Wafatnya Nyai Nafisah Ali Maksum pada akhir Juni 2025 menggugah memori kolektif umat Islam terhadap Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak—salah satu pusat pengajaran tahfidz Qur’an paling berpengaruh di Indonesia. Kiprah beliau sebagai penjaga tradisi tahfidz menegaskan kembali pentingnya kader kader alquran dan keluarga besar ulama dalam merawat warisan pesantren. Dari sinilah kita menengok ke belakang, menelusuri jejak sejarah pesantren Krapyak.
Awal Mula: Jejak Historis Krapyak
Sebelum dikenal sebagai pusat keilmuan Islam, kawasan Krapyak telah mengandung nilai historis kerajaan. Di sini Pangeran Sedo Krapyak dulu kabarnya meninggal dunia, kakak Sultan Agung, dan situs Kandang Menjangan yang menjadi titik garis imajiner Kota Yogyakarta. Kawasan ini memiliki aura spiritual dan kultural yang menjadikannya tempat ideal bagi lahirnya pusat ilmu keislaman.
baca juga:Ibu Nyai Durroh Nafisah: Teladan Ulama Perempuan Pecinta Al-Qur’an
Fondasi Pertama: KH Muhammad Munawwir (1911–1942)
Pondok Pesantren Al-Munawwir didirikan oleh KH Muhammad Munawwir pada 15 November 1911, tak lama setelah beliau kembali dari Makkah dan Madinah usai menuntut ilmu selama 21 tahun.
Fokus Tahfidz:
Metode bin nadzor dan bil ghaib
Pengajaran qira’at sab‘ah
Peminatan khusus pada tahfidz Qur’an sebagai basis utama pesantren
Pesantren tumbuh dari belasan santri menjadi puluhan dalam dua dekade, hingga wafatnya KH Munawwir pada 6 Juli 1942.
Era Kolektif: Tiga Serangkai (1942–1968)
Setelah wafatnya pendiri pesantren, tongkat kepemimpinan dipegang secara kolektif oleh KH Abdul Qodir mendirikan Madrasah Huffadz, KH Abdullah Affandi membina pengajian luar pondok, dan KH Ali mengembangkan pengajaran kitab kuning, sorogan, dan bandongan. Inilah fase konsolidasi dan perluasan metode pendidikan.Pada era ini menjaga kesinambungan tradisi dan memperluas jaringan keilmuan.
Puncak Reformasi: KH Ali Maksum (1968–1989)
KH Ali Maksum adalah sosok kunci dalam transisi pondok dari tahfidz murni menuju pusat pendidikan Islam modern yang terbuka namun tetap berbasis salaf.
Inovasi Keilmuan:
Mendirikan Madrasah Tsanawiyah & Aliyah
Mendorong santri kuliah ke IAIN Sunan Kalijaga
Mengintegrasikan sistem klasikal, sorogan, dan bandongan
Kontribusi Nasional:
Rais Aam PBNU (1981–1984), penggagas Khittah 1926
Mendukung asas tunggal Pancasila, membawa NU dalam ranah kebangsaan
Menjadi salah satu ulama kunci dalam percaturan intelektual dan politik Islam Indonesia
baca juga: PBNU dan Tambang: Dinamika Sikap NU
Era Modern: Institusi Multidimensi
Pasca KH Ali Maksum, pesantren berkembang pesat di bawah kepemimpinan KH Zainal Abidin Munawwir dan kemudian KH Muhammad Najib Abdul Qodir.
Unit-unit pendidikan meluas:
Madrasah Salafiyah I–V
Ma’had Aly, Madin, TPA, TK, SMP, dan SMK
Unit tahfidz untuk putra dan putri, termasuk tahfidz putri yang terus berkembang
Digitalisasi kajian dan kerja sama nasional maupun internasional
Pesantren kini bukan hanya pusat tahfidz, tapi juga laboratorium intelektual Islam dengan ribuan santri dan alumnus tersebar di seluruh Nusantara. Sejarah pesatren Krapyak yang panjang ini perlu kulik lebih dalam.
Krapyak sebagai Denyut Pendidikan Islam Nusantara
Pondok Pesantren Krapyak bukan hanya institusi pendidikan, melainkan pusat transmisi ilmu, akhlak, dan tradisi keulamaan Nusantara. Ia menanamkan nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan ketekunan ilmiah, sekaligus mampu merespons tantangan zaman dengan terbuka.
Wafatnya Nyai Nafisah adalah momentum refleksi atas daya hidup pesantren yang berakar pada keluarga, ilmu, dan keberkahan sanad. Krapyak tetap berdiri teguh, menerangi zaman dengan cahaya Al-Qur’an dan ilmu yang hidup.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
