KEPERGIAN IBU SAHABAT TERCINTA: SEBUAH RENUNGAN TENTANG KEHIDUPAN, DOA, DAN PERSAHABATAN.
Hari ini, suasana berubah menjadi lebih hening. Bukan karena hujan turun atau karena langit mendung. Tapi karena sebuah kabar duka menyelimuti hati kami: ibu dari salah seorang sahabat kami telah berpulang ke rahmatullah.
Kami berkumpul, duduk di warung kecil sederhana yang kerap menjadi tempat singgah, diskusi, bahkan tertawa bersama. Namun kali ini, tidak ada tawa. Yang ada hanya kesedihan yang menyelimuti, doa yang terus mengalir dari lisan, dan kenangan akan seorang ibu yang begitu berarti bagi sahabat kami—dan secara tidak langsung, bagi kami semua.
Ibu: Sosok Sentral dalam Hidup Setiap Anak
Tak seorang pun dari kita bisa menyangkal bahwa ibu adalah pusat dari hidup kita. Seorang ibu adalah orang pertama yang kita lihat ketika membuka mata di dunia ini. Dari detik pertama kehidupan, kasih sayangnya tidak pernah putus. Bahkan setelah kita dewasa dan hidup mandiri, ibu tetap menjadi tempat rindu kembali, tempat mendoakan dalam diam, dan sosok yang selalu menyimpan harapan baik bagi anak-anaknya.
Maka ketika seorang sahabat kehilangan ibunya, rasa itu pun menular ke hati kami. Karena kami tahu, betapa dalamnya luka kehilangan sosok yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendoakan setiap langkah kita.
Kematian: Pengingat yang Lembut namun Tegas
Saat menghadiri takziah dan melihat wajah-wajah yang larut dalam kesedihan, kami semua diingatkan kembali bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah. Tak ada yang abadi. Hari ini kita sehat, esok bisa terbaring. Hari ini kita tertawa, esok bisa menangis. Hari ini kita masih bisa mendengar nasihat ibu, besok bisa jadi hanya bisa mengenangnya dalam doa.
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati,” firman Allah dalam Surah Ali ‘Imran ayat 185. Ayat ini selalu terdengar familiar, tapi baru benar-benar terasa saat kematian menghampiri orang-orang terdekat kita.
Kekuatan Seorang Sahabat dalam Masa Duka
Sahabat kami, yang kehilangan ibunya, mencoba tetap tegar. Meski matanya sembab, dan suaranya bergetar saat bercerita tentang detik-detik terakhir sang bunda, ia tetap hadir menemui kami dengan hati yang lapang. Di momen seperti ini, kami sadar bahwa persahabatan bukan hanya tentang tertawa bersama di saat senang, tetapi juga berdiri teguh bersama di saat duka.
Kami mendampinginya. Ada yang datang lebih awal ke rumah duka. Ada yang membantu mengurus segala keperluan pemakaman. Ada yang hanya duduk di sampingnya, tanpa berkata apa-apa—karena kadang kehadiran lebih penting dari ucapan.
Doa: Hadiah Terbaik untuk Orang Tua yang Telah Tiada
Satu hal yang kami pahami bersama: orang tua yang wafat tetap mendapatkan pahala jika anak-anaknya mendoakan dan beramal shaleh. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Sahabat kami adalah seorang anak yang insyaAllah termasuk dalam golongan anak yang shaleh. Ia sering menyebut nama ibunya dalam setiap akhir doanya. Kini, kami pun turut serta—berdoa agar Allah SWT mengampuni segala dosa ibunda sahabat kami, meluaskan kuburnya, dan memberinya tempat terbaik di sisi-Nya.
Kenangan dan Pelajaran dari Seorang Ibu
Saat duduk bersama di warung itu, kami mulai mengenang. Sahabat kami bercerita tentang bagaimana ibunya selalu menasihati untuk tidak meninggalkan salat, selalu menyisihkan rezeki untuk sedekah, dan menjaga lisan dalam berbicara. Nilai-nilai itu pula yang kami lihat ada pada dirinya—buah dari didikan seorang ibu yang luar biasa.
Kematian sang ibu bukanlah akhir dari pengaruhnya. Sebaliknya, justru menjadi awal dari lahirnya inspirasi, semangat untuk terus menjadi anak yang berbakti meski sang ibu telah tiada. Menjadi pengingat bahwa hidup yang baik adalah hidup yang membawa manfaat hingga setelah ajal menjemput.
Menguatkan dengan Kata dan Tindakan
Dalam keheningan itu, salah seorang dari kami berkata lirih, “Sabar, kawan. Semoga Allah jadikan ibumu ahli surga. Jangan ragu terus doakan beliau. Kami di sini akan selalu ada untukmu.”
Kalimat sederhana, tapi penuh makna. Kami saling menguatkan, karena duka tidak bisa dipikul sendiri. Kehadiran teman-teman, doa-doa yang mengalir, dan pelukan tulus adalah bagian dari terapi jiwa dalam menghadapi kehilangan.
Bergerak Maju dengan Doa dan Kebaikan
Kehidupan harus terus berjalan. Hari akan berganti. Tapi kenangan tentang ibu sahabat kami akan selalu hidup. Kami tahu, ia akan tetap menebar kebaikan, menjaga warisan nilai yang ditinggalkan oleh ibunya, dan terus menjadi pribadi yang memberi manfaat.
Kami pun belajar banyak hari itu. Tentang arti menjadi anak yang berbakti, tentang makna sejati dari persahabatan, dan tentang pentingnya mendoakan orang tua—bahkan ketika mereka sudah tak lagi hadir di dunia ini.
Penutup: Satu Pesan untuk Kita Semua
Untuk sahabat kami, kami ucapkan: “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga Allah ampuni dosa ibumu, angkat derajatnya di sisi-Nya, dan tempatkan beliau di surga yang tertinggi.”
Dan untuk kita semua yang masih memiliki ibu, jangan sia-siakan waktu. Peluklah mereka, dengarkan nasihat mereka, bahagiakan mereka selagi bisa. Karena ketika mereka pergi, hanya doa yang bisa menyentuhnya.
Kematian seorang ibu adalah kehilangan yang tak tergantikan. Tapi kehadiran sahabat, ketulusan doa, dan cinta yang diwariskan akan menjadi cahaya yang tak pernah padam.
“Ya Allah, ampunilah ibu sahabat kami, berilah dia rahmat, dan tempatkanlah dia di antara para hamba-Mu yang Engkau cintai.” Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
