SURAU.CO – Di jantung spiritualitas masyarakat Muslim Indonesia, kemampuan membaca Al-Qur’an memiliki posisi yang sakral. Aktivitas ini bukan sekadar kewajiban, melainkan sebuah perjalanan untuk terhubung dengan firman Ilahi. Namun, perjalanan ini memerlukan panduan dan metode yang tepat. Selama puluhan tahun, dua pendekatan besar mendominasi lanskap pendidikan Al-Qur’an di Tanah Air: metode Turutan yang klasik dan metode Iqro yang modern.
Keduanya lahir dari rahim zaman yang berbeda. Oleh karena itu, masing-masing menawarkan filosofi, pendekatan, keunggulan, serta tantangan tersendiri. Memahami keduanya bukan untuk menciptakan pertentangan, melainkan untuk menemukan jalan terbaik dalam mendekatkan generasi Muslim dengan kitab sucinya. Mari kita selami lebih dalam kedua metode legendaris ini.
Metode Turutan: Warisan Otentik dari Jantung Tradisi Islam
Metode Turutan adalah sebuah warisan keilmuan. Akarnya menancap kuat pada tradisi Islam klasik yang para ulama wariskan secara turun-temurun. Jauh sebelum metode-metode modern bermunculan, para cendekiawan Muslim di Nusantara telah menggunakan pendekatan ini di berbagai pusat pendidikan, seperti pesantren, surau, dan langgar.
Akar Sejarah dan Filosofi
Secara historis, metode ini merupakan evolusi dari metode Baghdadiyah, sebuah sistem belajar Al-Qur’an yang berkembang di Baghdad pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah. Para ulama Nusantara yang menimba ilmu di Timur Tengah kemudian membawa pulang metode tersebut, lalu mengadaptasinya sesuai dengan konteks lokal. Nama “Turutan” sendiri berasal dari kata “urut,” yang menggambarkan proses pembelajaran yang sistematis dan bertahap.
Filosofi di baliknya pun sangat mendalam. Belajar Al-Qur’an melalui Turutan bukan hanya soal melafalkan huruf, tetapi juga tentang menanamkan adab (etiquette), kesabaran, dan proses talaqqi. Proses ini berarti menerima ilmu langsung dari lisan seorang guru. Akibatnya, hubungan guru-murid yang personal dan intensif menjadi kunci utama keberhasilannya.
Bagaimana Proses Belajarnya?
Proses pembelajaran dengan metode Turutan berlangsung sangat teliti dan tidak terburu-buru. Secara umum, tahapannya adalah sebagai berikut:
Pengenalan Huruf Tunggal: Pertama-tama, murid harus mengenali dan melafalkan 29 huruf hijaiyah secara sempurna.
Pengenalan Harakat: Setelah itu, mereka akan mengenal tanda baca dasar seperti fathah, kasrah, dan dhammah.
Mengeja Perlahan: Inilah ciri khas utama Turutan. Contohnya, untuk membaca kata “بَتَ” (bata), murid akan mengeja: “ba’ fathah ba, ta’ fathah ta, dibaca bata.” Proses mengeja ini secara efektif melatih ketelitian dan pemahaman struktur kata.
Penguasaan Bertahap: Selanjutnya, murid tidak akan pindah ke materi berikutnya sebelum benar-benar menguasai tahap sebelumnya. Guru akan mengoreksi setiap kesalahan pelafalan (makhraj) dan panjang-pendek bacaan (tajwid) secara langsung.
Kelebihan Metode Turutan
Ketelitian Makhraj dan Tajwid: Karena ritmenya yang lambat dan fokus pada pengejaan, fondasi pelafalan huruf dan kaidah tajwid dasar tertanam sangat kuat sejak awal.
Memperkuat Daya Ingat: Selain itu, sistem pengulangan intensif membantu mempertajam memori dan kedisiplinan siswa dalam belajar.
Pendidikan Karakter: Lebih dari itu, interaksi yang dekat antara guru dan murid turut menanamkan nilai-nilai adab, hormat kepada guru, dan kecintaan pada Al-Qur’an. Ini bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan pembentukan spiritual.
Namun, di balik keunggulannya, metode ini juga memiliki beberapa tantangan:
Tantangan di era modern
Membutuhkan Waktu Lama: Proses yang mendetail ini secara alami membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Murid bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya lancar membaca Al-Qur’an.
Ketergantungan pada Guru: Keberhasilan metode ini juga sangat bergantung pada kualitas, kesabaran, dan konsistensi guru. Jika guru kurang telaten, proses belajar bisa menjadi monoton dan sulit bagi anak.
Kurang Efisien untuk Kelas Besar: Akhirnya, pendekatan personal ini sulit guru terapkan secara efektif dalam kelas dengan jumlah murid yang banyak.
Metode Iqro: Revolusi Praktis dari Yogyakarta
Memasuki era 1980-an, denyut kehidupan masyarakat Indonesia mulai berubah. Urbanisasi, kesibukan orang tua, dan tuntutan efisiensi melahirkan kebutuhan baru. Dari keresahan inilah K.H. As’ad Humam melahirkan sebuah inovasi fenomenal, yaitu metode Iqro.
Lahir dari Keprihatinan
K.H. As’ad Humam bersama Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) di Yogyakarta mengembangkan metode Iqro. Beliau prihatin melihat banyak anak kesulitan dan membutuhkan waktu lama untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan metode tradisional. Karenanya, masyarakat modern memerlukan sebuah solusi yang lebih cepat, praktis, dan mudah diakses.
Untuk mencapai tujuan tersebut, metode ini mengusung prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Prinsip ini mendorong murid untuk aktif belajar sendiri, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan korektor. Pendekatan tersebut merupakan sebuah revolusi pada masanya.
Struktur yang Efisien dan Mandiri
Struktur Iqro terdiri dari enam jilid buku tipis yang membentuk jenjang sistematis dan progresif:
Jilid 1 mengenalkan huruf hijaiyah dengan harakat fathah, yang langsung dibaca tanpa dieja.
Pada tahap berikutnya, Jilid 2 fokus pada pengenalan huruf sambung dan bacaan panjang sederhana.
Materi kemudian berlanjut di Jilid 3 dengan pengenalan harakat kasrah, dhammah, serta variasi bacaan panjang yang lebih kompleks.
Jilid 4 mengenalkan siswa pada kaidah-kaidah penting seperti tanwin, sukun, dan qalqalah.
Memasuki Jilid 5, pembahasannya menjadi lebih mendalam dengan kaidah tajwid seperti alif lam dan aturan waqaf.
Sebagai puncaknya, Jilid 6 berfungsi sebagai jilid pemantapan yang melatih siswa membaca berbagai ayat Al-Qur’an.
Ciri khas utamanya adalah tidak mengeja. Murid langsung membaca bunyi suku kata, misalnya “ba”, “ta”, “tsa”. Tentunya, pola ini mempercepat kemampuan membaca secara signifikan.
Keunggulan: Cepat, Praktis, dan Merakyat
Efisiensi Waktu: Hasilnya, anak-anak dapat menyelesaikan keenam jilid dan mulai membaca Al-Qur’an dalam waktu relatif singkat, sering kali hanya dalam hitungan bulan.
Mendorong Kemandirian: Di samping itu, sistem belajar ini membuat siswa lebih aktif dan tidak terlalu bergantung pada guru. Orang tua pun dapat dengan mudah mengajarkannya di rumah.
Aksesibilitas Tinggi: Terlebih lagi, buku Iqro sangat murah dan mudah ditemukan. Fakta ini membuatnya menyebar cepat ke seluruh penjuru negeri, dari TPA di kota besar hingga pelosok desa.
Akan tetapi, di balik kecepatannya, metode Iqro juga memiliki kelemahan yang perlu diwaspadai:
Kelemahan Metode Iqro
Kurang Penekanan pada Tajwid Awal: Fokus pada kecepatan sering kali mengabaikan detail makhraj dan tajwid di tahap awal. Akibatnya, banyak lulusan Iqro yang lancar membaca, tetapi pelafalannya kurang tepat.
Memerlukan Tahap Lanjutan: Sesungguhnya, metode Iqro idealnya berfungsi sebagai “gerbang pembuka.” Setelah lancar, siswa mutlak memerlukan kelas tahsin (perbaikan bacaan) untuk menyempurnakan tajwid dan makhrajnya. Jika tidak, kesalahan bacaan bisa mereka bawa hingga dewasa.
Perbandingan Fundamental: Dua Jalan Menuju Tujuan yang Sama
Meskipun tujuannya sama, yaitu membentuk generasi Qur’ani, metode Turutan dan Iqro menempuh jalan yang sangat berbeda.
Aspek Perbandingan Metode Turutan (Klasik) Metode Iqro (Modern)
Filosofi Dasar Berorientasi pada proses. Menekankan kesabaran, adab, dan kedalaman. Berorientasi pada hasil. Menekankan kecepatan, efisiensi, dan kemandirian.
Peran Guru Sentral. Guru adalah sumber ilmu utama yang harus diikuti (talaqqi). Fasilitator. Guru mengarahkan, mengoreksi, dan memotivasi siswa yang aktif belajar.
Fokus Utama Kualitas bacaan sejak awal. Guru mengoreksi makhraj dan tajwid secara intensif. Kelancaran membaca sebagai prioritas. Siswa menyempurnakan kualitas tajwid di tahap lanjut.
Konteks Ideal Lingkungan pesantren atau komunitas dengan waktu belajar yang fleksibel dan panjang. TPA, sekolah, atau keluarga dengan waktu belajar terbatas dan tuntutan efisiensi.
Sintesis di Era Digital: Kombinasi Adalah Kunci
Alih-alih mempertentangkan keduanya, lembaga pendidikan Al-Qur’an modern justru menemukan jalan tengah yang cerdas. Kini, banyak TPA dan sekolah Islam mengadopsi pendekatan hibrida.
Anak-anak biasanya memulai perjalanan mereka dengan metode Iqro untuk membangun kelancaran dan kepercayaan diri secara cepat. Setelah itu, mereka akan masuk ke dalam kelas tahsin atau talaqqi yang menggunakan prinsip-prinsip metode Turutan. Pada tahap ini, guru akan fokus memperbaiki makhraj, sifat huruf, dan detail kaidah tajwid secara mendalam.
Dengan demikian, kombinasi ini mengambil yang terbaik dari kedua dunia: kecepatan dari Iqro dan kedalaman dari Turutan. Hasilnya adalah generasi pembaca Al-Qur’an yang tidak hanya lancar, tetapi juga benar dan tartil.
Penutup: Metode Hanyalah Alat, Niat Adalah Segalanya
Metode Turutan dan Iqro adalah dua mahakarya pendidikan Islam di Indonesia. Turutan berperan sebagai penjaga tradisi yang memastikan otentisitas bacaan. Sedangkan Iqro hadir sebagai jawaban inovatif atas tantangan zaman. Oleh karena itu, pemilihan metode harus menyesuaikan konteks, tujuan, dan ketersediaan sumber daya, karena tidak ada metode yang secara absolut lebih unggul dari yang lain.
Pada akhirnya, metode hanyalah alat. Faktor terpenting tetaplah kesungguhan dan konsistensi dari siswa, serta bimbingan yang tulus dan penuh kasih sayang dari guru dan orang tua. Sebab, tujuan akhir dari belajar Al-Qur’an bukan sekadar mampu membaca teksnya, melainkan menumbuhkan cinta di dalam hati untuk mengamalkan isinya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
