SURAU.CO. Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah, sekaligus menjadi salah satu dari empat bulan haram (arba’atun hurum) yang begitu istimewa dalam Islam.
Empat bulan haram tersebut adalah Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Muharram sendiri memiliki keistimewaan karena menandai awal Tahun Baru Islam atau Hjiriyah, sehingga menjadi waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah dan muhasabah serta istighfar, memohon ampunan kepada Allah SWT.
Muharram Dikenal sebagai “Lebaran Anak Yatim” mengapa?
Di tengah perayaan Tahun Baru Islam, masyarakat Muslim seringkali menyambut bulan Muharram dengan penuh antusiasme dan beragam doa. Bahkan, sebagian umat Islam menganggap bahwa tanggal 10 Muharram sebagai “Iedul Yatama” atau hari raya bagi anak yatim. Tapi, dari mana asal mula istilah ini?
Sebenarnya, “Iedul Yatama” bukanlah hari raya yang secara resmi ada dalam ajaran Islam. Ia lebih merupakan ungkapan kegembiraan dan bentuk kepedulian terhadap anak-anak yatim. Pada hari tersebut, umat Islam berbondong-bondong memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, khususnya anak yatim. Hal ini didasari oleh semangat berbagi kasih sayang dan menunaikan perintah Rasulullah SAW.
Landasan Perintah untuk Menyantuni Anak Yatim
Perintah untuk menyantuni anak yatim bukanlah hal baru dalam Islam. Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya perbuatan ini. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah, menggambarkan betapa besar manfaatnya mengusap kepala anak yatim dan memberikan makan kepada orang miskin.
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Sesungguhnya aku mengeluhkan kerasnya hatiku.” Maka Rasulullah bersabda: “Jika Engkau ingin agar hatimu menjadi lembut, maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.”
Meskipun tidak ada dalil yang secara eksplisit menyebut Muharram sebagai bulan anak yatim, semangat kepedulian ini sejalan dengan nilai-nilai dalam al-Qur’an dan Hadis. Muharram menjadi momentum untuk mempererat tali silaturahmi dan berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan.
Peristiwa Karbala dan Spiritualitas Muharram
Bulan Muharram memiliki makna mendalam karena bertepatan dengan peristiwa tragis Karbala, yang terjadi pada tanggal 10 Muharram. Pada hari itu, cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Husain bin Ali, gugur bersama keluarga dan pengikutnya. Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam, dan banyak anak-anak menjadi yatim akibat tragedi tersebut. Dari sini, muncul semangat untuk berbagi kepada anak yatim.
Muharram bukan hanya tentang awal tahun, tetapi juga tentang mengenang penderitaan, keprihatinan, dan pentingnya berdiri bersama mereka yang menjadi korban dan kehilangan.
Kedudukan Istimewa Anak Yatim dalam Islam
Agama Islam menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat istimewa. Anak yatim adalah anak yang ayahnya telah meninggal dunia, sedangkan ibunya masih hidup dan belum memasuki usia baligh atau dewasa. Keistimewaan mereka tercermin dalam al-Qur’an, di mana penyebutan anak yatim terdapat 22 ayat dalam al-Qur’an. Surah al-Baqarah ayat 220, misalnya, menekankan pentingnya memperbaiki keadaan anak yatim:
“Mereka menanyakan kepadaMu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan.””
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak sedekah kepada anak yatim melalui berbagai cara, seperti memberikan santunan dalam pengajian atau melalui panti asuhan, takmir masjid, pondok pesantren, lembaga zakat, dan program filantropi lainnya.
Keutamaan dan Hikmah Menyantuni Anak Yatim
Rasulullah SAW adalah teladan dalam mencintai anak yatim. Beliau sendiri adalah seorang yatim sejak kecil. Dalam banyak hadis, beliau menekankan keutamaan menyantuni anak yatim. Berikut ini adalah beberapa keutamaan menyantuni anak yatim:
-
Dekat dengan Rasulullah SAW di Surga: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” sambil beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah, serta merenggang keduanya. (HR. Bukhari)
-
Jaminan Masuk Surga: “Orang-orang yang memelihara anak yatim di antara umat muslimin, memberikan mereka makan dan minum, pasti Allah memasukkannya ke dalam surga, kecuali ia melakukan dosa yang tidak bisa diampuni.” (HR Tirmidzi dari Ibnu Abbas).
-
Terhindar dari Siksa di Hari Kiamat: “Demi Yang Mengutusku dengan haq, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, serta menyayangi keyatiman serta kelemahannya.” (HR Thabrani dari Abu Hurairah).
-
Sedekah yang Berkelanjutan: Sedekah kepada anak yatim tidak akan mengurangi harta, bahkan amalnya tidak akan terputus.
-
Wasilah Menghindari Siksa Neraka: Sedekah kepada anak yatim dapat menjadi jalan untuk menjauhkan diri dari siksa api neraka.
Muharram: Momen untuk Berbagi
Hadis Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.
Mengusap kepala anak yatim dalam Hadis di atas adalah simbol kasih sayang dan kepedulian, termasuk memberikan santunan kebutuhan hidup dan pendidikan.
Mari kita jadikan bulan Muharram sebagai momen untuk menanamkan rasa cinta bersedekah kepada anak yatim. Di balik setiap senyuman mereka, ada keberkahan yang mengalir. Di balik tangan yang menyantuni, ada pintu-pintu surga yang terbuka.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
