SURAU.CO. Era AI bukan lagi masa depan, tetapi masa kini. Perkembangan teknologi semakin pesat. Banyak pekerjaan yang biasanya diikerjakan oleh manusia secara manual, sekarang sudah digantikan oleh AI. Bahkan AI bisa bekerja lebih baik dan lebih cepat dari manusia. Menurut laporan World Economic Forum (2023), 44 persen keterampilan tenaga kerja global akan tergeser dan perlu diperbarui sebelum tahun 2027.
Anak-anak tumbuh dengan teknologi yang semakin canggih, terutama dengan hadirnya Artificial Intelligence (AI). AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mulai dari asisten virtual hingga sistem rekomendasi di platform media sosial. Penting bagi orang tua untuk mempersiapkan anak-anak mereka, tidak hanya dengan keterampilan yang relevan di era AI, tetapi lebih dari itu mengasah naluri menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. AI mungkin mengubah cara kita bekerja, tapi ia tidak bisa menggantikan nilai-nilai kemanusiaan.
Perkembangan teknologi dan AI yang semakin pesat, tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga banyak dampak negatifnya. Akses dan cara penggunaan AI yang sangat mudah, sehingga dapat digunakan oleh semua orang termasuk anak-anak. Dalam banyak situasi AI dapat membantu dan memberikan solusi, sehingga membuat anak jadi malas berfikir. Zaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan cepat. Dan yang paling mungkin bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan perkembangan itu.
Keterampilan yang Dibutuhkan di Era AI
Menurut laporan World Economic Forum (WEF) keterampilan paling dibutuhkan di era digital, adalah:
- Keterampilan analitis dan pemecahan masalah: Kita perlu latih anak-anak buat analisis data, identifikasi pola, dan bikin keputusan berdasarkan informasi yang ada.
- Keterampilan kreatif dan inovatif: AI dapat membantu meningkatkan kreativitas anak-anak dengan memberikan mereka alat dan sumber daya untuk mengembangkan ide-ide baru.
- Keterampilan komunikasi dan kolaborasi: Anak-anak perlu belajar untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain, baik secara langsung maupun melalui teknologi.
- Keterampilan adaptasi dan fleksibilitas: Anak-anak perlu belajar untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan lingkungan yang cepat.
Menurut survei Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2020, 71% anak usia 15 tahun di negara-negara OECD udah pake komputer atau tablet buat sekolah. Namun, hanya 47% dari mereka yang telah menggunakan teknologi untuk mengembangkan keterampilan kreatif dan inovatif.
Berangkat dari itu semua, kita perlu berikan beberapa bekal ini kepada anak-anak buat menghadapi era AI:
- Pendidikan coding dan pemrograman: Belajar coding dapat membantu anak-anak memahami bagaimana teknologi bekerja dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
- Pengembangan keterampilan analitis dan logis: Kita perlu latih anak-anak buat analisis data, identifikasi pola, dan bikin keputusan berdasarkan informasi yang ada.
- Pengembangan kreativitas dan inovasi: Kita perlu berikan anak-anak kesempatan buat kembangkan ide-ide baru dan berpikir kreatif.
- Pengembangan keterampilan sosial dan emosional: Anak-anak perlu belajar untuk berkomunikasi efektif, berempati, dan bekerja sama dengan orang lain.
Dengan mempersiapkan anak-anak dengan keterampilan yang relevan dan bekal yang tepat, kita dapat membantu mereka menghadapi masa di era AI dengan percaya diri dan sukses. Semua ini bukan hanya soal teknologi. Kemajuan algoritma membuat anak-anak butuh lebih dari sekadar kecakapan teknis dalam menggunakan AI. Tetapi juga perlu membangun karakter, nilai, nalar dan empati yang bertanggung jawab dalam setiap situasi.
Bersikap Kritis dan kreatif
Gary Marcus, profesor AI dari New York University, dalam The Ezra Klein Show (2023) menyebut AI sebagai “sistem yang fasih, tapi belum tentu benar.” Banjir informasi dan nyaris tanpa saringan, menuntut anak-anak untuk mampu berfikir kritis. Mencari tau kebenaran sumber dan isi sebuah data sebelum menyimpulkan dan mengambil keputusan. Mudah dalam mendapatkan informasi, hati-hati dalam penggunaannya.
Memperbanyak dialog dalam proses pembelajaran, mampu mengasah insting kritis anak-anak. Meningkatkan rasa ingin tahu dan bereksplorasi atas rasa ingin tahu itu. Anak-anak tak cukup hanya bisa mengakses jawaban cepat, mereka harus mampu menilai sumber, mempertanyakan asumsi, dan memilah mana informasi valid dan mana yang bias atau bahkan menyesatkan.
Kita perlu terus asah kreatifitas kita, termasuk dalam penggunaan AI. Misalnya, buat prompt AI yang tepat, kita butuh kreatifitas dan ilmu komunikasi yang baik biar jawabannya sesuai dengan yang kita mau. AI tidak sepintar itu, tidak semua hal bisa dikerjakan AI dengan baik. AI nggak bisa kerja sendiri tanpa bantuan manusia, jadi kita harus pakai kreatifitas dan kemampuan kita buat mengelola AI dengan baik.
Fei-Fei Li, profesor AI dari Stanford, menyampaikan dalam wawancara dengan The Daily (2022), “AI tidak punya niat baik atau jahat—semua tergantung pada manusia yang mengarahkannya.” Kita harus ajak anak-anak berdiskusi tentang nilai, pilihan yang berdampak, dan menjadi warga digital yang beradab. Selain itu, kita juga perlu tanamkan empati dan tanggung jawab moral dalam setiap karya mereka. Manusia memiliki keunikan dalam kreatifitas dan mengelola emosi, tidak bisa digantikan oleh mesin.
Penutup
Kita harus punya pengetahuan teknis yang mumpuni buat menghadapi dunia yang serba canggih ini! Anak-anak perlu belajar algoritma dan coding biar bisa menguasai teknologi AI. Kita semua perlu untuk terus mengupdate pengetahuan teknis itu biar nggak ketinggalan zaman. Kemampuan beradaptasi dengan setiap perubahan menjadi alasan unuk tidak pernah berhenti belajar.
Namun lebih penting dari itu, membentuk mental dan nilai-nilai kemanusiaan anak dalam menyikapi setiap situasi. Kita tak bisa bersaing dengan mesin dalam kecepatan, tapi kita bisa menang dalam hal makna dan nilai kemanusiaan. Kita harus membentuk anak-anak menjadi manusia seutuhnya yang bisa merasa, menilai, berpikir, berempati, dan bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Rujukan
Li, F-F. (2022). Interview in The Daily, New York Times.
Marcus, G. (2023). The Ezra Klein Show Podcast, New York Times.
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2020). PISA 2018 Results: What Students Know and Can Do.
World Economic Forum. (2023). The Future of Jobs Report 2023.https://www.weforum.org/publications/the-future-of-jobs-report-2023 Teknologi Membuat Kita Lebih Cerdas atau Justru Malas?
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
