Sosok
Beranda » Berita » Ibnu Maskawaih dan Tantangan Moral Era Society 5.0

Ibnu Maskawaih dan Tantangan Moral Era Society 5.0

Ilustrasi Ibnu Maskawaih, Pendiri Filsafat Akhlak

SURAU.CO – Era Society 5.0 menghadirkan transformasi besar dalam kehidupan manusia. Teknologi digital, kecerdasan buatan, dan internet memengaruhi cara berpikir, belajar, dan berinteraksi. Sayangnya, kemajuan ini juga membawa krisis moral dan etika yang tidak bisa diabaikan.

Ibnu Maskawaih, filsuf Muslim abad ke-10, menawarkan solusi melalui gagasan pendidikan karakter. Ia menekankan pentingnya membentuk akhlak mulia dengan pendekatan filosofis dan psikologis. Pemikirannya menghubungkan antara jiwa, akal, dan etika dalam kerangka pendidikan.

Dalam karya utamanya Tahzib al-Akhlak, ia menunjukkan bahwa pendidikan karakter bukan hanya teori, tetapi juga praktik pembentukan diri. Maka dari itu, pemikirannya sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman yang serba cepat ini.

Dasar Pendidikan Karakter Menurut Ibnu Maskawih

Ibnu Maskawaih memaknai karakter (khuluq) sebagai dorongan jiwa yang membentuk tindakan tanpa perlu dipikirkan ulang. Ia percaya bahwa manusia bisa membentuk karakter melalui latihan, pembiasaan, dan lingkungan yang mendukung. Ia juga menggarisbawahi bahwa pendidik memiliki peran penting dalam mengarahkan perkembangan moral peserta didik.

Ia menawarkan empat pendekatan utama dalam pendidikan karakter:

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

  • Pembiasaan: Mengulang tindakan baik secara konsisten hingga menjadi refleks.
  • Latihan: Menjalankan aktivitas moral secara teratur untuk memperkuat watak.
  • Adaptasi: Menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baik yang dominan di lingkungan.
  • Hukuman ringan: Memberi efek jera saat metode lain gagal membentuk karakter.

Selain metode itu, Ibnu Maskawaih menekankan empat nilai utama sebagai fondasi karakter, yaitu:

Dengan nilai-nilai ini, ia mendorong manusia agar mencapai kebahagiaan sejati melalui kesempurnaan moral. Ia menyakini bahwa akhlak mulia tidak hadir secara instan, melainkan melalui proses yang terarah.

Relevansi Pemikiran Ibnu Maskawaih di Era Society 5.0

Pemikiran Ibnu Maskawaih sangat relevan untuk menjawab tantangan karakter di era Society 5.0. Saat teknologi berkembang dengan cepat, manusia justru semakin membutuhkan panduan moral yang kokoh.

Pertama, pendekatan pendidikan moralnya bisa menjembatani kesenjangan antara perkembangan teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah budaya digital yang instan, pemikiran Maskawaih membantu manusia mempertahankan integritas dan empati.

Kedua, konsep nafs atau pengembangan jiwa mengajarkan pentingnya memurnikan diri dari sifat negatif. Hal ini sangat penting di era media sosial, di mana orang mudah terbawa arus kebencian dan kesombongan. Dengan membina jiwa, individu bisa tetap sadar dan bijak dalam berinteraksi.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Ketiga, nilai keadilan dan kebaikan yang ia ajarkan mendorong sikap peduli dan inklusif. Teknologi memang membuka akses, tetapi juga menciptakan kesenjangan. Maskawaih mengingatkan agar manusia tidak hanya pandai, tetapi juga adil dalam bertindak.

Keempat, hikmah atau kebijaksanaan berperan penting dalam membuat keputusan yang etis. Dalam dunia yang penuh informasi, kebijaksanaan membantu manusia memilah mana yang bermanfaat dan mana yang merusak.

Dengan demikian, pendidikan karakter menurut Ibnu Maskawaih tidak hanya membentuk perilaku, tetapi juga menata cara berpikir dan merasa. Ia menempatkan karakter sebagai hasil dari proses sadar, bukan kebetulan.

Strategi Menerapkan Konsep Ibnu Maskawih dalam Pendidikan

Pendidikan karakter harus menjadi bagian inti dalam sistem pendidikan, bukan sekadar pelengkap. Konsep Maskawih dapat diterapkan secara langsung di sekolah, rumah, dan masyarakat.

Beberapa strategi implementatif meliputi:

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

  • Menggabungkan nilai-nilai moral dalam kurikulum teknologi.
  • Membangun budaya belajar yang menumbuhkan kejujuran dan tanggung jawab.
  • Melibatkan keluarga sebagai fondasi awal pembentukan karakter.
  • Menggunakan media digital untuk mengajarkan nilai dan etika.

Pendidik perlu menciptakan suasana yang mendorong pembiasaan nilai-nilai positif secara konsisten. Anak-anak perlu mengalami proses pembentukan karakter dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di ruang kelas.

Ibnu Maskawaih juga menegaskan bahwa pendidikan karakter berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, proses ini harus terus berjalan, bahkan setelah seseorang lulus sekolah. Dalam masyarakat digital seperti sekarang, pembentukan moral perlu mengikuti perkembangan zaman.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement