Keliru Jika Suami Malas Kerja dan Cuma Pasrah (Tawakkal):
Antara Tawakkal Sejati dan Kemalasan yang Dibungkus Agama.
Dalam kehidupan berumah tangga, tanggung jawab seorang suami bukan hanya soal kepemimpinan dan ketegasan dalam memimpin keluarga, tetapi juga dalam hal memenuhi kebutuhan pokok keluarga seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan pendidikan anak-anak. Semua itu membutuhkan usaha nyata, kerja keras, dan semangat juang yang tinggi. Namun, tidak sedikit kita temukan fenomena suami yang justru menjadikan dalih tawakkal (berserah diri kepada Allah) untuk menutupi kemalasannya dalam bekerja.
Padahal, Islam sangat jelas dalam mengajarkan bahwa tawakkal bukan berarti duduk diam menunggu rezeki turun dari langit. Tawakkal adalah berserah diri setelah berikhtiar, bekerja, dan berusaha semaksimal mungkin. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah ditanya mengenai seorang yang kerjanya hanya duduk di rumah atau di masjid dan berkata, “Aku tidak mengerjakan apa-apa. Rizkiku pasti akan datang sendiri.” Maka Imam Ahmad menjawab, “Orang ini sungguh bodoh.”
Lalu beliau mengingatkan sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
> “Allah menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku.”
(HR. Ahmad, dari Ibnu ‘Umar. Sanad hadits ini shahih menurut Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2831)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ sendiri tidak hanya mengandalkan doa dan tawakkal, tetapi juga bekerja keras, bahkan sampai ikut berperang, berdagang, dan berusaha sendiri. Maka bagaimana mungkin ada orang yang mengaku mengikuti sunnah Nabi tetapi menolak untuk berusaha dan bekerja?
Makna Tawakkal yang Sebenarnya
Tawakkal berasal dari kata “wakkala” yang berarti menyerahkan atau mempercayakan. Dalam konteks syariat, tawakkal berarti menyerahkan hasil akhir kepada Allah dengan tetap melakukan usaha yang maksimal. Tawakkal bukan berarti tidak berbuat apa-apa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah:
> “Tawakkal yang benar adalah menyandarkan hati hanya kepada Allah dalam memperoleh kemanfaatan atau menolak mudarat, dengan tetap melakukan sebab-sebab lahiriah yang diizinkan oleh syariat.” (Madarij As-Salikin, 2/122)
Jadi, seseorang yang mengklaim dirinya bertawakkal namun tidak mau bekerja adalah orang yang telah keliru memahami ajaran agama. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk pasif dan berpangku tangan. Bahkan, Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda bahwa sebaik-baik makanan adalah yang didapat dari hasil kerja keras sendiri.
Bekerja Adalah Kehormatan dan Kewajiban
Dalam Islam, bekerja adalah bentuk ibadah jika diniatkan dengan benar. Seorang suami yang bekerja demi menafkahi keluarga akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
> “Satu dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR. Muslim, no. 995)
Hadits ini menegaskan bahwa memberikan nafkah kepada keluarga bukan sekadar kewajiban, tetapi juga bentuk ibadah yang sangat mulia. Maka betapa besar dosa seorang suami jika ia sengaja tidak mau bekerja padahal mampu, dan membiarkan istri serta anak-anaknya hidup dalam kesusahan.
Bahaya Malas yang Disamarkan dengan Agama
Salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya adalah kemalasan. Namun yang lebih berbahaya lagi adalah ketika kemalasan itu dibungkus dengan dalih agama, seperti menyebut dirinya sedang bertawakkal atau sedang menunggu rezeki dari Allah. Ini adalah bentuk penyimpangan pemahaman yang sangat merugikan, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya.
Nabi Muhammad ﷺ sendiri tidak pernah memuji orang yang malas. Justru beliau mengajarkan agar umatnya berlindung dari kemalasan. Dalam salah satu doanya, beliau bersabda:
> “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sedih dan duka, dari kelemahan dan kemalasan…” (HR. Abu Dawud, no. 1541. Shahih)
Jika Nabi saja berlindung dari sifat malas, maka apalagi kita sebagai umatnya yang hidup dalam berbagai tantangan zaman. Jangan sampai kemalasan justru menjadikan seseorang kehilangan keberkahan hidup, dijauhkan dari pertolongan Allah, dan menelantarkan keluarga yang menjadi amanah terbesar.
Dampak Sosial dari Suami yang Malas
1. Ketidakseimbangan dalam Rumah Tangga
Istri harus memikul beban ganda: mengurus rumah dan mencari nafkah. Hal ini rentan memicu konflik dan ketidakharmonisan.
2. Anak Kehilangan Figur Ayah yang Tangguh
Anak-anak akan meniru ayahnya. Jika sang ayah malas, anak bisa kehilangan motivasi dalam menata masa depan.
3. Terpuruknya Ekonomi Keluarga
Tanpa pemasukan tetap dari kepala keluarga, rumah tangga terancam dalam lingkaran kemiskinan dan ketergantungan.
4. Hilangan Kepercayaan dan Respek dari Istri dan Masyarakat
Suami yang tidak bertanggung jawab akan kehilangan wibawa di mata istri, anak, dan masyarakat.
Solusi: Bangkit dengan Semangat dan Tawakkal yang Benar
Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh suami yang ingin keluar dari kemalasan dan memahami tawakkal dengan benar:
1. Niatkan bekerja sebagai ibadah
Tanamkan dalam hati bahwa bekerja adalah bentuk pengabdian kepada Allah dan bentuk kecintaan kepada keluarga.
2. Perbaiki pemahaman tentang tawakkal
Pelajari dalil-dalil shahih dan tafsir ulama tentang hakikat tawakkal agar tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru.
3. Mulailah dari pekerjaan sekecil apa pun
Jangan menunggu pekerjaan ideal. Rasulullah ﷺ sendiri pernah berdagang, memerah susu kambing, dan melakukan pekerjaan kasar.
4. Tingkatkan keterampilan dan wawasan
Manfaatkan waktu luang untuk belajar, mengikuti pelatihan, atau membuka usaha kecil-kecilan.
5. Bergaul dengan orang-orang yang positif dan pekerja keras
Lingkungan yang baik akan mendorong kita untuk lebih semangat dan tidak mudah menyerah.
Penutup
Tawakkal adalah ajaran mulia dalam Islam, namun harus dipahami dan dipraktikkan dengan benar. Suami yang hanya duduk-duduk di rumah dengan dalih tawakkal sebenarnya sedang menzalimi dirinya dan keluarganya. Rasulullah ﷺ dan para sahabat adalah teladan dalam bekerja keras dan berjuang demi kebaikan keluarga dan umat.
Mari kita luruskan niat, perbaiki pemahaman, dan wujudkan rumah tangga yang penuh tanggung jawab, bukan dengan kemalasan yang dibungkus dalih spiritualitas semu. Semoga Allah memberikan kita rezeki yang halal, berkah, dan memampukan kita untuk menjadi pemimpin keluarga yang amanah dan penuh semangat kerja.
> “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin…” (QS. At-Taubah: 105) (Tengku Iskandar)
Sumber rujukan:
https://rumaysho.com/12205-suami-malas-kerja.html
Hadits: HR. Ahmad, Abu Dawud, Muslim
Kitab: Madarij As-Salikin, Shahih Al-Jaami’, Takhriij Ahaadits Ihya
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
