SURAU.CO – Setiap perjalanan sejarah tentu menyimpan pelajaran berharga. Oleh karena itu, penting untuk memahami kisah kampanye militer pamungkas Rasulullah SAW. Umat Islam mengenal peristiwa ini sebagai Perang Tabuk. Momen ini bukan sekadar unjuk kekuatan militer, melainkan menjadi ujian keimanan terbesar bagi kaum Muslimin. Perang terakhir Nabi ini tercatat berlangsung pada bulan Rajab tahun 9 Hijriah.
Nabi Muhammad SAW sendiri yang memimpin langsung ekspedisi besar ini. Beliau mengerahkan sekitar 30.000 pasukan. Jumlah ini merupakan mobilisasi terbesar dalam sejarah perjuangan beliau. Tujuannya sangat jelas. Mereka bersiap menghadapi kekuatan adidaya saat itu, yaitu Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).
Pemicu dan Persiapan Penuh Tantangan
Kabar angin menjadi pemicu utama ekspedisi ini. Secara spesifik, berita menyebar cepat di Madinah. Sebuah kabar menyebutkan bahwa Kaisar Heraklius dari Bizantium sedang mengumpulkan pasukan besar. Mereka diduga berencana menyerang wilayah kekuasaan Islam di utara Jazirah Arab. Rasulullah SAW tidak menganggap remeh informasi ini. Untuk itu, beliau segera mengambil tindakan tegas.
Beliau menyerukan jihad kepada seluruh kaum Muslimin. Akan tetapi, kondisi saat itu sangat sulit. Musim panas mencapai puncaknya, membuat cuaca sangat terik dan menyengat. Selain itu, jarak menuju Tabuk, di perbatasan Syam, sangat jauh. Perjalanan tersebut menuntut pasukan melintasi ratusan kilometer gurun pasir. Ditambah lagi, Madinah sedang mengalami masa paceklik, sehingga banyak umat hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Oleh sebab itu, sejarah menjuluki pasukan ini Jaisyul ‘Usrah atau “Pasukan di Masa Sulit”. Tantangan ini secara alami memilah dengan jelas siapa yang tulus beriman. Ia juga menyingkap siapa saja kaum munafik yang hanya mencari-cari alasan.
Ujian Keimanan dan Kedermawanan Sahabat
Seruan jihad Rasulullah SAW justru menjadi ladang amal bagi para sahabat. Mereka berlomba-lomba menyumbangkan harta terbaiknya. Sebagai contoh, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu tampil sebagai teladan utama. Beliau mendanai sepertiga dari seluruh pasukan. Tercatat beliau menyumbangkan 950 unta, 50 kuda, serta 1.000 dinar emas. Kedermawanan luar biasa ini membuat Nabi SAW sangat terkesan.
Abdurrahman bin Auf juga tidak ketinggalan. Ia menyedekahkan harta dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan, para sahabat yang miskin pun datang dengan apa yang mereka miliki. Beberapa dari mereka hanya membawa segenggam kurma sebagai kontribusi. Semangat pengorbanan ini menunjukkan betapa dalamnya iman mereka.
Sebaliknya, kaum munafik mulai mencari seribu satu dalih. Ada yang beralasan cuaca terlalu panas. Ada pula yang takut pada kekuatan pasukan Romawi yang termasyhur. Sikap mereka menjadi bukti nyata lemahnya iman di dalam dada. Al-Qur’an pun mengabadikan momen ini sebagai pembeda yang jelas.
Hasil Perang Terakhir Nabi: Kemenangan Tanpa Pertumpahan Darah
Setelah menempuh perjalanan berat, pasukan Muslimin akhirnya tiba di Tabuk. Mereka kemudian berkemah di sana selama kurang lebih 20 hari. Namun, sesuatu yang di luar dugaan terjadi. Pasukan besar Bizantium yang beritanya tersebar itu tidak pernah muncul. Tidak ada satu pun tanda kehadiran tentara Romawi di medan yang telah ditentukan.
Ternyata, kabar invasi itu hanyalah gertakan semata. Kekuatan Bizantium menjadi gentar setelah mendengar kesiapan dan jumlah pasukan Muslim. Akibatnya, mereka memilih untuk menarik diri dan tidak mengambil risiko konfrontasi. Dengan demikian, kemenangan ini bukanlah kemenangan fisik di medan tempur, melainkan kemenangan strategis dan psikologis yang gemilang.
Allah SWT menegaskan pentingnya berjihad dengan harta dan jiwa. Firman-Nya dalam Surah At-Tawbah ayat 41 menjadi pengingat abadi.
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Tawbah: 41).
Selama berada di Tabuk, Rasulullah SAW memanfaatkan waktu untuk memperkuat pengaruh Islam. Beliau membuat perjanjian damai dengan suku-suku Arab di wilayah perbatasan. Mereka setuju untuk membayar jizyah (pajak perlindungan). Langkah ini secara efektif mengamankan perbatasan utara negara Madinah dari ancaman di masa depan.
Pelajaran Berharga dari Tabuk
Ekspedisi Tabuk mengajarkan banyak hal. Pertama, ia menunjukkan bahwa kemenangan tidak selalu berarti pertumpahan darah. Kesiapan, keteguhan, dan keyakinan kepada Allah adalah senjata terkuat. Kedua, perang terakhir Nabi ini berhasil mengukuhkan posisi Islam sebagai kekuatan baru yang disegani di Jazirah Arab.
Peristiwa ini juga menjadi filter alami. Ia memisahkan antara mukmin sejati, yang rela berkorban dalam kesulitan, dengan kaum munafik yang hanya mencari kenyamanan. Kisah Perang Tabuk akan selalu relevan. Ia mengingatkan kita tentang pentingnya loyalitas, pengorbanan, dan kepercayaan penuh pada kepemimpinan dalam memperjuangkan kebenaran.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
