SURAU.CO – Di tengah derasnya perubahan dunia kerja dan kemajuan teknologi banyak orang mulai mempertanyakan Apakah pendidikan formal masih menjadi jalan utama menuju kesuksesan? Atau justru keterampilan praktis lebih relevan?
Generasi muda kini mulai meragukan pentingnya gelar akademik. Mereka menyaksikan banyak orang sukses melalui skill khusus seperti desain, pemrograman, atau pemasaran digital tanpa perlu ijazah tinggi. Fenomena ini memicu perdebatan tajam: mana yang sebenarnya lebih penting, sekolah atau skill?
Kita tidak sedang membenturkan dua hal yang bertolak belakang. Justru kita perlu memahami bagaimana dunia berubah. Pandangan kita tentang pendidikan dan karier harus mengikuti arah zaman.
Makna Sekolah dan Skill di Era Modern
Pendidikan formal tetap memberi manfaat penting. Sekolah membentuk karakter, membangun kebiasaan belajar, dan mengajarkan logika berpikir. Melalui kurikulum, siswa mempelajari berbagai ilmu dasar, mulai dari matematika, sains, hingga bahasa dan sosial. Sementara itu, skill menjembatani teori dan praktik. Keterampilan membuat seseorang mampu menyelesaikan persoalan nyata. Kita bisa membagi skill menjadi dua: hard skill seperti coding atau akuntansi dan soft skill seperti komunikasi, kepemimpinan, atau kerja tim. Dalam dunia kerja yang dinamis banyak perusahaan kini menilai kemampuan praktis lebih tinggi dibanding sekadar nilai akademik. Mereka mencari orang yang bisa langsung memberi kontribusi.
Realitas Dunia Kerja: Skill Mendominasi
Banyak perusahaan tidak lagi mewajibkan gelar tertentu. Mereka lebih tertarik mempekerjakan orang yang punya hasil nyata. Perusahaan teknologi, agensi kreatif, bahkan startup kini lebih fleksibel terhadap latar belakang pendidikan. Elon Musk, pendiri Tesla, mengatakan“You don’t need a college degree to work for Tesla. You just need evidence of exceptional ability”. Ucapan ini menggambarkan bagaimana industri kini bergerak. Data LinkedIn Indonesia menunjukkan peningkatan besar pada lowongan kerja yang fokus pada keterampilan bukan ijazah. Rekruter ingin melihat portofolio, proyek nyata, dan kemampuan teknis. Mereka menghindari risiko mempekerjakan orang yang hanya pandai teori.
Tantangan Pendidikan Formal
Sistem pendidikan masih menghadapi tantangan serius. Kurikulum sering kali kalah cepat dibanding perkembangan teknologi. Banyak lulusan merasa kesulitan saat masuk dunia kerja karena ilmu yang mereka pelajari sudah usang. Banyak keluarga juga mengalami hambatan biaya saat menyekolahkan anak hingga jenjang tinggi. Tak semua orang mampu mengakses universitas favorit.
Selain itu, sekolah sering mengabaikan pengajaran soft skill. Padahal kemampuan seperti komunikasi, manajemen stres, atau berpikir kritis sangat penting di dunia kerja. Lulusan sering merasa kaget karena dunia kerja membutuhkan hal-hal yang tidak diajarkan di ruang kelas.
Keunggulan Skill di Dunia Digital
Internet membuka jalan belajar bagi siapa saja. Banyak orang kini mempelajari keahlian baru lewat YouTube, Udemy, Coursera, atau platform gratis lainnya. Mereka belajar dari rumah, tanpa harus kuliah. Skill digital seperti desain grafis, pemasaran online, pemrograman, bahkan public speaking bisa dipelajari sendiri. Siapa pun bisa mengasah skill jika mereka disiplin dan konsisten.
Perusahaan juga mulai mengakui sertifikat non-formal. Mereka melihat hasil dan keterampilan praktis sebagai bukti kompetensi. Ini membuka peluang besar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke pendidikan formal.
Kisah Nyata: Skill Mengubah Hidup
Banyak cerita sukses muncul dari orang-orang yang mengandalkan skill, bukan ijazah. Content creator, freelancer, hingga pelaku UMKM digital tumbuh karena mereka punya keterampilan yang dibutuhkan pasar. Nadiem Makarim pendiri Gojek sekaligus Menteri Pendidikan menekankan pentingnya keterampilan di dunia nyata. Ia mendorong sekolah agar lebih mempersiapkan siswa menghadapi tantangan dunia kerja.
William Tanuwijaya pendiri Tokopedia juga menunjukkan bagaimana kerja keras dan keterampilan digital bisa menciptakan perubahan besar. Ia membangun platform e-commerce raksasa dari nol, tanpa bergantung pada gelar mentereng.
Solusi: Keseimbangan antara Ilmu dan Keterampilan
Daripada mempertentangkan sekolah dan skill kita sebaiknya mencari titik temu. Sekolah bisa menjadi fondasi berpikir sedangkan skill membantu kita menghadapi dunia kerja secara nyata. Pendidikan masa depan perlu lebih fleksibel dan kolaboratif. Sekolah dan universitas harus menggandeng industri agar kurikulum sesuai kebutuhan lapangan. Mahasiswa juga perlu aktif mencari pengalaman di luar kelas. Anak muda yang mampu memadukan teori dengan praktik akan memiliki keunggulan besar. Mereka bisa berpikir strategis sekaligus bertindak taktis. Keseimbangan ini sangat dibutuhkan di era sekarang.
Penutup
Sekolah dan skill seharusnya tidak saling meniadakan. Keduanya justru saling menguatkan. Dunia kerja kini menilai apa yang bisa kita lakukan, bukan hanya dari mana kita lulus. Anak muda tak perlu memilih satu jalur. Mereka sebaiknya mengembangkan fondasi akademik dan memperkuat keterampilan praktis secara bersamaan. Mereka yang siap belajar, beradaptasi, dan terus berkembang akan memenangkan persaingan. Masa depan milik mereka yang mau bergerak. Jika sekolah menjadi tempat bertumbuh dan skill menjadi alat bergerak maka sukses bukan sekadar mimpi melainkan hasil nyata dari usaha dan tekad.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
