Opinion
Beranda » Berita » Kepentingan Kerabat Ditinggalkan Demi Kebutuhan Suami: Antara Ketaatan dan Prioritas

Kepentingan Kerabat Ditinggalkan Demi Kebutuhan Suami: Antara Ketaatan dan Prioritas

Kepentingan Kerabat Ditinggalkan Demi Kebutuhan Suami: Antara Ketaatan dan Prioritas

Kepentingan Kerabat Ditinggalkan Demi Kebutuhan Suami: Antara Ketaatan dan Prioritas.

 

 

Dalam dinamika kehidupan rumah tangga, sering kali seorang istri dihadapkan pada dilema antara memenuhi kewajibannya kepada suami dan perhatiannya terhadap keluarga atau kerabat. Contoh umum adalah ketika seorang wanita diminta suaminya untuk tinggal di kota lain, sementara orang tua atau saudara kandungnya tinggal jauh dan membutuhkan perhatian. Atau ketika seorang istri ingin membantu keuangan orang tuanya, tetapi suami belum merestui karena keuangan rumah tangga sendiri belum stabil.

Muncul pertanyaan besar: bolehkah seorang istri mengabaikan kepentingan kerabatnya demi memenuhi kebutuhan atau permintaan suami?

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Jawabannya tidak sesederhana “ya” atau “tidak”, karena Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan antara hak Allah, hak suami-istri, dan hak sesama manusia.

1. Ketaatan Istri kepada Suami: Prioritas Pertama Setelah Allah dan Rasul

Dalam Islam, ketika seorang wanita sudah menikah, maka suami menjadi orang yang paling berhak atas dirinya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
(HR. Tirmidzi no. 1159)

Tentu ini bukan dalam arti sujud penyembahan, tetapi bentuk ketaatan tingkat tinggi. Dari hadis ini, kita paham bahwa ketaatan kepada suami dalam perkara yang ma’ruf (baik dan tidak melanggar syariat) menjadi kewajiban utama istri, bahkan lebih tinggi dari ketaatan kepada orang tua, setelah dia menikah.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

2. Hubungan dengan Kerabat Tetap Harus Dijaga

Meskipun ketaatan kepada suami menjadi prioritas, hubungan darah tidak boleh diabaikan. Memutus silaturahim dengan orang tua atau kerabat termasuk dosa besar. Allah berfirman:

> “Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan silaturahim? Itulah orang-orang yang dilaknat Allah…” (QS. Muhammad: 22-23)

Jadi, meninggalkan kepentingan kerabat dalam rangka taat kepada suami boleh saja, selama bukan berarti memutus silaturahim.

Contohnya: jika suami meminta istri tidak pulang kampung karena alasan kesehatan anak atau pekerjaan yang padat, maka istri perlu menaati. Namun ia bisa tetap menjaga silaturahim melalui telepon, video call, atau mengirim bantuan keuangan bila mampu.

3. Izin Suami: Syarat Utama Istri Bertindak

Dalam Islam, istri tidak boleh bepergian tanpa izin suami, termasuk jika hendak mengunjungi orang tua.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa sunnah tanpa izin suaminya, dan tidak halal ia mengizinkan seseorang masuk ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Begitu pula jika seorang istri ingin membantu keuangan orang tuanya, maka lebih baik dengan izin suami, agar tercipta keharmonisan dan keterbukaan dalam rumah tangga.

4. Suami yang Bijak Tidak Melarang Istri Berbuat Baik

Meskipun suami berhak atas istri, suami yang baik tidak akan melarang istrinya untuk berbuat baik kepada orang tuanya, selama itu tidak mengganggu kebutuhan rumah tangga. Bahkan, ia akan mendorong istri untuk menyambung silaturahim dan membantu kerabat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

5. Solusi Seimbang: Musyawarah dan Empati

Keputusan untuk “meninggalkan” kerabat demi suami tidak harus menjadi konflik. Yang dibutuhkan adalah komunikasi, pengertian, dan musyawarah. Berikut beberapa prinsip yang bisa dipegang:

Istri harus menjelaskan dengan lembut keinginan untuk membantu kerabat.
Suami hendaknya memahami bahwa kebaikan pada mertua atau saudara ipar juga berpahala.
Keputusan diambil bersama, bukan sepihak.

6. Mengutamakan Rumah Tangga, Menjaga Keseimbangan Sosial

Jika seorang istri terlalu mementingkan urusan keluarganya di atas keluarga yang sedang ia bangun bersama suami, ini bisa merusak keharmonisan rumah tangga. Namun, jika ia terlalu menutup diri dari keluarganya sendiri, bisa timbul rasa bersalah, atau bahkan pertengkaran antar keluarga besar.

Islam mengajarkan wasathiyah (tengah-tengah). Prioritaskan kebutuhan rumah tangga terlebih dahulu, tapi jangan mengabaikan kerabat yang memang sangat membutuhkan.

Kesimpulan

Ketaatan kepada suami adalah prioritas utama bagi istri setelah menikah, selama perintahnya dalam batas syariat.
Kepentingan kerabat bisa dikalahkan, jika memang kebutuhan suami lebih mendesak dan penting, atau jika kondisi tidak memungkinkan.
Namun, silaturahim tetap wajib dijaga, dan tidak boleh diputuskan sama sekali.
Komunikasi dan kerjasama suami-istri adalah kunci agar tidak terjadi ketimpangan antara kewajiban sebagai istri dan bakti kepada keluarga.

Penutup

Meninggalkan kepentingan kerabat bukan berarti mengabaikan mereka. Namun ini bagian dari pengorbanan istri dalam membangun rumah tangga yang sakinah. Suami pun harus mengapresiasi hal ini, dan memberi ruang agar istrinya tetap bisa menjadi anak dan saudara yang berbakti. Di situlah letak indahnya syariat Islam: menjaga hak, menunaikan kewajiban, dan menumbuhkan cinta.

> “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya…” (HR. Tirmidzi). 

(Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement