Khazanah Pendidikan
Beranda » Berita » Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional

Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional

Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional
Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional

SURAU.CO Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis. Literasi merupakan jendela peradaban, alat yang membuka jalan bagi transformasi sosial, spiritual, dan kultural dalam kehidupan manusia. Dalam masyarakat Muslim di Indonesia, tradisi literasi berakar sangat dalam, bahkan sejak masa kanak-kanak. Anak-anak pertama kali mengenal dunia literasi bukan melalui buku teks sekolah, melainkan melalui pembelajaran membaca Al-Qur’an. Dalam konteks ini, dua metode paling berpengaruh dalam sejarah pendidikan Islam tradisional di Indonesia yaitu Turutan dan Iqra’.

Kedua metode tersebut tidak hanya berfungsi sebagai alat pedagogis, melainkan juga menyimbolkan pewarisan nilai-nilai keislaman sejak usia dini. Metode ini hadir di ruang-ruang kecil seperti mushala, surau, madrasah diniyah, dan rumah para ustaz, lalu menjadi bagian tak terpisahkan dari memori kolektif umat Islam Nusantara. Artikel ini menelusuri perkembangan historis keduanya, menggambarkan dinamika penggunaannya, serta memotret implikasi sosial-kulturalnya dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.

Asal-Usul Metode Turutan: Klasik yang Tak Tergerus Zaman

Metode Turutan sudah hadir sejak zaman dahulu, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat menyebutnya “Turutan” karena proses belajarnya berlangsung secara berurutan, dari huruf hijaiyah dasar hingga kemampuan membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Penyusun buku Turutan biasanya memulai dari pengenalan huruf Arab, lalu melanjutkan ke vokal (harakat), tanwin, sukun, tasydid, hingga murid mampu membaca Juz Amma.

Pada awal kemunculannya, buku Turutan hanya memuat huruf Arab gundul—tanpa harakat atau tanda baca. Kondisi ini membuat murid benar-benar harus fokus mendengarkan guru dan menirukan bacaan dengan tepat. Guru menyampaikan materi secara musyafahah (tatap muka langsung), dan murid menyetorkan bacaan satu per satu. Model pengajaran ini menumbuhkan kesabaran, ketekunan, dan rasa hormat terhadap guru.

Yang menjadikan metode Turutan istimewa bukan hanya karena mengajarkan kemampuan membaca, tetapi karena mendidik akhlak dan karakter. Para guru berperan sebagai pembentuk jiwa, bukan sekadar penyampai ilmu. Di ruang surau yang sederhana, dengan cahaya lampu minyak atau lampu teplok, para santri kecil diajarkan untuk duduk sopan, menunggu giliran dengan sabar, dan mengucapkan salam sebelum mengaji.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Masyarakat menjadikan surau dan langgar di desa-desa sebagai pusat pendidikan informal yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Di tempat-tempat inilah metode Turutan memainkan peran besar dalam membentuk generasi Muslim yang tangguh secara spiritual dan sosial. Banyak orang tua di pedesaan tetap memilih Turutan sebagai metode awal pembelajaran karena mereka meyakini keberkahan dan nilai karakter yang dikandungnya.

Munculnya Metode Iqra’: Sebuah Revolusi Literasi Islam Modern

Pada akhir dekade 1980-an, KH As’ad Humam bersama Tim Tadarus AMM dari Yogyakarta menciptakan metode Iqra’—sebuah pendekatan baru dalam pembelajaran Al-Qur’an yang lebih sistematis dan efisien. Mereka menyusun enam jilid buku Iqra’ secara bertahap, mulai dari pengenalan huruf, harakat, rangkaian suku kata, hingga kemampuan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan kaidah tajwid dasar.

Mereka merancang desain visual buku Iqra’ dengan warna cerah dan struktur yang menarik. Hal ini memudahkan anak-anak memahami pelajaran secara mandiri. Dengan metode ini, anak-anak tidak lagi harus menunggu giliran panjang seperti dalam Turutan. Mereka bisa belajar secara individu dengan bimbingan ringan dari guru. Banyak anak bahkan mampu membaca Al-Qur’an hanya dalam waktu tiga bulan dengan pembelajaran intensif.

Para pengajar di seluruh Indonesia segera mengadopsi metode ini karena Iqra’ menawarkan kemudahan, kecepatan, dan efektivitas. Mereka memperkenalkan metode ini baik di kota maupun di desa. Bahkan lembaga-lembaga pendidikan Islam di luar negeri turut menggunakan Iqra’.

Para guru juga merasa terbantu karena mereka bisa mengawasi banyak murid sekaligus dalam satu sesi. Setiap murid belajar sesuai dengan jilidnya masing-masing, tanpa harus menunggu giliran. Dengan sistem seperti ini, pembelajaran menjadi lebih fleksibel dan tidak terlalu bergantung pada intensitas tatap muka.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Dinamika Penggunaan: Tradisi Bertemu Modernitas

Meskipun Iqra’ memberikan efisiensi dan kemudahan, banyak pesantren salaf, madrasah tradisional, dan surau kampung tetap mempertahankan Turutan. Para kiai dan guru ngaji menilai metode ini lebih mendalam secara spiritual. Mereka menganggap Turutan bukan hanya sebagai cara membaca, tetapi juga sebagai jalan spiritual yang penuh nilai-nilai adab dan keberkahan.

Sebaliknya, para pendidik di lingkungan urban dan sekolah-sekolah formal lebih banyak menggunakan Iqra’. Mereka mengutamakan pendekatan instruksional yang cepat dan sistematis. Di sinilah terjadi pertemuan dua paradigma: Turutan yang mewakili kearifan lokal dan pendekatan sufistik, serta Iqra’ yang mencerminkan semangat modernitas.

Beberapa lembaga pendidikan kini mengembangkan pendekatan hibrida. Mereka menggabungkan struktur sistematis Iqra’ dengan praktik talaqqi dan setoran khas Turutan. Dengan cara ini, murid dapat memahami teknik membaca secara efisien, sekaligus membentuk kedekatan spiritual dengan guru. Model kombinasi ini terbukti efektif menjawab tantangan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional.

Implikasi Sosial-Budaya: Literasi sebagai Identitas Keislaman Lokal

Turutan dan Iqra’ membentuk identitas religius dan budaya anak-anak Muslim, bukan hanya sebagai alat baca. Para guru membesarkan anak-anak dalam suasana religius yang kental melalui Turutan: suara mengaji, lantunan doa bersama, kedisiplinan, dan rasa kekeluargaan yang erat.

Banyak orang dewasa menyimpan kenangan hangat ketika belajar Turutan. Mereka ingat saat duduk bersila di tikar pandan, membawa buku lusuh, menanti giliran mengaji dengan suara bergetar di hadapan guru. Semua menjadi pengalaman spiritual yang membekas seumur hidup.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Di sisi lain, metode Iqra’ memberi akses luas kepada anak-anak di kota-kota besar dan keluarga dengan waktu terbatas. Iqra’ memungkinkan mereka tetap belajar Al-Qur’an di tengah dinamika masyarakat modern yang serba cepat.

Tantangan dan Masa Depan Metode Literasi Islam Tradisional

Kini, teknologi digital menjadi tantangan besar bagi metode tradisional. Anak-anak bisa mengakses aplikasi Iqra’ di ponsel atau menonton video belajar tanpa bertemu guru. Peran surau dan guru ngaji tradisional perlahan bergeser, bahkan dalam beberapa kasus, masyarakat mulai mengabaikannya.

Namun, para pakar pendidikan Islam menegaskan pentingnya proses pembelajaran yang melibatkan ruhani dan karakter. Mereka menekankan bahwa guru, suasana belajar, kebersamaan, dan adab berguru tetap menjadi elemen yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

Lembaga pendidikan Islam perlu merancang kurikulum integratif agar dapat menggabungkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai tradisional. Mereka bisa menggunakan Turutan sebagai bahan pengayaan, sedangkan Iqra’ berfungsi sebagai instrumen utama yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.

Penutup

Turutan dan Iqra’ merupakan warisan pedagogis Islam Nusantara yang lahir dari dua zaman yang berbeda, namun keduanya tetap memberikan kontribusi besar dalam mencetak generasi Muslim yang melek huruf Al-Qur’an sejak dini.

Para pendidik memilih Turutan untuk mendidik karakter dan melestarikan tradisi. Mereka menggunakan Iqra’ untuk mempercepat proses belajar dan menjawab tuntutan masyarakat modern. Jika para pendidik menyinergikan keduanya dengan bijak, mereka dapat menghadirkan model pendidikan Islam yang holistik dan relevan bagi masa depan.

Membaca sejarah Turutan dan Iqra’ berarti kita membaca sejarah literasi Islam Indonesia—sebuah sejarah yang bukan hanya menyentuh huruf-huruf Arab, tetapi juga menghidupkan hati, budaya, dan ruhani generasi Muslim Nusantara. Dikutip dari berbagai sumber)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement