Mode & Gaya
Beranda » Berita » Kecanduan Media Sosial: Era Doomscrolling dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental

Kecanduan Media Sosial: Era Doomscrolling dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental

Kecanduan Media Sosial
Kecanduan Media Sosial

Media Sosial dan Evolusi Komunikasi Digital

Dahulu, komunikasi jarak jauh dilakukan dengan surat. Lalu muncul telegraf, telepon, dan radio yang merevolusi cara manusia berinteraksi. Perkembangan ini terus melaju hingga abad ke-21, dengan internet dan media sosial sebagai terobosan besar. Aplikasi seperti Facebook, Twitter, dan Instagram kini memfasilitasi komunikasi global dalam hitungan detik.

Namun, kemudahan ini membawa konsekuensi besar. Ketergantungan pada media sosial tidak hanya menciptakan kedekatan, tapi juga menjauhkan manusia dari interaksi nyata.

 

Media Sosial dan Daya Tariknya yang Memikat

Media sosial dirancang untuk menciptakan keterlibatan tinggi. Interaksi, notifikasi, dan validasi dari “like” atau komentar mampu memicu dopamin, hormon yang membuat seseorang merasa senang. Sayangnya, rasa senang ini sering berubah menjadi candu.

Studi dalam artikel ini mengungkapkan bahwa ketergantungan terhadap media sosial menurunkan kemampuan individu mengontrol diri. Menurut teori sosial-kognitif Bandura, perilaku digital awalnya bertujuan positif, namun bisa berubah menjadi adiksi bila tidak terkendali.

Mengenal Perbedaan Hijab, Jilbab, dan Khimar dalam Tren Fashion Muslimah

 

Ketika Dunia Maya Merusak Dunia Nyata

Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat merusak hubungan sosial. Statistik menunjukkan bahwa tingkat perceraian meningkat seiring dengan akses terhadap media sosial. Salah satu contoh nyata adalah meningkatnya kasus perselingkuhan yang dimulai dari dunia maya.

Dalam beberapa kasus di China, media sosial menjadi faktor pemicu keretakan rumah tangga. Seorang wanita bahkan mengungkapkan bahwa suaminya menjalani beberapa hubungan secara online tanpa sepengetahuannya. Pakar hubungan sepakat bahwa media sosial bukan penyebab utama perceraian, namun bisa memperburuk relasi yang sudah rapuh.

Pengaruh Buruk Media Sosial Terhadap Pendidikan

Siswa yang terlalu fokus pada media sosial mengalami penurunan konsentrasi dalam belajar. Banyak dari mereka mengandalkan jawaban instan dari internet ketimbang memahami materi secara mendalam. Akibatnya, kualitas komunikasi langsung juga menurun. Kontak tatap muka, yang sarat makna nonverbal, kini tergantikan oleh emoji.

Penggunaan media sosial secara berlebihan terbukti mengurangi kualitas akademik, karena waktu dan perhatian siswa habis pada hal-hal yang tidak produktif.

Fenomena Suami Takut Istri: Meneladani Sikap Sahabat Nabi dan Psikologi Modern

 

Risiko Mental yang Semakin Nyata

Remaja, khususnya, adalah kelompok paling rentan. Studi Cyberbullying Institute (2019) mengungkapkan bahwa 36% siswa di AS pernah menjadi korban perundungan online. Mereka juga mengalami kecemasan terkait jumlah “like” atau komentar, serta FOMO (Fear of Missing Out).

Fenomena seperti Phantom Vibration Syndrome (PVS), di mana seseorang merasa ponselnya bergetar padahal tidak, adalah bentuk nyata dari kecanduan digital. Ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya berdampak pada psikologis, tetapi juga pada persepsi tubuh.

 

Kesimpulan: Menuju Penggunaan Media Sosial yang Sehat

Kecanduan media sosial bukan sekadar persoalan teknologi, tetapi tantangan kesehatan mental dan sosial. Pembatasan waktu penggunaan, peningkatan kesadaran digital, serta penguatan komunikasi tatap muka menjadi kunci untuk meredam dampaknya.

Budaya Workaholic: Mengancam Kesehatan Tubuh dan Kualitas Ibadah

Pendidikan digital harus menjadi bagian penting dalam kurikulum modern. Diskusi terbuka dengan keluarga tentang penggunaan media sosial dan efeknya bisa membantu generasi muda lebih bijak dalam dunia digital.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement