SURAU.CO – Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam praktik demokrasi. Teknologi digital, terutama internet dan media sosial, membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas dalam proses demokrasi. Namun, keterbukaan ini juga menghadirkan tantangan seperti penyebaran hoaks, polarisasi opini, dan manipulasi informasi. Dalam kondisi ini, literasi digital memegang peran penting sebagai pilar demokrasi modern.
Apa Itu Literasi Digital?
Literasi digital bukan sekadar kemampuan mengoperasikan perangkat digital seperti komputer atau ponsel pintar. Literasi digital mencakup keterampilan untuk memahami, mengevaluasi, dan memilah informasi dari ruang digital secara kritis. Paul Gilster menyebut literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format melalui saluran digital. Dengan kata lain, masyarakat perlu menyadari secara kritis semua informasi yang mereka konsumsi dan sebarkan.
Transformasi Demokrasi di Era Digital
Demokrasi tidak lagi hanya berlangsung di tempat TPS atau forum warga. Ruang digital kini menjadi arena penting untuk menyampaikan pendapat, menyebarkan aspirasi, dan memperjuangkan kepentingan. Media sosial memberi masyarakat akses langsung untuk mengkritik kebijakan, mendukung calon pemimpin, dan berbagi informasi secara cepat.
Teknologi digital membawa tiga keuntungan utama bagi demokrasi. Pertama, ia memperluas partisipasi masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Kedua, ia meningkatkan transparansi pemerintah karena publik bisa memantau langsung tindakan para pemimpin. Ketiga, masyarakat bisa mengakses pendidikan politik dan informasi kebijakan dengan lebih mudah.
Namun, tantangan besar juga muncul. Disinformasi, ujaran kebencian, dan manipulasi digital menjadi ancaman nyata. Jika masyarakat tidak dibekali literasi digital yang memadai, mereka mudah terjebak dalam arus informasi yang menyesatkan.
Studi Kasus: Tantangan Literasi Digital di Indonesia
Indonesia mengalami perkembangan besar dalam demokrasi digital. Pemilu 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan peran penting media sosial dalam politik. Calon pemimpin dan partai aktif menggunakan ruang digital untuk membentuk citra dan meraih dukungan.
Namun, berbagai masalah juga muncul. Contohnya, penyebaran hoaks berbau SARA pada Pilpres 2019 memicu konflik dan kerusuhan pada Mei 2019. Banyak masyarakat mempercayai informasi yang belum terverifikasi dan ikut menyebarkannya tanpa pikir panjang.
Kominfo mencatat lebih dari 500 hoaks pemilu beredar selama tahun politik 2024. Data ini menunjukkan bahwa ruang digital belum sepenuhnya mendukung demokrasi yang sehat. Tingginya jumlah pengguna internet tidak sejalan dengan peningkatan kesadaran literasi digital. Microsoft dalam survei tahun 2021 bahkan menyebut Indonesia memiliki tingkat kesopanan digital terendah di Asia Tenggara.
Literasi Digital Mencegah Disinformasi
Salah satu tantangan demokrasi digital yang paling serius adalah penyebaran hoaks. Informasi palsu lebih cepat menyebar karena mengandung unsur provokatif, emosional, dan sensasional.
Orang yang memiliki literasi digital bisa mengenali sumber yang tidak kredibel dan memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Mereka juga mampu mendidik lingkungannya untuk bersikap kritis terhadap segala informasi. Masyarakat perlu memahami bagaimana algoritma bekerja dan menyadari bahwa media sosial bisa membentuk realitas semu.
Kemampuan ini membantu publik berpikir rasional dan tidak mudah dimanipulasi oleh konten yang viral namun menyesatkan.
Literasi Digital dan Partisipasi Politik
Masyarakat kini bisa menyampaikan aspirasi melalui petisi online, forum digital, dan media sosial. Namun, partisipasi itu hanya bermanfaat jika masyarakat memiliki pengetahuan dan kesadaran digital.
Orang yang melek digital akan menganalisis kebijakan, membandingkan pendapat, dan menyampaikan kritik secara rasional. Partisipasi mereka menghasilkan diskusi yang lebih berkualitas dan menyumbang solusi yang membangun.
Sebaliknya, partisipasi tanpa literasi hanya akan memicu penyebaran kebencian, fitnah, dan kampanye negatif. Polarisasi politik di media sosial merupakan contoh nyata dari rendahnya literasi digital. Akun-akun buzzer, echo chamber, dan provokasi membentuk opini yang tidak seimbang dan tidak sehat bagi demokrasi.
Peran Pemerintah dan Lembaga Pendidikan
Meningkatkan literasi digital masyarakat tidak bisa dibebankan pada individu semata. Pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan kebijakan, regulasi, dan infrastruktur yang mendukung terciptanya masyarakat yang cakap digital. Misalnya, dengan memasukkan pendidikan literasi digital ke dalam kurikulum sekolah sejak dini, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat umum, serta menindak tegas penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Lembaga pendidikan juga harus beradaptasi dengan perubahan zaman. Pembelajaran tak cukup hanya mengajarkan penggunaan teknologi, tetapi juga membentuk kesadaran etika digital, logika berpikir kritis, serta pemahaman terhadap demokrasi dan hak digital.
Organisasi masyarakat sipil dan media independen juga memiliki peran strategis dalam memberikan edukasi kepada publik. Kampanye anti-hoaks, pelatihan jurnalisme warga, dan advokasi hak-hak digital menjadi langkah-langkah penting dalam memperkuat demokrasi digital.
Penutup
Literasi digital menjadi fondasi utama untuk menjaga kualitas demokrasi di tengah arus teknologi. Tanpa kemampuan ini, masyarakat akan mudah dimanipulasi oleh informasi palsu dan kepentingan politik sesaat. Namun, jika masyarakat memiliki kesadaran digital, mereka akan mampu mempertahankan demokrasi yang inklusif, transparan, dan rasional.
Pengalaman Indonesia dalam menghadapi hoaks dan polarisasi menunjukkan bahwa peningkatan literasi digital adalah tugas bersama. Pemerintah, pendidik, media, dan warga negara harus bekerja sama untuk membentuk masyarakat digital yang cerdas dan etis. Di tangan masyarakat yang melek digital, demokrasi akan tetap hidup, bahkan di tengah tantangan zaman yang terus berubah. (Heni)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
