Internasional
Beranda » Berita » Upaya Pemakzulan Trump, Imbas Serangan ke Iran

Upaya Pemakzulan Trump, Imbas Serangan ke Iran

SURAU.CO-Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan tajam dunia politik. Kali ini, bukan hanya karena keputusan militernya terhadap Iran, tetapi juga karena munculnya kembali upaya pemakzulan oleh anggota Kongres. Pada Juni 2025, situasi politik Amerika mendidih setelah Trump memerintahkan serangan udara ke beberapa fasilitas nuklir Iran. Tindakan itu memicu ketegangan internasional dan menghidupkan kembali perdebatan konstitusional di dalam negeri.

Serangan Militer yang Menyulut Kontroversi

Pada 21 Juni 2025, Trump menginstruksikan militer AS untuk melancarkan “Operation Midnight Hammer”. Operasi ini menargetkan tiga situs nuklir utama Iran: Natanz, Isfahan, dan Fordow. Menurut Gedung Putih, serangan tersebut bertujuan melumpuhkan ancaman nuklir Iran dan menjaga keamanan nasional.

Namun, tindakan itu langsung mendapat kecaman. Banyak pihak menilai bahwa Trump tidak meminta persetujuan Kongres sebelum menyerang. Padahal, dalam sistem pemerintahan AS, keputusan untuk menggunakan kekuatan militer harus mendapat restu legislatif. Karena itulah, langkah Trump dianggap melanggar Konstitusi, khususnya Pasal War Powers Clause.

Pemakzulan Diajukan di DPR

Sebagai respons, anggota Kongres Al Green dari Partai Demokrat mengajukan House Resolution 537 pada 24 Juni 2025. Dalam usulan tersebut, Green menuding Trump telah menyalahgunakan kekuasaan eksekutif dan melanggar hukum. Ia juga menyatakan bahwa Trump telah melewati batas kewenangannya sebagai Presiden.

Upaya ini segera memecah perhatian publik. Beberapa tokoh progresif seperti Alexandria Ocasio-Cortez mendukung penuh langkah tersebut. Bahkan, mereka mendorong DPR untuk segera melanjutkan proses pemakzulan. Menurut mereka, presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang, apalagi dalam urusan militer yang berpotensi menimbulkan perang besar.

Festival Budaya Islam-Melayu, Perkuat Identitas dan Promosikan Keragaman

Kongres Menolak Pemakzulan

Meskipun isu ini cukup panas, kenyataannya Kongres menolak melanjutkan upaya pemakzulan. Dalam pemungutan suara pada 25 Juni 2025, sebanyak 344 anggota DPR menolak, sementara hanya 79 anggota yang mendukung. Mayoritas Demokrat, meskipun mengkritik Trump, memilih untuk tidak membawa isu ini ke Senat.

Penolakan ini bukan berarti Trump sepenuhnya bebas dari kritik. Banyak legislator menilai bahwa serangan ke Iran memang berisiko. Namun, mereka juga menganggap bahwa memakzulkan presiden menjelang pemilu justru memperkeruh suasana politik nasional. Selain itu, beberapa tokoh senior seperti Hakeem Jeffries dan Nancy Pelosi menilai bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk pemakzulan.

Reaksi Publik dan Dunia Internasional

Sementara itu, opini publik di Amerika Serikat terbagi. Sebagian masyarakat mendukung tindakan militer Trump, terutama kalangan konservatif dan pendukung setianya. Mereka melihat presiden sebagai sosok tegas yang berani melindungi kepentingan negara.

Namun, di sisi lain, banyak warga yang khawatir terhadap dampak jangka panjang serangan tersebut. Mereka mempertanyakan motif Trump. Apakah benar ia bertindak demi keamanan, atau sekadar untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik dan memperkuat citranya menjelang pemilu?

Di luar negeri, berbagai negara menyerukan de-eskalasi. Serangan balasan Iran terhadap pangkalan militer AS di Qatar, meskipun tidak menimbulkan korban, tetap meningkatkan risiko konflik terbuka. Oleh karena itu, berbagai organisasi internasional mendorong penyelesaian diplomatik daripada kekuatan militer.

Gaza Rumah Terbesar Penyandang Disabilitas

Dampak terhadap Posisi Trump

Secara politik, serangan ke Iran dan upaya pemakzulan membawa konsekuensi yang kompleks. Di satu sisi, Trump memperlihatkan dirinya sebagai pemimpin kuat. Namun di sisi lain, ia justru membuka celah baru bagi kritik terhadap gaya kepemimpinannya. Ketika presiden mengambil keputusan besar tanpa melibatkan parlemen, demokrasi menjadi taruhannya.

Bahkan setelah pemakzulan ditolak, perdebatan hukum dan etika tetap bergulir. Banyak akademisi dan pakar hukum menyatakan bahwa pemakzulan bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal prinsip tata kelola negara. Dalam hal ini, tindakan Trump telah menciptakan preseden yang berbahaya jika dibiarkan tanpa peringatan.

Upaya pemakzulan Trump pada Juni 2025 menjadi babak baru dalam sejarah ketegangan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif di Amerika Serikat. Meski gagal secara formal, upaya itu tetap penting sebagai pengingat bahwa presiden harus tunduk pada aturan hukum, bukan bertindak sepihak.

Dalam konteks global yang rapuh dan situasi domestik yang rentan, setiap keputusan pemimpin harus melalui pertimbangan hukum dan moral. Trump mungkin selamat dari pemakzulan kali ini, tetapi jejak tindakannya akan terus menjadi catatan politik Amerika di masa depan.

Zohran Mamdani Menang, Menteri Israel Desak Orang Yahudi Meninggalkan New York

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement