Kisah
Beranda » Berita » Karomah Sayyidina Ali dan Kekuatan Al-Fatihah

Karomah Sayyidina Ali dan Kekuatan Al-Fatihah

Simak kisah karomah Sayyidina Ali yang menyambungkan tangan putus dengan Al-Fatihah.
Simak kisah karomah Sayyidina Ali yang menyambungkan tangan putus dengan Al-Fatihah. Sebuah bukti kekuatan iman dan kedudukannya di sisi Nabi Muhammad SAW.

SURAU.CO. Sayyidina Ali bin Abi Thalib memiliki banyak keistimewaan. Beliau adalah menantu sekaligus sepupu Nabi Muhammad SAW. Posisinya sangat dekat dengan Rasulullah. Salah satu keistimewaan tersebut adalah karomah luar biasa yang Allah anugerahkan kepadanya. Kisah-kisah tentang Sayidina Ali sering menyoroti kecerdasan dan keberaniannya. Namun, ada satu cerita karomah yang jarang terdengar. Kisah ini menunjukkan betapa dalamnya iman dan kedekatan Ali dengan Allah SWT. Cerita ini menjadi bukti keagungan Al-Qur’an dan kekuatan keyakinan.

Kedudukan Ali di sisi Nabi memang sangat istimewa. Rasulullah pernah bersabda, “Kedudukan Ali bagiku seperti kepala dari tubuhku.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Ali bagi Nabi. Dalam hadis lain, Rasulullah juga menegaskan posisinya. “Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi setelahku.” Hadis ini memperkuat betapa mulianya sahabat yang satu ini.

Bahkan, dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad pernah berdoa. Di dekat beliau ada seekor burung. Beliau bersabda, “Ya Allah, semoga Engkau mendatangkan kepadaku makhluk yang paling Engkau cintai, agar dia bisa memakan burung ini bersamaku.” Tak lama kemudian, datanglah Ali bin Abi Thalib. Beliau pun makan bersama Nabi. Ini menjadi tanda cinta Allah kepada Ali. 

Kisah Tangan Putus yang Tersambung Kembali

Banyak kitab klasik mencatat karomah Sayyidina Ali. Kisah ini disadur dari buku “Kisah-Kisah Keajaiban Al Quran” karya Mustafa Muhammad Ahwazi. Salah satu kisah yang paling menakjubkan terjadi pada masanya. Suatu hari, seorang sahabat mengalami musibah besar. Tangannya terputus dalam sebuah insiden. Sahabat itu merasa bingung dan putus asa. Ia tidak tahu harus meminta pertolongan kepada siapa. Kemudian, ia teringat akan sosok Sayyidina Ali. Ia segera menemuinya dengan penuh harapan.

Ia menceritakan kejadian yang menimpanya. Lalu, ia memohon doa kepada Ali agar tangannya bisa sembuh. Sayyidina Ali menenangkan sahabat tersebut. Beliau lalu memegang tangan sahabatnya yang telah terputus itu.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Dengan penuh keyakinan, Ali mulai berdoa kepada Allah. Beliau memohon kesembuhan untuk sahabatnya. Sebuah keajaiban pun terjadi di depan mata. Tangan yang putus itu perlahan tersambung kembali. Tidak ada bekas luka sedikit pun. Sahabat itu menjadi sehat seperti sedia kala.

Rahasia di Balik Doa Al-Fatihah

Sahabat tersebut tentu sangat bahagia. Namun, rasa penasaran mulai muncul dalam hatinya. Ia ingin tahu doa apa yang dibaca oleh Ali. Doa sakti apa yang bisa menyambung tangan putus? Rasa penasaran itu terus membuncah. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Ali, doa apa yang engkau baca? Tanganku bisa sembuh seperti sediakala,” tanyanya.

Sayyidina Ali memberikan jawaban yang sangat singkat. “Aku membaca surat al Fatihah,” jawabnya.

Mendengar jawaban itu, sahabat tersebut terkejut. Ia merasa heran dan sedikit meremehkan. Ia tidak percaya doa sehebat itu hanya berasal dari Al-Fatihah. Baginya, Al-Fatihah adalah surat yang biasa ia baca setiap hari. Ia pun menyepelekan kekuatan surat tersebut. Seketika, keajaiban terjadi lagi. Namun, kali ini adalah keajaiban yang menyedihkan. Tangan sahabat itu tiba-tiba terputus kembali. Ia terdiam dan terperanjat. Ia langsung menyadari kesalahannya. Ia telah meremehkan firman Allah yang dilantunkan oleh lisan mulia Sayyidina Ali.

Dengan penuh penyesalan, ia segera meminta maaf. Ia memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada Sayyidina Ali. Kisah ini mengajarkan bahwa kekuatan doa bukan hanya pada bacaannya. Namun, terletak pada keyakinan penuh kepada Allah SWT.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

Mengenal Sosok Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib lahir di Mekkah. Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul al-Muthalib. Ayahnya, Abu Thalib, merupakan paman Nabi Muhammad. Ibunya bernama Fatimah binti Asad.

Beliau memeluk Islam saat usianya masih sangat muda. Kala itu ia baru berusia sekitar 7 hingga 10 tahun. Ali termasuk kelompok pertama dari kalangan anak-anak yang masuk Islam. Ia tumbuh besar dalam asuhan Nabi Muhammad. Pada tahun ketiga Hijriyah, Ali menikah dengan putri Nabi, Fatimah Az-Zahra. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua putra. Keduanya adalah cucu kesayangan Nabi, yaitu Hasan dan Husain.

Secara fisik, Ali memiliki kulit sawo matang dan tubuh yang tidak terlalu tinggi. Ia memiliki janggut lebat dan mata besar yang indah. Wajahnya sangat tampan. Beliau adalah pribadi yang energik, sangat cerdas, dan ahli dalam hukum agama. Dalam medan perang, ia adalah pejuang yang gagah berani. Dalam pergaulan, ia adalah sahabat yang sangat setia. Sayidina Ali adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Ia dicintai Allah dan Rasul-Nya, serta menjadi teladan bagi seluruh umat Islam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement