Internasional
Beranda » Berita » Membedah Konflik Timur Tengah Menurut Al Quran: Antara Ujian dan Ulah Manusia

Membedah Konflik Timur Tengah Menurut Al Quran: Antara Ujian dan Ulah Manusia

sumber external

Kawasan Timur Tengah seolah tak pernah lepas dari berita konflik. Perang saudara, perebutan kekuasaan, dan intervensi asing menjadi pemandangan lazim. Banyak orang bertanya, mengapa wilayah yang menjadi tempat lahirnya agama samawi ini justru terus bergejolak? Bagaimana Konflik Timur Tengah menurut Al Quran, sebagai kitab suci utama di kawasan itu, menjelaskan fenomena ini?

Jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks. Menuding agama sebagai satu-satunya penyebab adalah sebuah penyederhanaan. Realitanya, konflik Timur Tengah merupakan perpaduan rumit antara sejarah, politik, ekonomi, dan faktor kemanusiaan. Namun, Al Quran memberikan panduan dan perspektif mendalam untuk memahami akar masalahnya.

Akar Konflik Modern: Bukan Sekadar Agama

Sebelum menelaah perspektif Al Quran, kita harus memahami pemicu modern. Banyak konflik saat ini berakar pada faktor non-religius. Intervensi kekuatan global seringkali memperkeruh suasana. Mereka memiliki kepentingan besar atas sumber daya alam, terutama minyak. Persaingan ini menciptakan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan.

Selain itu, warisan kolonialisme juga meninggalkan luka. Bangsa Eropa menggambar perbatasan negara secara sewenang-wenang. Mereka tidak mempertimbangkan realitas suku, etnis, dan budaya. Hal ini melahirkan negara-negara dengan potensi konflik internal yang tinggi sejak awal kemerdekaannya. Perebutan pengaruh politik dan ekonomi di antara para elite lokal juga menjadi bahan bakar utama yang terus menyalakan api permusuhan.

Perspektif Al Quran tentang Perang dan Perdamaian

Al Quran tidak membenarkan agresi dan permusuhan tanpa sebab. Kitab suci ini justru meletakkan dasar-dasar yang sangat kuat untuk perdamaian. Namun, Al Quran juga realistis dalam memandang sifat manusia dan potensi terjadinya konflik.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

1. Larangan Melampaui Batas dalam Peperangan

Prinsip utama dalam Islam adalah larangan memulai agresi. Perang hanya diizinkan sebagai bentuk pertahanan diri ketika umat Islam diperangi secara nyata. Allah SWT berfirman dengan sangat jelas:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190).

Ayat ini menunjukkan bahwa perang bersifat defensif. Tindakan melampaui batas, seperti menyerang warga sipil, merusak lingkungan, atau melakukan agresi, sangat dilarang. Konflik yang terjadi saat ini seringkali melanggar prinsip fundamental tersebut demi ambisi politik dan kekuasaan.

2. Kewajiban untuk Mendamaikan Pihak yang Bertikai

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Al Quran secara aktif memerintahkan umat Islam untuk menjadi juru damai. Ketika ada dua kelompok orang beriman yang berperang, tanggung jawab komunitas adalah mendamaikan mereka.

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!” (QS. Al-Hujurat: 9).

Perintah ini dilanjutkan dengan penegasan ikatan persaudaraan yang seharusnya mencegah pertumpahan darah.

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10).

Terjadinya konflik berkepanjangan justru menunjukkan pengabaian terhadap perintah vital ini. Persaudaraan iman seringkali dikalahkan oleh loyalitas pada suku, kelompok, atau kepentingan politik sesaat.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

3. Menerima Tawaran Perdamaian

Islam sangat mendorong penyelesaian konflik melalui jalur damai. Bahkan ketika berada di posisi yang lebih kuat, umat Islam harus menerima tawaran damai dari pihak musuh

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61).

Ayat ini menggarisbawahi bahwa tujuan utama bukanlah kemenangan perang, melainkan tercapainya perdamaian dan keadilan.

Konflik Sebagai Ujian dan Akibat Kelalaian Manusia

Lalu, mengapa realitas di lapangan begitu jauh dari ajaran ideal tersebut? Al Quran menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini adalah sebuah ujian (fitnah). Harta, kekuasaan, dan bahkan keluarga dapat menjadi ujian yang membuat manusia lalai dari jalan Tuhan. Konflik adalah salah satu bentuk ujian terberat.

Ketika manusia lebih menuruti hawa nafsu, keserakahan, dan ambisi kekuasaan, mereka sejatinya telah meninggalkan petunjuk Allah SWT. Perpecahan, saling membenci, dan peperangan adalah konsekuensi logis dari pengabaian tersebut. Al Quran mengingatkan bahwa perpecahan adalah sumber kelemahan.

Kesimpulannya, konflik Timur Tengah menurut Al Quran bukanlah takdir yang tidak bisa dihindari. Ia adalah hasil dari kombinasi berbagai faktor. Faktor eksternal seperti politik global dan warisan sejarah memang berperan besar. Namun, faktor internal, yaitu penyimpangan perilaku manusia dari ajaran luhur agamanya, menjadi penyebab utamanya.

Al Quran telah menyediakan cetak biru untuk perdamaian: larangan agresi, kewajiban rekonsiliasi, dan penegasan persaudaraan. Konflik yang terus terjadi adalah cerminan saat manusia, baik pemimpin maupun rakyatnya, lebih memilih jalan perpecahan daripada mengikuti petunjuk Ilahi untuk meraih kedamaian sejati.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement