Berita
Beranda » Berita » Proteksi Hoax di Media Sosial

Proteksi Hoax di Media Sosial

ilustrasi proteksi berita hoax

Surau.co. Media sosial telah menjadi ruang utama pertukaran informasi di era digital saat ini. Namun, kemudahan akses ini juga membuka celah bagi penyebaran hoax yang bisa merusak tatanan masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks adalah “berita bohong”. Berdasarkan laporan We Are Social & Hootsuite (2024), pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai 191 juta orang. Dengan jumlah ini, potensi penyebaran hoax di ruang digital Indonesia sangat besar.

Hoax memiliki daya rusak yang luar biasa, mulai dari menyulut konflik sosial hingga mengganggu stabilitas negara. Lembaga Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) mencatat lebih dari 1.200 berita bohong tersebar sepanjang tahun 2023, dengan kategori terbanyak seputar politik dan kesehatan.

Hoax juga dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga resmi. Ketika informasi palsu terus tersebar, masyarakat menjadi bingung dan enggan percaya pada berita valid.

Ciri-Ciri Hoax

Hoax biasanya menggunakan judul sensasional yang memancing emosi seperti ketakutan, kemarahan, atau kesedihan. Banyak hoax disebarkan dalam bentuk pesan berantai dengan ajakan seperti “sebarkan sebelum dihapus”.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Informasi palsu cenderung tidak menyertakan sumber yang kredibel atau hanya mengutip blog anonim dan akun media sosial tidak terverifikasi. Terkadang, hoax mencatut nama tokoh atau lembaga resmi untuk memperkuat kesan valid.

Gambar atau video yang disertakan seringkali adalah hasil editan atau diambil dari konteks yang berbeda. Fakta yang disajikan pun biasanya tidak lengkap, penuh generalisasi, dan tidak logis jika ditelusuri lebih dalam.

Jenis-Jenis Hoax di Media Sosial

Hoax di media sosial adalah ancaman nyata yang menyasar siapa saja tanpa pandang usia atau latar belakang.

Menurut Mafindo dan laporan Kominfo RI (2023), terdapat beberapa jenis hoax utama yang sering muncul. Pertama, hoax politik yang bertujuan menyerang tokoh, partai, atau ideologi tertentu menjelang pemilu.

Kedua, hoax kesehatan, seperti klaim obat herbal menyembuhkan COVID-19 atau vaksin menyebabkan kematian, yang terbukti menyesatkan dan berbahaya. Ketiga, hoax keagamaan, yang digunakan untuk memprovokasi konflik antarumat beragama.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Jenis lainnya adalah hoax ekonomi, seperti berita bohong soal krisis ekonomi, tabungan digital palsu, atau investasi bodong. Bahkan, hoax bencana pun muncul, seperti berita gempa besar yang belum terjadi atau tsunami rekayasa.

Ada pula deepfake, yaitu manipulasi visual/audio menggunakan kecerdasan buatan untuk meniru tokoh publik. Jenis ini sangat berbahaya karena dapat menipu mata dan telinga publik secara langsung.

Cara Proteksi Diri dari Hoax

Langkah pertama untuk melindungi diri dari hoax adalah dengan verifikasi informasi sebelum membagikannya. Gunakan platform cek fakta seperti:
TurnBackHoax.id oleh Mafindo
Cekfakta.com, kolaborasi antar media nasional
Kominfo.go.id, laman resmi klarifikasi hoax pemerintah

Cek keaslian gambar atau video melalui fitur reverse image di Google Lens atau TinEye.com. Jangan hanya membaca judul, namun baca isi artikel secara menyeluruh dan kritis.

Periksa sumber berita — apakah berasal dari media arus utama dan memiliki standar jurnalistik. Jika tidak ada kredensial, nomor kontak redaksi, atau identitas jelas, sebaiknya abaikan. Laporkan akun atau konten hoax ke platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. 

Hikayat yang Menggetarkan: Menyelami Kitab Al-Mawa’idhul Ushfuriyah

Peran Pemerintah dan Edukasi Literasi Digital

Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk menjerat pelaku penyebar hoax. Pasal 28 ayat (1) dan (2) mengatur tentang penyebaran berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen atau menimbulkan kebencian. Namun, penindakan hukum saja tidak cukup untuk menghentikan hoax.

Program seperti Siberkreasi dari Kominfo dan Mafindo telah melakukan pelatihan dan kampanye literasi digital secara nasional. Tokoh masyarakat, guru, dan influencer juga berperan penting dalam menyebarkan nilai anti-hoax.

Dengan membangun budaya klarifikasi dan berpikir kritis, masyarakat bisa menjadi filter pertama atas informasi yang beredar. Inilah langkah penting dalam membentuk ekosistem digital yang sehat dan aman. 

Proteksi terhadap berita hoax bukan hanya tugas pemerintah atau platform digital, tetapi juga tanggung jawab pribadi setiap pengguna media sosial. Dengan literasi, empati, dan verifikasi, kita bisa membangun ruang digital yang lebih bermartabat dan informatif. *TeddyNs


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement