Beranda » Berita » Bahlul, Kegilaan dan Harta Warisan

Bahlul, Kegilaan dan Harta Warisan

kisah si bahlul dan harta warisan
Kisah Bahlul dan harta warisan 600 dirham miliknya. Dianggap gila, Bahlul justru mengajarkan hakim sebuah pelajaran berharga tentang kedermawanan dan infak.

SURAU.CO. Sebuah kisah hikmah datang dari seorang sufi yang terkenal unik . Namanya Bahlul. Ia sering dianggap gila oleh masyarakat. Namun, di balik perilakunya yang aneh, tersimpan kebijaksanaan mendalam. Kisah Bahlul dan harta warisan ini menjadi salah satu bukti kepopuleran sufi yang satu ini. dari kisah ini Bahlul mengajarkan kita tentang arti kepemilikan sejati.

Menyadur dari kitab “Uqala’ al-Majanin” atau “Kebijaksanaan Orang-Orang Gila’ kisahnya bermula setelah ayahnya wafat yang meninggalkan harta yang tidak sedikit. Dalam kitab karya Abuk Qasim al  Naisaburi ini, konon warisan Bahlul  mencapai 600 dirham. Jumlah ini tentu sangat besar pada masanya. Namun, Bahlul tidak bisa menikmatinya. Semua hartanya dibekukan oleh hakim setempat. Alasannya sangat sederhana. Hakim dan banyak orang menganggap Bahlul “gila”. Mereka berpikir Bahlul tidak mampu mengelola uang. Mereka khawatir harta itu akan habis sia-sia. Karena itu, hak Bahlul atas warisannya ditahan oleh pengadilan.

Upaya Meyakinkan Sang Hakim

Bahlul tidak tinggal diam. Ia merasa berhak atas peninggalan ayahnya. Kemudian, ia memberanikan diri menemui hakim. Bahlul mendekati hakim dengan tutur kata yang sopan. Ia mencoba meyakinkan sang penegak hukum.

“Wahai bapak hakim semoga Allah Ta’ala memberkahimu. Engkau mengira aku ini tidak waras. Hari ini aku kelaparan tolong berikan dua ratus dirham uang dari warisan bapakku. Aku akan duduk di pasar dan berdagang di sana. Bila engkau melihatku bisa membelanjakan uang dua dirham tadi, maka berikanlah sisa harta warisan ayahku itu,” kata Bahlul.

Mendengar permohonan tulus itu, hati hakim luluh. Ia merasa iba melihat keadaan Bahlul. Hakim kemudian memanggil pegawainya. Ia memerintahkan agar Bahlul diberi uang sesuai permintaannya. Uang sebesar 200 dirham pun diserahkan. Bahlul terlihat sangat senang menerimanya.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Tindakan yang Mengejutkan Semua Orang

Namun, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Beberapa saat setelah menerima uang, Bahlul tampak bingung. Ia memandangi kantong berisi dirham di tangannya. Alih-alih pergi ke pasar untuk berdagang, ia melakukan sesuatu yang tak terduga. Bahlul menginfakkan seluruh uang 200 dirham itu kepada orang-orang miskin.

Tak lama kemudian, Bahlul kembali menemui hakim. Saat itu, sang hakim sedang bersiap memimpin sebuah persidangan. Melihat Bahlul datang lagi, hakim pun bertanya.

“Wahai Bahlul apa yang telah engkau lakukan sehingga engkau menemuiku?” kata hakim.

Dengan tenang, Bahlul memberikan jawaban yang jujur. Ia sama sekali tidak menutupi perbuatannya.

“Begini pak hakim, semoga Allah Ta’ala memuliakanmu. Saya ingin memberitahukan bahwa uang yang engkau berikan dari warisan ayahku telah kuinfakkan. Sudilah Bapak hakim memberikan dua ratus dirham lagi,” kata Bahlul.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hakim terkejut mendengar pengakuan itu. Ia ragu untuk memberikan uang lagi. “Apakah engkau akan mengulangi lagi caramu menggunakan uang,” kata hakim.

Bahlul meyakinkan hakim dengan sungguh-sungguh. “Saya tidak akan melakukan seperti itu lagi. Anda boleh mendatangkan dua orang saksi bahwa saya akan benar-benar menggunakan uang itu,” jawab Bahlul.

Akhirnya, hakim kembali luluh. Ia mengambil kantong uang. Lalu memberikannya lagi kepada Bahlul sebanyak 200 dirham.

Mengenal Sosok Bahlul Sebenarnya

Siapakah sebenarnya Bahlul ini? Ia bukanlah tokoh fiktif dalam dongeng. Nama aslinya adalah Abu Wahb Amr as-Shairafi al-Kufi. Ia merupakan seorang ulama sufi yang lahir di Kufah, Irak.

Ia memilih jalan hidup yang berbeda. Ia menjalani tasawuf dengan cara yang eksentrik. Karena perilakunya yang nyentrik itulah ia mendapat julukan “Bahlul”. Gelar ini sering diartikan sebagai “orang gila” atau “bodoh”.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Menurut catatan sejarah, Bahlul wafat pada tahun 197 Hijriah. Beberapa riwayat lain menyebutkan tahun 190 Hijriah. Kehidupannya terekam dalam banyak literatur Arab klasik. Kita dapat melacak biografinya dari berbagai sumber tepercaya.

Sumber tersebut antara lain kitab Al-Bayan wa at-Tabyin karya Al-Jahiz. Ada juga Ar-Rijal karya Ath-Thusi dan Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar Asqalani. Biografinya juga tercatat dalam Al-A’lam karya Az-Zirkili serta ‘Uqala al-Majanin karya An-Naisaburi. Sejumlah karya sastra, terutama kasidah, juga dinisbatkan kepadanya.

Hikmah 

Alhasil, Bahlul bukanlah orang biasa. Anekdot dan kisah hidupnya penuh pelajaran berharga. Kisahnya mengandung nilai pendidikan akhlak yang tinggi. Ia juga memberikan kritik sosial-politik pada zamannya. Bahlul lebih memilih hidup bebas dan sederhana. Ia sering berkeliaran tanpa tujuan pasti. Ia tinggal di sebuah gubuk reyot. Terkadang, ia juga singgah dan merenung di area pekuburan.

Kisah Bahlul dan harta warisan menunjukkan kebijaksanaannya. Dengan menginfakkan uangnya, ia membuktikan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah dari harta. Melainkan dari kemurahan hati untuk berbagi dengan sesama


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement