatan tersebut. Salah satu ulama kharismatik yang hadir adalah KH Bahaudin Nursalim. Beliau lebih akrab disapa Gus Baha. Dalam kesempatan itu, Gus Baha membagikan ilmunya. Beliau menjelaskan makna mendalam di balik nama ulama besar tersebut.

Gus Baha, yang juga menjabat Rais Syuriyah PBNU, menguraikan asal usul nama Mbah Mutamakkin. Beliau menjelaskan bahwa nama asli sang wali adalah Ahmad. Sementara itu, Mutamakkin merupakan sebuah gelar kehormatan. Gelar ini menandakan sifat dan keteguhan jantung. “Ketika tamakkana fi maqamih, dapat gelar Mutamakkin, orang yang kokoh yang tidak bergeser meskipun banyak ujian,” terang Gus Baha, sebagaimana dikutip NU Online Jateng. Gus Baha kemudian mengaitkan nama Ahmad dengan nama lain Nabi Muhammad SAW. Pemberian nama Ahmad merupakan bentuktabarrukatau mencari berkah. Nabi Muhammad adalah makhluk yang paling tak terbatas dalam memuji Allah SWT. Menurut Gus Baha, hubungan kehambaan seorang makhluk tidak akan berhenti di akhirat.

Dua Versi Silsilah Sang Waliyullah

Keberadaan puluhan pondok pesantren di Desa Kajen, Pati, tidak dapat dipisahkan dari satu tokoh sentral  ini.  Beliau adalah poros utama dan sumber mata air keilmuan yang mengaliri tradisi intelektual di kawasan tersebut. Tak heran, beliau menjadi sosok yang begitu melegenda. Pengaruhnya begitu kuat, sebab mayoritas pengasuh pesantren di Kajen dan sekitarnya memiliki garis keturunan yang menyambung langsung ke Mbah Mutamakin. Ikatan nasab inilah yang menjaga warisan spiritual dan keilmuan beliau tetap hidup dari generasi ke generasi.

Sebelum dikenal luas dengan nama Syekh Ahmad Mutamakin, waliyullah ini memiliki nama lahir Raden Sumohadiwijaya. Catatan sejarah mengenai silsilah beliau memunculkan diskusi menarik dengan beberapa versi yang berbeda.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Satu versi populer menyebutkan beliau berasal dari trah bangsawan Jawa. Ayahnya adalah Sumohadinegoro, yang silsilahnya terhubung hingga Pangeran Benowo II, putra Pangeran Benowo I. Garis keturunan ini bermuara pada sosok Sultan Hadiwijaya, atau sebagai Jaka Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang. Namun, ada versi lain yang tak kalah kuatnya. Sebagian referensi menyatakan bahwa nasab Mbah Mutamakin tersambung langsung hingga kepada Nabi Muhammad SAW. Jalur ini melalui Sayyid Abdurrahman Basyaiban bin Sayyid Umar, yang menunjukkan garis keturunan Hadrami (Yaman).

Keturunan yang Melahirkan Para Ulama

Terlepas dari konsep sejarah tersebut, Kajen memegang teguh warisan yang nyata di depan mata. Fakta yang diyakini secara turun-temurun adalah Mbah Mutamakin membangun keluarga di Kajen setelah menikah dengan Nyai Qadimah. Istrinya merupakan putri dari Mbah Syamsudin, seorang tokoh pendahulu di wilayah itu. Dari pernikahan ini, lahirlah tiga orang putra-putri yang menjadi penerus perjuangannya. Mereka adalah Raden Hendro Muhamad, Raden Bagus, dan Nyai Alfiah. Melalui ketiga keturunannya inilah jaringan ulama besar dan pengasuh pondok pesantren di Pati mulai terbentuk dan menyebar luas.

Buku “Kisah Perjuangan Syekh KH.Ahmad Mutamakin, Kajen” karya Sanusi memberikan sedikit gambaran mengenai peran anak-anak beliau. Raden Bagus melanjutkan dakwahnya ke wilayah Jawa Timur. Sementara itu, Raden Hendro Muhamad dan Nyai Alfiah (yang populer dengan sebutan Nyai Godeg) memilih untuk menetap dan mengembangkan dakwah di Pati. Dari merekalah lahir para kiai kharismatik yang kini memimpin berbagai pesantren di Desa Kajen dan sekitarnya.

Lalu, siapakah sebenarnya Syekh Ahmad al-Mutamakkin? Beliau adalah tokoh besar yang hidup sekitar tahun 1645-1740 M. Beliau menjadi cikal bakal perkembangan pesat ajaran Islam di Kajen dan sekitarnya. Perjuangannya menjadi inspirasi bagi berdirinya banyak pondok pesantren. Kini, pesantren menjadi ciri khas yang melekat di Desa Kajen. Masyarakat di wilayah Pati sangat meyakini beliau sebagaiWaliyullah. Mereka percaya Syekh Mutamakkin memiliki kemampuan spiritual yang luar biasa. Beliau juga diketahui memiliki banyakkaromahatau keistimewaan supranatural. Sejarah mencatat beliau hidup pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Mataram. Tepatnya pada paruh kedua abad ke-17 Masehi. Syekh Ahmad Mutamakkin lahir di Desa Cebolek. Lokasinya sekitar 10 kilometer dari Kota Tuban. Oleh karena itu, masyarakat di daerah asalnya sering memanggil beliau “Mbah Bolek”.

Perjalanan Ilmu dan Dakwah

Gelar “al-Mutamakkin” ia dapatkan setelah menuntut ilmu di Timur Tengah. Gelar ini memiliki arti “orang yang meneguhkan hati”. Makna lainnya adalah “seseorang yang diyakini akan kesuciannya”. Seluruh hidupnya beliau abdikan sepenuhnya untuk menyebarkan agama Islam.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Perjalanan intelektualnya membawanya hingga ke Yaman. Di sana, beliau belajar kepada Syaikh Muhammad Zayn al-Yamani. Sang guru merupakan seorang mursyid sufi dari Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau adalah tokoh yang sangat berpengaruh di Yaman pada masa itu. Tidak ada catatan pasti kapan Syekh Mutamakkin berguru di Yaman. Namun, para sejarawan membuat perkiraan berdasarkan data keluarga gurunya. Mereka menyimpulkan Syekh Mutamakkin belajar di sana sekitar abad ke-16 hingga ke-17.

Kisah Kepulangan yang Legendaris

Syekh Ahmad Mutamakkin kembali ke tanah Jawa sekitar abad ke-18. Kisah kepulangannya sangat unik dan melegenda. Alkisah beliau terdampar di pesisir utara Pati, di sebuah tempat yang kemudian beliau bernamai Cebolek. Nama Cebolek sendiri berasal dari sebuah peristiwa ajaib.

Satu riwayat menyebut dia tiba-tiba terjaga setelah terhempas di pantai. Dalam bahasa Jawa, peristiwa ini disebutjebul-jebul melek(tiba-tiba membuka mata). Riwayat lain menyebutkan beliau pulang bersama muridnya dari bangsa jin. Muridnya itu menempatkannya di atas seekor ikan mladang raksasa. Namun, ada juga versi sejarah lain yang lebih logis. Versi ini juga menyebutkan perompalk membajak kapal yang beliau tumpangi . Pada masa itu, perompak dari Jepara memang merajai perairan laut utara Jawa. Apa pun versinya, semua kisah ini menunjukkan beratnya hambatan dalam jalan dakwah beliau

 

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement