Sejarah
Beranda » Berita » Metode Baghdadi: Tinjauan Sejarah dan Signifikansinya di Indonesia

Metode Baghdadi: Tinjauan Sejarah dan Signifikansinya di Indonesia

Ilustrasi Pembelajaran Islam di Nusantara

Para santri tentu mengenal metode Baghdadi (Qa’idah Baghdadiyah) sebagai bagian penting sejarah sistem baca-tulis Al-Qur’an di Indonesia. Metode ini membuktikan persilangan budaya sejak abad ke-13 lewat saudagar Hadhramaut, Gujarat, dan jaringan haji Nusantara abad ke-17. Mereka tidak hanya mewarnai sistem ekonomi dan politik, tetapi juga ikut membangun pendidikan Islam.

Sejumlah riwayat menyebut Abu Mansyur Hifdzul Fikri Al-Baghdadi (376 H/1009 M) atau Abu Mansur Abdul Qadir Al-Baghdadi sebagai penyusun awalnya, sementara pendapat lain mengaitkan gagasan ini dengan Imam Al-Khatib Al-Baghdadi (w. 463 H/1071 M) meski daftar karyanya terlacak tidak mencatat metode ini.  Meski begitu, memang pada masa Abbasiyah (abad ke-8–13 M), Baghdad yang berlokasi di Irak saat ini memang menjadi pusat standar pedagogi untuk keperluan talaqqi (transmisi langsung guru-murid).

Islam yang berkembang hingga ke Nusantara nyatanya tak hanya sekadar transaksi perdagangan atau mengubah sistem keyakinan menjadi berlandaskan tauhid, tetapi juga menghadirkan tradisi pedagogis baru. Ulama dan saudagar terlacak menyebarkan metode Baghdadi lewat madrasah kecil serta surau pesisir. Dalam interaksi budaya ini, penting untuk kita lebih memahami bagaimana perkembangan metode ini hingga sekarang.

Struktur Pedagogi: Antara Tahaji, Repetisi, Dan Internalisasi Fonetik

Dalam beberapa istilah, metode Baghdadi kerap diidentikkan dengan metode turutan dalam tradisi hafalan di nusantara. Turutan mengandung makna sesuatu yang diturut, dicontoh, dan dibaca berurutan. Yuanda Kusuma dalam Model-Model Perkembangan Pembelajaran BTQ di TPQ/TPA Indonesia (2018) menekankan metode ini tak hanya menguatkan literasi Qur’ani secara fonetik, tetapi juga merancang pembentukan adab, kesalehan personal, dan tarkibiyah (pembelajaran bertahap).

Secara konseptual, metode Baghdadi membangun struktur pedagogi yang khas dengan tiga pilar utama: tahaji (تهجي, ejaan huruf), takrar musalsal (تكرار مسلسل, repetisi berjenjang), dan tadzkir sawti (تذكير صوتي, internalisasi fonetik). Santri memulai dengan tahaji, yakni mengeja huruf hijaiyah satu per satu, dengan fathah, kasrah, dhammah. Dari situ, santri lalu berlanjut ke huruf bersambung. Sehingga, santri dapat memahami struktur bunyi lafal Arab sejak dasar.

Kitab Qomi’ut Tughyan: Panduan Mengetahui 77 Cabang Iman

Selanjutnya guru menanamkan pola takrār musalsal. Pola ini mengulang secara sistematik dalam sedikitnya 17 tingkatan yang terus memutar 30 huruf hijaiyah. Pengulangan ini bukan hanya teknik hifz (hafalan), tetapi cara memastikan fonem melekat kuat dalam memori jangka panjang. Berikutnya pada tahap tadzkir sawti, santri melatih bacaan berirama seperti “alif fathah a, ba fathah ba,” untuk menegaskan makharij al-huruf (tempat keluarnya huruf dari dalam rongga tenggorokan) dan mad (panjang-pendeknya bacaan) yang presisi.

Metode ini secara pedagogis tidak sekadar melatih pengenalan visual mushaf, tetapi juga membiasakan lidah, telinga, dan bahkan batin santri bergerak selaras dengan kaidah tajwid. Dengan begitu, Baghdadi memberi landasan bagi basariyyah (visual), sam‘iyyah (auditori), harakiyyah (motorik), sekaligus wujudiyyah (afektif), menjadikannya pendekatan kamil (holistik) dalam membangun kecakapan qira’ah Al-Qur’an di Nusantara.

Lokalisasi dan Adaptasi

Penyebaran metode Baghdadi di Nusantara melahirkan lokalisasi lughawiyyah (adaptasi linguistik) dan taswir basariyyah (visualisasi khas). Dari aspek visual, metode ini berkaitan erat dengan mushaf cetakan Bombay yang sejak 1870-an mendominasi Asia Tenggara berkat harga murah, distribusi lewat pelabuhan Singapura, Batavia, dan Penang, serta desain tipografinya yang digemari ulama Nusantara. Mushaf Bombay menampilkan khat tebal serta tanda waqaf seperti tha’, shad, qaf-fa’, yang jamak muncul dalam metode Baghdadi. Dalam edisi Karya Toha Putra (2011) pun, tercatat muncul daftar Alamat ar-Rumuz allati fi al-Qur’an al-Majid yang memuat isyarat tha’, shad, qaf, fa’, kaf, hingga lam-alif saghirah untuk wakaf atau iqlab, meski Mushaf Standar Indonesia pasca-1984 hanya menggunakan qaf-lam-ya’ dan shad-lam-ya’.

Dari sisi linguistik, masyarakat menyesuaikan istilah sesuai dialek setempat. Di Cianjur, fathah berubah menjadi jabar, kasrah menjadi jeer, dhammah menjadi pees, meniru pola bunyi Sunda. Sementara di Padang (Minangkabau), muncul istilah di ateh, di bawah, dan di dapan, memanfaatkan metafora ruang untuk menjelaskan posisi baris. Adaptasi ini membuktikan bahwa metode Baghdadi tidak hanya berfungsi sebagai alat teknis untuk belajar qira’ah. Sebab, metode ini juga berperan aktif sebagai wasilah tsaqafiyyah (media kebudayaan) yang menanamkan literasi suci melalui idiom yang akrab dengan pola pikir masyarakat lokal.

Fungsi Sosial dan Reproduksi Ethos

Metode Baghdadi tidak hanya menjadi alat literasi fonetik, tetapi juga membentuk fungsi sosial yang sangat penting dalam merawat ethos religius masyarakat Muslim Nusantara. Bagi banyak anak Muslim Indonesia, proses sistemik pertama untuk mengenal Islam justru bermula saat mereka mempelajari Al-Qur’an lewat metode ini. Tulisan Metode Al-Baghdadi dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an (2024) menegaskan bahwa tahapan Baghdadi menanamkan ta’zhim al-Qur’ān (penghormatan kepada mushaf) sejak dini. Sebab, setiap pembelajarannya berjalan penuh ketelitian, didampingi guru, dan terbungkus oleh adab.

Hak Asasi vs Hak Asasi Manusia dalam Islam dan Filsafat

Buku Putih Pesantren Mu‘adalah (Zayadi et al., 2020) juga mencatat metode Baghdadi sebagai tahap sebelum santri menapaki kitab kuning seperti fiqh, tafsir, atau tasawuf. Tradisi ini memastikan santri memiliki bekal fonetik yang kokoh agar mampu membaca teks Arab gundul tanpa harakat. Ensiklopedia Karya Tokoh Pesantren (2023) menegaskan bahwa mayoritas karya ulama Nusantara memang ditulis tanpa tanda baca. Sehingga, hanya santri yang melewati tempaan tahaji yang dapat mengakses secara fasih.

Transisi Metode ke Era Kontemporer

Metode Baghdadi memang menempati posisi sentral dalam tradisi pengajaran Al-Qur’an di Nusantara selama berabad-abad. Akan tetapi, seiring menghadapi dinamika pembaruan, masyarakat mulai menuntut kecepatan (sur‘ah) dan hasil praktis. Kondisi ini memicu lahirnya berbagai rekontekstualisasi, menghadirkan metode yang lebih adaptif terhadap ritme sosial modern.

KH Dahlan Salim Zarkasy pada 1963 mengenalkan metode Qiroatiyah di Semarang, langsung membawa santri ke pembacaan teks tanpa tahaji panjang, meski tetap menjaga akurasi tajwid sejak mula. Atau KH. As’ad Humam pada akhir 1980-an yang merumuskan Iqro’. Iqro’ merupakan susunan kurikulum modular dalam enam jilid bertingkat agar proses belajar lebih progresif dan terstruktur. Meski terus mengalami proses pembaruan, akar sejarah tradisi tutur ini tentunya memberi warna tersendiri dalam khazanah Islam di Indonesia

Penutup: Tradisi yang Mengalir Lintas Generasi

Metode Baghdadi bukan sekadar sistem fonetik kaku warisan Baghdad yang beredar ke Nusantara secara mekanik. Sebaliknya, ia bergerak sebagai struktur pedagogis dinamis dan selaras dengan konfigurasi sosial Muslim Indonesia. Dari Baghdad abad pertengahan, tradisi ini menempuh jalur saudagar dan ulama ke pesisir Melayu. Dari putihnya pasir di pesisir pantai, tradisi ini merasuk dan bersemayam di surau-surau, pesantren, hingga pengajian-pengajian Nusantara.

Sebagai warisan sejarah, metode Baghdadi menanamkan penghormatan terhadap al-Qur’ān sekaligus membangun kolektivisme di lingkungan Islam. Hal ini juga menegaskan, khususnya di kalangan pesantren, tentang pentingnya adab ketika bersentuhan dengan kalam Allah dan kitab-kitab klasik. Dalam kerangka ini, Baghdadi hadir sebagai living tradition, yakni sebuah tradisi hidup yang terus berdenyut bersama masyarakat Muslim Indonesia. Hal ini juga menegaskan dirinya sebagai pranata literasi sakral yang selalu relevan dan menjadi akar sejarah tradisi Islam di Nusantara.

Fintech: Peluang Emas untuk Ekonomi Islam Digital


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.