Opinion
Beranda » Berita » Hakikat Dunia Menurut Islam: Bukan Sekadar Persinggahan

Hakikat Dunia Menurut Islam: Bukan Sekadar Persinggahan

Dunia bukan tujuan akhir, hanya ladang ujian menuju keabadian.

SURAU.CO – Banyak orang menghabiskan hidupnya untuk mengejar dunia. Mereka mengumpulkan harta, mencari jabatan, dan mengejar popularitas. Semua itu seolah menjadi tujuan akhir dari kehidupan. Namun, Islam datang menawarkan sebuah perspektif yang lebih dalam dan mendasar. Agama Islam mengajak kita untuk memahami hakikat dunia yang sesungguhnya. Pemahaman ini bukan untuk membuat kita pesimis. Justru, pemahaman ini membebaskan kita dari belenggu tipu dayanya.

1. Dunia sebagai Arena Ujian dan Cobaan

Salah satu hakikat dunia yang paling utama adalah perannya sebagai arena ujian. Allah SWT tidak menciptakan dunia sebagai tempat untuk bersantai. Sebaliknya, Dia menjadikannya panggung cobaan bagi setiap hamba-Nya. Setiap situasi yang kita hadapi adalah bagian dari ujian tersebut. Baik itu dalam bentuk kebaikan maupun keburukan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)

Ayat ini menegaskan bahwa hidup adalah serangkaian tes. Kekayaan menguji tingkat syukur kita. Kemiskinan menguji batas kesabaran kita. Kesehatan menguji cara kita memanfaatkannya. Sementara sakit menguji keikhlasan kita dalam menerima takdir. Semua ini dirancang untuk melihat siapa di antara kita yang paling baik amalnya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

2. Sifat Dunia yang Sementara dan Melalaikan

Islam juga secara tegas mengingatkan bahwa dunia ini fana. Keindahannya bersifat sementara dan seringkali menipu. Banyak manusia terlena oleh gemerlapnya hingga lupa pada tujuan sejati. Al-Quran menggambarkan realitas ini dengan sangat indah.

Allah SWT berfirman:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak…” (QS. Al-Hadid: 20)

Dunia diibaratkan seperti permainan (la’ibun) dan senda gurau (lahwun). Kesenangannya hanya sekejap, seperti hiburan yang akan segera berakhir. Orang yang bijak tidak akan menukar kebahagiaan abadi di akhirat dengan kesenangan sesaat di dunia. Ia sadar bahwa semua yang ada di dunia pasti akan ditinggalkan.

3. Dunia sebagai Ladang untuk Akhirat

Meskipun bersifat sementara, dunia memiliki peran yang sangat strategis. Islam tidak mengajarkan kita untuk membenci atau meninggalkan dunia sepenuhnya. Sebaliknya, Islam memandang dunia sebagai ladang untuk menanam bekal menuju akhirat. Dunia adalah tempat kita beramal. Akhirat adalah tempat kita memanen hasilnya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Rasulullah SAW memberikan perumpamaan yang sangat kuat mengenai hal ini. Beliau membandingkan cara pandang seorang mukmin dan orang kafir terhadap dunia.

“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Bagi seorang mukmin, dunia terasa seperti penjara karena ia menahan diri dari hawa nafsu. Ia mematuhi aturan Allah demi meraih kebebasan sejati di surga. Sebaliknya, bagi orang kafir, dunia adalah surga. Mereka melakukan apa saja untuk memuaskan keinginan tanpa peduli aturan. Padahal, kenikmatan itu akan berakhir dan berganti dengan balasan setimpal.

Setiap detik yang kita habiskan di dunia adalah modal. Setiap kebaikan yang kita tanam akan tumbuh menjadi pahala berlipat ganda.

4. Pentingnya Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat

Memahami hakikat dunia bukan berarti menjadi pribadi yang pasif. Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan (tawazun). Kita diperintahkan untuk bekerja dan berusaha di dunia. Namun, kita harus memastikan tujuan akhirnya adalah untuk meraih ridha Allah.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Doa yang sering kita panjatkan merangkum konsep keseimbangan ini dengan sempurna.

“…Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)

Doa ini menunjukkan bahwa seorang Muslim boleh mencari kebaikan dunia. Kebaikan itu bisa berupa rezeki yang halal, keluarga yang harmonis, dan ilmu yang bermanfaat. Namun, semua itu harus menjadi sarana untuk mencapai kebaikan akhirat, yaitu surga.

Kesimpulan: Hidup Lebih Bermakna

Pada akhirnya, hakikat dunia menurut Islam adalah sebuah jembatan, bukan tujuan. Ia adalah tempat singgah untuk mengumpulkan bekal, bukan tempat tinggal abadi. Memahami perspektif ini akan mengubah cara kita menjalani hidup. Kita tidak akan mudah putus asa saat menghadapi kesulitan. Kita juga tidak akan sombong saat mendapatkan kenikmatan.

Dengan pandangan yang benar, seorang Muslim akan menjalani hidupnya dengan lebih tenang dan fokus. Ia tahu apa yang benar-benar penting. Ia menjadikan setiap aktivitas duniawinya sebagai ibadah. Tujuannya hanya satu: kembali kepada Allah SWT dengan membawa bekal amal terbaik untuk kehidupan yang kekal.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement