Khazanah
Beranda » Berita » Pacu Jalur Lomba Dayung Tradisional yang Mendunia

Pacu Jalur Lomba Dayung Tradisional yang Mendunia

Perlombaan pacu jalur kembali mendunia berkat tariannya yang penuh energi
Pacu Jalur, festival lomba dayung perahu tradisional dari Kuantan Singingi, Riau kini telah mendunia melalui sosial media dengan tariannya ( foto dok. kuansing.go.id)

SURAU.CO. Pacu Jalur merupakan sebuah tradisi perlombaan dayung yang ikonik. Perlombaan ini menggunakan perahu panjang dari kayu gelondongan utuh yang lahir dan berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Setiap tahun, masyarakat menggelar festival akbar di sungai Batang Kuantan yang berlangsung meriah. Belakangan festival ini mendunia dengan tarian khasnya yang banyak berliewran di tiktok.  Acara ini sebenarnya telah berlangsung di Teluk Kuantan selama ratusan tahun. Festival berapa waktu lalu menjadi sorotan dunia. Hal ini karena  viralnya tren “Aura Farming” dengan aksi anak-anak penari jalur yang meliuk lincah di ujung perahu saat lomba berlangsung.

Sejak tahun 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Nasional Takbenda. Penetapan ini mengakui nilai tradisi, pengetahuan, dan adat budaya yang terkandung di dalamnya. Pemerintah terus mendukung Festival Pacu Jalur setiap tahun. Bertujuan untuk melestarikan warisan budaya dan mempromosikannya secara luas. Tim pemenang bahkan berkesempatan menjadi atlet dayung nasional. Popularitas Pacu Jalur semakin mendunia ketika tahun 2022, Google menampilkan tradisi ini dalam Google Doodle. Seorang seniman asal Bandung, Wastana Haikal, membuat ilustrasi tersebut. Doodle ini merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.

Pacu Jalur adalah warisan budaya kebanggaan dari Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini memiliki sejarah yang sangat panjang. Awalnya, jalur hanyalah sebuah perahu transportasi. Namun, perahu ini bertransformasi menjadi ikon perlombaan yang meriah. Pada abad ke-17, jalur menjadi tulang punggung transportasi warga. Masyarakat menggunakannya di sepanjang Sungai Kuantan. Perahu ini mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu. Jalur juga mampu membawa hingga 40 orang penumpang. Tradisi perlombaan kemudian lahir sekitar tahun 1900. Warga memacu perahu transportasi mereka. Lomba ini diadakan untuk merayakan hari besar Islam. Misalnya seperti Maulid Nabi atau Hari Raya Idul Fitri.

Jejak Sejarah Pacu Jalur

Secara etimologi, nama Pacu Jalur berasal dari bahasa Minangkabau Timur. Kata “pacu” memiliki arti harfiah “lomba”. Sementara itu, kata “jalur” berarti “perahu” atau “sampan”. Jadi, Pacu Jalur dapat diartikan secara sederhana sebagai balapan perahu. Karena perbedaan dialek, namanya bisa dieja Pacu Jalua atau Pachu Jalugh. Naskah kolonial Belanda bahkan menjulukinyaKanorace di Inderagiriatau balapan kano Indragiri. Sejarah pasti tradisi ini sulit dilacak. Namun, referensi tertulis tertua menyebutkannya pada abad ke-17. Jauh sebelumnya, pada abad ke-7, perahu sudah menjadi alat penting. Prasasti Kedukan Bukit menjelaskan peristiwa bersejarah. Prasasti ini menyebut utusan Minangkabau menggunakan perahu di sungai Batang

Menurut tradisi lisan, jalur awalnya adalah sarana transportasi. Masyarakat menikmati menelusuri sungai Batang Kuantan. menjadi jalur vital karena transportasi darat belum berkembang. Perahu ini mengangkut hasil bumi seperti buah-buahan dan tebu. Seiring waktu, fungsinya berubah. Perahu mulai dihias dengan ukiran kepala ular atau buaya. Dari alat angkut, jalur berubah menjadi tongkang megah para bangsawan. Jalur kemudian menjadi identitas sosiokultural masyarakat Kuantan. Awalnya, perlombaan tidak menawarkan materi hadiah. Warga merayakannya dengan makan bersama setelah pacu selesai. Sebelum era kolonial, para penghulu memberikan hadiah. Pemenang menerimamarewaatau panji kehormatan. Ukuranmarewamenandakan peringkat sang juara.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Seiring waktu, perahu jalur pun berevolusi. Muncul garis-garis dengan ukiran kepala binatang di haluannya. Motifnya berupa ular, buaya, atau harimau. Perahu indah ini juga berfungsi sebagai kendaraan para bangsawan. Para datuk dan penghulu menggunakannya untuk acara-acara penting. Jalur dihias dengan payung dan kain saat membawa tamu agung.
Dari alat angkut sederhana, jalur menjadi simbol kebesaran. Perahu ini mencerminkan identitas dan sejarah masyarakat Kuantan. Kini, Festival Pacu Jalur menjadi acara tahunan yang megah. Pemerintah pun telah mengakuinya sebagai warisan budaya nasional. Tradisi ini terus hidup dan berkembang sepanjang zaman.

Proses Sakral Pembuatan Perahu Jalur

Jalur adalah perahu istimewa. Pembuatannya menggunakan sebatang kayu utuh tanpa sambungan. Ciri khasnya adalah kokoh, ramping, dan artistik. Proses pembuatannya sangat panjang dan melibatkan banyak ritual. Ada musyawarah Kampung, memilih Kayu, menebang, pendadan, mencaruk manggaliak hingg maelo jalur menjadi salah satu ritual yang tidak bisa dtinggalkan .

Perlombaan Pacu Jalur sendiri menggunakan sistem gugur. Tim yang kalah tidak dapat bertanding lagi. Para pemenang akan terus beradu hingga babak final. Tanda dimulainya lomba sangat unik. Panitia menembakkan meriam sebanyak tiga kali. Suara meriam dipilih karena suara peluit tidak akan terdengar. Riuh penonton dan luasnya arena menjadi hiburan.
Pada manusia pertama, para peserta sepanjang garis start. Pada dentuman kedua, semua tim dalam posisi siap mendayung. Setelah gigi ketiga, setiap regu mengayuh izin tenaga. Uniknya, kapasitas jalur dan jumlah peserta tidak menjadi soal utama. Masyarakat percaya kemenangan ditentukan oleh kekuatan magis kayu dan kesaktian pawang.

Festival ini lebih dari sekadar adu cepat. Pacu Jalur adalah pesta rakyat yang sangat meriah. Masyarakat percaya ini adalah puncak dari kerja keras mereka selama setahun. Daya tariknya juga sangat kuat. Unsur olahraga, seni, dan olah batin menyatu dalam festival ini. Ritual magis mengiringi setiap tahap, mulai dari pemilihan kayu hingga perlombaan. Oleh karena itu, acara ini juga menjadi adu kekuatan spiritual antar dukun jalur. Selain lomba utama, festival juga dimeriahkan Pekan Raya, pertunjukan tari, dan kesenian tradisional lainnya.

 

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement