Berita Nasional
Beranda » Berita » Wakil Ketua DPR Sebut Komitmen Prabowo Pada Pesantren

Wakil Ketua DPR Sebut Komitmen Prabowo Pada Pesantren

Menunggu komitmen Presiden Prabowo pada pendidikan pesantren
Wakil Ketua DPR Cucun Syamsurijal yakin komitmen Prabowo akan menguatkan implementasi UU Pesantren melalui optimalisasi alokasi APBD untuk pendidikan pesantren.

SURAU.CO. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut Presiden terpilih Prabowo Subianto pada pengembangan dunia pesantren di Indonesia. Keseriusan Prabowo terlihat dari upayanya mendorong implementasi UU Pesantren. UU ini bernomor 18 Tahun 2019. Implementasi ini termasuk penguatan alokasi anggaran dari pemerintah daerah (pemda) yang  bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  (APBD).

“Saya yakin Pak Prabowo serius merealisasikan amanat UU Pesantren. Beliau sangat paham bahwa pendidikan harus dioptimalkan dan (dalam pelaksanaannya) bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemda,” ujar Cucun saat menghadiri Konferensi Internasional Transformasi Pesantren (ICTP) 2025 di Jakarta (27/6). Cucun, yang juga legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menekankan sumber pendanaan untuk pesantren sudah memiliki payung hukum yang jelas yang tertuang dalam UU Pesantren. Dana dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, dana juga bisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Oleh karena itu, ia mengingatkan sejumlah pemda untuk menjalankan amanat UU tersebut. Cucun mendesak mereka untuk segera mengambil langkah konkret. “Kalau ada daerah yang belum melaksanakan amanat UU Pesantren, harus segera dievaluasi. Bahkan, peraturan daerah (perda) yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus diikuti,” tegasnya. Ia menambahkan, peraturan turunan juga krusial seperti kepatuhan atas Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Bupati (Perbup). Kepatuhan ini memastikan implementasi UU Pesantren berjalan selaras di seluruh tingkatan.

Mendesak Optimalisasi Anggaran Daerah

Menurut Cucun, kehadiran UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) seharusnya menjadi angin segar. UU ini memberikan kekuatan baru bagi daerah. Pemda bisa mengalokasikan anggaran secara lebih tepat guna. Termasuk untuk sektor pendidikan nonformal seperti pesantren. Namun fakta di lapangan masih banyak daerah belum memanfaatkan peluang ini secara optimal.

Hal itu lanjut  Cucun karena kebijakan efisiensi yang belum sinkron menjadi salah satu penyebabnya. “Banyak APBD yang masih habis untuk belanja pegawai. Padahal, UU HKPD seharusnya membuat pemda bisa lebih fleksibel dan fokus pada penguatan fungsi anggaran sesuai peruntukan,” tegas anggota DPR RI dari dapil Jawa Barat II ini.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Cucun juga mengingatkan kembali tentang mandat konstitusi. Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD bukan hanya untuk sekolah formal. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan yang diakui negara, juga berhak mendapatkannya. “APBD ini masih banyak yang belum disiplin. Kami harus dorong terus agar alokasi pendidikan, termasuk untuk pesantren, benar-benar dijalankan. Ini bukan sekadar kebijakan, tetapi mandat konstitusi,” pungkasnya.

Jalan Panjang Pengakuan Negara terhadap Pesantren

Lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi tonggak sejarah. Ini adalah bentuk rekognisi atau pengakuan negara. Negara akhirnya mengakui eksistensi pesantren yang telah berusia berabad-abad. Lembaga ini sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. UU ini tidak hanya memberikan pengakuan. UU tersebut juga merupakan bentuk afirmasi dan fasilitasi negara untuk dunia pesantren.

Lahirnya regulasi yang berpihak pada kaum sarungan ini bukan tanpa sebab. Ia muncul dari serangkaian keresahan kalangan pesantren. Sebelumnya, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dirasa belum cukup. UU Sisdiknas belum mengakomodir aspirasi dan kearifan lokal pesantren. Padahal, jumlah pesantren sangat besar. Data Kementerian Agama tahun 2018 mencatat ada 28.194 unit pesantren di seluruh Indonesia.

Perjalanan menuju UU Pesantren tidak terjadi dalam semalam. Wacana ini sudah bergulir jauh sebelum UU Sisdiknas terbit. Kehadiran UU Sisdiknas dan PP Nomor 55 Tahun 2007 memang menempatkan pesantren dalam sistem pendidikan. Namun, statusnya hanya sebagai pendidikan keagamaan Islam nonformal. Pengakuan ini belum utuh. Sebab, praktik pendidikan di pesantren sangat terstruktur dan berjenjang. Beban belajarnya pun setara dengan pendidikan formal.

Tiga Fungsi Pesantren

Lebih dari itu, pesantren memiliki tiga fungsi utama. Selain fungsi pendidikan, ada pula fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat. Kebutuhan akan peraturan yang komprehensif pun semakin mendesak. Penetapan Hari Santri pada 22 Oktober menjadi momen penting. Presiden Joko Widodo menerbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 2015. Ini menjadi tonggak bersejarah pengakuan kontribusi santri dan pesantren bagi bangsa. Momen ini membuka jalan lebar bagi pengakuan utuh dalam bentuk undang-undang.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Proses legislasi pun dimulai. DPR menginisiasi RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan pada 16 Oktober 2018. Pemerintah merespons cepat. Presiden menunjuk Menteri Agama sebagai koordinator penyusunan Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Berbagai kementerian dan lembaga terkait dilibatkan. Kajian mendalam dilakukan bersama ormas, pakar, hingga pengasuh pondok pesantren.

Akhirnya, pembahasan mengerucut menjadi RUU tentang Pesantren. Pemerintah menyerahkan DIM dan naskah RUU kepada DPR pada 25 Maret 2019. Setelah melalui berbagai penyempurnaan, UU ini menjadi harapan baru bagi kemajuan pendidikan Islam di Indonesia.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement