SURAU.CO – Masjid Qiblatain berdiri sebagai monumen bersejarah di kota suci Madinah. Lebih dari itu, nama “Qiblatain” sendiri berarti dua kiblat. Sebab, masjid ini menjadi saksi sebuah peristiwa agung dalam Islam. Peristiwa itu adalah perubahan arah kiblat umat Islam. Oleh karena itu, kisah ini menandai babak baru dalam perjalanan syariat. Memahami sejarah Masjid Qiblatain akan membuka wawasan kita tentang ketaatan dan identitas keumatan.
Masa Awal Islam dan Kiblat Pertama
Pada awalnya, di periode awal kenabian, kaum Muslimin salat menghadap Baitul Maqdis. Lokasi Baitul Maqdis berada di Yerusalem, Palestina. Tentu saja, Rasulullah SAW dan para sahabat melaksanakannya dengan patuh. Tercatat, perintah ini berlaku selama sekitar 16 hingga 17 bulan. Pada saat itu, mereka mengikuti arah kiblat para nabi sebelumnya.
Meskipun begitu, hati Nabi Muhammad SAW menyimpan sebuah kerinduan mendalam. Beliau sangat mendambakan Ka’bah sebagai kiblat. Alasannya, Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Tempat suci ini memiliki nilai historis yang kuat. Karena kerinduannya, Nabi sering menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berharap wahyu dari Allah SWT segera turun.
Turunnya Wahyu Perubahan Arah Kiblat
Pada akhirnya, kerinduan Nabi Muhammad SAW terjawab. Sebab, Allah SWT Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Kemudian, pada tahun ke-2 Hijriah, wahyu turun di tengah pelaksanaan salat. Peristiwa penting ini terjadi di perkampungan Bani Salimah. Kini, lokasi itu dikenal sebagai tempat Masjid Qiblatain berdiri.
Saat itu, Rasulullah SAW sedang memimpin salat Zuhur. Beliau telah menyelesaikan dua rakaat pertama. Tiba-tiba, wahyu turun melalui Malaikat Jibril. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an.
Kutipan ayat tersebut adalah:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144).
Momen Bersejarah: Perputaran di Tengah Salat
Setelah menerima wahyu ini, Nabi Muhammad SAW tidak menunggu. Seketika itu juga, beliau langsung mengubah arah salatnya. Akibatnya, dari yang semula menghadap utara, beliau berputar 180 derajat. Beliau lantas menghadap ke selatan, ke arah Ka’bah di Makkah.
Oleh karena itu, para sahabat yang menjadi makmum menunjukkan ketaatan luar biasa. Tanpa ragu, mereka serentak mengikuti gerakan imam mereka. Selanjutnya, para laki-laki berpindah ke posisi perempuan. Sebaliknya, para perempuan berpindah ke posisi laki-laki. Semua terjadi dalam kesempurnaan salat. Peristiwa ini menunjukkan tingkat keimanan para sahabat. Sejak saat itu, kiblat umat Islam secara resmi beralih ke Ka’bah.
Arsitektur dan Jejak Sejarah di Masjid Qiblatain
Faktanya, pada mulanya masjid ini memiliki dua mihrab (penanda arah kiblat). Satu mihrab menghadap Baitul Maqdis, sedangkan yang lain menghadap Ka’bah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, masjid mengalami renovasi besar.
Pemerintah Arab Saudi melakukan pemugaran modern. Namun, mereka tetap mempertahankan arsitektur Islam yang khas. Sebagai hasilnya, kini hanya tersisa satu mihrab utama yang menunjuk ke arah Ka’bah. Sementara itu, penanda arah kiblat lama dibuat secara simbolis di bagian atas.
Hingga kini, Masjid Qiblatain menjadi destinasi ziarah penting. Jemaah haji dan umrah sering mengunjunginya untuk mengenang peristiwa besar itu. Pada akhirnya, sejarah Masjid Qiblatain mengajarkan kita tentang kepatuhan tanpa syarat kepada Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
