Kajian tentang Islam di Indonesia sering menyoroti bagaimana Islam mengalami proses lokalisasi, yakni melebur ke dalam kerangka budaya dan linguistik setempat. Salah satu dimensi menarik dalam konteks ini adalah tradisi literasi Al-Qur’an. Di Indonesia, tradisi ini berkembang dalam bentuk-bentuk unik dan berbeda dengan konteks Timur Tengah. Fenomena Turutan menjadi salah satu contoh yang menonjol. Awalnya, istilah ini digunakan untuk merujuk pada kitab cetak. Lambat laun, istilah ini mengalami pengendapan dan berubah menjadi istilah sekaligus metode pembelajaran membaca Al-Qur’an. Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana Turutan merepresentasikan praktik penamaan lokal melalui perspektif onomastik, untuk menyingkap fungsi sosiolinguistik dan kulturalnya dalam masyarakat Muslim di Indonesia.
Kerangka Telaah: Sosio-onomastik dan Lokalisasi Islam
Artikel tersusun dengan pendekatan studi atas literatur dan artikel media tentang metode membaca Al-Qur’an di Indonesia. Bahan utama meliputi kajian onomastik, literatur tentang Islam di Indonesia, serta artikel berbasis refleksi personal untuk melacak praktikalitasnya. Dengan demikian, tulisan ini menjadi eksplorasi berbasis data sekunder yang berupaya melacak praktik lokalisasi pedagogi Al-Qur’an di Indonesia.
Onomastik secara tradisional merupakan studi tentang nama: baik nama orang (antroponimi), tempat (toponimi), maupun kategori dan istilah yang digunakan dalam komunitas (Nicolaisen, 2015). Pendekatan sosio-onomastik memperluas cakupan ini dengan menelaah bagaimana praktik penamaan merefleksikan konstruksi identitas budaya (Sjöblom et al., 2012; Sabet & Zhang, 2020).
Dalam konteks Islam, perspektif ini krusial untuk memahami bagaimana ajaran Islam diadopsi dan kemudian dilokalisasi. Ronit Ricci (2011) menekankan bahwa penyebaran Islam di dunia Melayu-Indonesia tidak sekadar penerjemahan teks, tetapi juga melibatkan penjinakan semantik yang mendalam—mengintegrasikan konsep Arab-Islam ke dalam leksikon lokal. Istilah Turutan, yang berasal dari akar kata Jawa dan Melayu turut (mengikuti, patuh, atau runtut), menjadi contoh konkret proses ini. Nama lokal ini memperlihatkan bagaimana pembelajaran bertahap huruf Arab kemudian diwadahi dalam kategori linguistik yang akrab, memuat sekaligus dimensi pedagogik dan religius.
Asal-usul Metode Baghdadiyah dan Varian Penamaan Lokal
Data literatur terbaru memperjelas dasar historis dan teknis dari Turutan (Indal Abror, 2022). Sistem global di balik Turutan adalah Metode Baghdadiyah (Qa’idah Baghdadiyah). Metode pembelajaran ini mendasarkan pada tahajji (pengejaan huruf). Metode ini terserap melalui jalur-jalur persilangan budaya. Secara spesifik, istilah Baghdadi berasal dari Baghdad pada masa Daulah Abbasiyah. Namun demikian, siapa penyusunnya masih menjadi teka-teki historis. Beberapa pendapat mengaitkan dengan Abu Mansur Hifdzul Fikri al-Baghdadi atau Imam al-Khatib al-Baghdadi, namun belum ada verifikasi definitif.
Ciri khas metode ini adalah menekankan tahapan sistematis dalam pengenalan huruf hijaiyah: dimulai dari huruf tanpa harakat, lalu huruf dengan fathah, kasrah, dhammah, kemudian tanwin, sukun, tasydid, hingga penggabungan dua hingga enam huruf. Dengan total 17 tahapan, metode ini disusun untuk bergerak dari yang konkret ke abstrak, dari yang mudah ke yang sulit, dilengkapi pola bunyi repetitif dan berirama yang memudahkan hafalan anak-anak.
Turutan, Alipan, Alif-alifan: Perspektif Socio-onomastik terhadap Variasi Penamaan
Yang paling menarik dari pendekatan onomastik adalah bagaimana metode global ini memperoleh nama-nama lokal yang bervariasi di Nusantara. Mengutip Abror (2022), ada banyak varian istilah untuk membaca kitab Turutan yang merefleksikan proses lokalisasi:
- Di Jawa, istilah Turutan berarti “sesuatu yang diturut secara berurutan,” yang merepresentasikan nilai-nilai pedagogik Jawa tentang keteraturan, hirarki, dan kesabaran.
- Di wilayah Melayu dan Minangkabau, muncul istilah Alipan atau Mengkadam/Muqaddam, yang menekankan makna “pendahuluan” atau “pengantar,” menegaskan posisi tahap ini sebelum pembelajaran mushaf Qur’an penuh.
- Di berbagai daerah di Jawa dan Sumatera juga populer istilah Alif-alifan, mengacu pada huruf pertama hijaiyah yang menjadi titik mula.
Hal ini mengungkap bahwa meskipun pola pedagogik serupa, ragam penamaan lokal menciptakan mozaik onomastik yang khas, menegaskan bagaimana ajaran global diartikulasikan melalui idiom lokal.
Fungsi Sosial Penamaan yang Melebihi Aspek Teknis
Berdasarkan perspektif sosio-onomastik, penamaan lokal seperti Turutan tidak hanya bersifat teknis deskriptif, melainkan memikul fungsi sosial dan budaya yang lebih luas, beberapa praktiknya, sebagaimana tergambarkan oleh praktisi di bidang ini adalah sebagai berikut:
- Domestikasi budaya:
Penamaan Turutan membingkai literasi Al-Qur’an dalam narasi lokal tentang proses bertahap yang tertib, sejalan dengan etika belajar masyarakat Jawa-Melayu. - Penanda stratifikasi pendidikan:
Penyelesaian tahap Turutan menjadi semacam sertifikasi informal. Ungkapan guru, kyai atau orang tua tentang Turutan bukan sekadar catatan kemampuan membaca, melainkan simbol religiusitas seorang murid. - Jejak emosional dan memori kolektif:
Praktik Turutan sering kali terekam dalam ingatan masa kecil sebagai bagian dari praktik ritualitas kolektif yang memupuk afeksi religius komunitas yang khas.
Kritik Kontemporer dan Transformasi Metode
Seiring perkembangan zaman, metode tahajji ala Baghdadiyah yang terlokalisasi dalam Turutan mulai mengalami rekontekstualisasi. Hal itu karena praktik tahajji memakan waktu lama dan relatif general. Dalam beberapa waktu berikutnya, muncul inovasi seperti metode Qira’ati (oleh KH Zarkasyi di Semarang). Kemudian, muncul pula metode Iqro’ (oleh KH As’ad Humam di Yogyakarta) yang lebih menekankan pada pengenalan langsung fonem dan struktur kata. Bahkan, dalam tradisi mengaji kontemporer, muncul pula metode flash card.
Meski demikian, proses rekontekstualisasi seyogyanya tetap mengakar pada nilai-nilai filosofisnya. Nasihat ulama tafsir kontemporer seperti KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha’) mengingatkan agar pembelajaran Al-Qur’an tidak hanya berorientasi pada target kuantitas, tetapi juga kualitas. Gus Baha’ menegaskan bahwa ayat Al-Qur’an adalah hujjah, fondasi logika tauhid. Sehingga, belajar Qur’an tidak sekadar lancar membaca-mengingat, tetapi harus berlanjut pada penghayatan dan pemahaman secara substantif.
Implikasi bagi Kajian Lokalisasi Islam
Studi tentang Turutan menegaskan terjadinya “domestikasi ortodoksi Islam.” Komunitas Muslim Indonesia tidak sekadar mengimpor bentuk ortodoksi Arab, tetapi secara aktif menafsir ulang dan menamainya dalam bahasa serta semantik setempat. Beragam istilah lokal merupakan representasi penting bagaimana tradisi Qur’ani yang global dimiliki ulang oleh masyarakat lokal melalui praktik penamaan.
Dalam kerangka sosio-onomastik, fenomena ini memperlihatkan bahwa penamaan menjadi ruang negosiasi di mana Islam global dihidupkan dalam konteks keseharian masyarakat. Penamaan lokal memberi makna emosional, menumbuhkan rasa memiliki, sekaligus menjadi instrumen penting dalam proses pewarisan tradisi Qur’ani lintas generasi.
Kesimpulan
Melalui pendekatan sosio-onomastik, Turutan tampil bukan hanya sebagai kitab panduan mengaji atau metode saja, melainkan sebagai penanda budaya. Secara sosial, praktik ini menambatkan literasi Ilahi ke dalam nilai-nilai lokal tentang keteraturan, kesabaran, dan jenjang pembelajaran. Etimologi secara kontekstual mengaitkan tindakan sakral mempelajari Al-Qur’an dengan norma keseharian masyarakat. Sehingga, praktik ini menjadikan Al-Qur’an hadir dalam ruang-ruang sosial yang mengakar dan intim.
Kajian ini menegaskan bahwa Islam di Indonesia adalah arena kreatif di mana Islam meresap secara substantif di Nusantara. Perspektif sosio-onomastik memperlihatkan betapa pentingnya kajian tentang terminologi. Selain itu, tulisan ini membuka ruang baru dalam melihat proses penamaan sesuai konteks. Dengan demikian, hal ini memberi pemahaman tentang tekstur indigenisasi Islam di negeri dengan populasi Muslim terbesar ini.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
