Penulis Artikel : Hendri Hasyim, SH
SURAU.CO-Perdebatan mengenai hukuman mati terus memanas di Indonesia. Pemerintah menerapkan hukuman ini untuk kasus-kasus berat seperti narkotika, terorisme, dan pembunuhan berencana. Namun, banyak kelompok masyarakat mempertanyakan efektivitasnya dan menilai hukuman tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM).
Sebagian masyarakat mendukungnya karena percaya pada efek jera. Sebaliknya, kelompok penolak menekankan bahwa hak hidup bersifat mutlak dan tak bisa diganggu gugat. Lantas, bagaimana Indonesia harus bersikap di tengah perbedaan tajam ini?
Indonesia Masih Mengadopsi Hukuman Mati
Pemerintah Indonesia mencantumkan hukuman mati dalam beberapa undang-undang. Misalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Narkotika, serta Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam kasus narkotika, pemerintah menjatuhi hukuman mati kepada pengedar yang memperdagangkan narkoba dalam jumlah besar. Negara juga menggunakan hukuman ini terhadap pelaku terorisme yang mengancam keselamatan publik.
Alasan Pihak yang Mendukung Hukuman Mati
✅ 1. Hukuman Mati Menimbulkan Efek Jera
Pendukung hukuman mati meyakini bahwa ancaman eksekusi mencegah orang melakukan kejahatan berat. Mereka menganggap bahwa ketakutan terhadap hukuman ini dapat menahan niat jahat sebelum berkembang.
✅ 2. Masyarakat Menginginkan Keadilan
Keluarga korban sering kali menuntut hukuman maksimal terhadap pelaku. Mereka menganggap hukuman mati sebagai bentuk keadilan yang sepadan dengan penderitaan yang mereka alami.
✅ 3. Negara Perlu Menjaga Stabilitas
Pemerintah menggunakan hukuman mati untuk melindungi masyarakat luas. Dalam situasi tertentu, negara membutuhkan langkah tegas untuk menanggulangi kejahatan luar biasa yang mengancam keamanan nasional.
Pandangan yang Menolak Hukuman Mati
❌ 1. Hukuman Mati Bertentangan dengan Hak Hidup
Aktivis HAM menilai bahwa negara seharusnya tidak mencabut hak hidup siapa pun. Mereka mengingatkan bahwa sistem peradilan tidak selalu akurat. Jika kesalahan terjadi, nyawa seseorang bisa hilang tanpa bisa dikembalikan.
❌ 2. Hukuman Mati Tidak Menjamin Turunnya Kriminalitas
Beberapa penelitian internasional menyatakan bahwa hukuman mati tidak berkorelasi langsung dengan penurunan angka kejahatan. Negara-negara yang menghapus hukuman mati tetap berhasil menjaga keamanan masyarakat.
❌ 3. Vonis Mati Bisa Salah Sasaran
Sejarah mencatat beberapa kasus di mana sistem pengadilan menghukum orang yang tidak bersalah. Ketika vonis mati sudah dijalankan, tidak ada ruang lagi untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Realita Eksekusi di Lapangan
Meskipun pengadilan menjatuhkan vonis mati, pemerintah sering kali menunda eksekusi. Berbagai faktor memengaruhi keputusan ini, seperti tekanan diplomatik, pertimbangan HAM, hingga proses hukum lanjutan.
Di sisi lain, para narapidana mati menghadapi ketidakpastian selama bertahun-tahun di penjara. Situasi ini menyebabkan tekanan mental bagi mereka dan memperburuk kondisi lapas yang sudah penuh.
Alternatif: Penjara Seumur Hidup Tanpa Remisi
Sebagai solusi kompromi, banyak pihak mengusulkan hukuman penjara seumur hidup tanpa remisi. Opsi ini tetap menimbulkan efek jera, tetapi memberikan ruang koreksi jika terbukti terjadi kesalahan dalam putusan.
Beberapa negara Eropa telah menerapkan sistem ini. Mereka tetap menjamin keadilan sambil menghormati prinsip dasar hak hidup setiap warga negara.
Saatnya Evaluasi dan Dialog Terbuka
Perdebatan tentang hukuman mati membutuhkan diskusi menyeluruh dan terbuka. Pemerintah sebaiknya mengajak masyarakat, akademisi, tokoh agama, dan kelompok HAM untuk membahas kembali urgensi hukuman ini.
“Keadilan bukan sekadar membalas, tetapi menjaga nilai kemanusiaan tanpa mengabaikan keamanan bersama.”
Indonesia perlu mengevaluasi hukum pidananya secara menyeluruh. Negara harus memastikan bahwa setiap keputusan hukuman berjalan dengan adil, transparan, dan menghormati martabat manusia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
