Surau.co Tertawa dalam shalat lebih-lebih keras atau terbahak-bahak dalam shalat menjadi perbincangan fikih yang menarik. Imam Syafi’i secara rinci menjelaskan bentuk tawa yang masih ditoleransi, yaitu hanya satu suku kata seperti “hi”. Tersenyum juga diperbolehkan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi SAW. Jika senyum itu muncul dari hati, bisa menjadi bentuk syukur dan memperkuat kekhusyukan. Dalam hal ini, ekspresi ringan seperti senyum tidak mengganggu ibadah, bahkan bisa memperdalam kehadiran hati kepada Allah.
Pandangan Mazhab Syafi’i: Wudhu Tidak Batal Karena Tertawa
Tertawa dalam shalat menurut Imam Syafi’i dibagi menjadi tiga jenis: senyum, tawa ringan, dan tawa keras. Tersenyum tidak membatalkan shalat. Tawa ringan tidak membatalkan shalat jika tidak terdengar jelas. Namun, jika tawa keras terdengar dua huruf, seperti “ha-ha” atau “hi-hi”, maka shalat menjadi batal. Meski begitu, wudhu tetap sah.
Dalil utamanya adalah hadis dari Jabir bin Abdillah:
“Tertawa membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu.” (HR. Ad-Daruquthni)
“Barangsiapa yang tertawa dalam shalat, hendaklah ia mengulang shalatnya dan tidak mengulang wudhunya.” (HR. Ad-Daruquthni)
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menegaskan:
“Mazhab kami: tersenyum tidak membatalkan (shalat), begitu pula tertawa jika tidak muncul dua huruf. Namun jika dua huruf terdengar, maka shalat batal.”
baca juga: Memahami Air Musta’mal: Hukum, Syarat, dan Pandangan Empat Mazhab
Perbedaan dengan Mazhab Hanafi: Apakah Tertawa Membatalkan Wudhu?
Berbeda dengan Syafi’i, Mazhab Hanafi menyatakan bahwa tertawa keras dalam shalat membatalkan wudhu dan shalat. Mereka menggunakan hadis:
“Barangsiapa yang tertawa dalam shalat, hendaklah ia mengulang shalat dan wudhunya.” (HR. Ad-Daruquthni)
Namun, mayoritas ahli hadis menganggap hadis ini lemah (dha’if). Oleh karena itu, Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad menolak menjadikannya dasar hukum. Para ulama ini berpegang pada hadis sahih bahwa tertawa hanya membatalkan shalat, bukan wudhu, kecuali disertai hadats seperti kentut atau keluarnya najis.
Studi Pustaka Syafi’iyyah Tentang Tertawa dalam Shalat
Berbagai kitab fikih mendukung pandangan tertawa dalam shalat menurut Imam Syafi’i. Di antaranya:
Al-Majmu’ (Imam Nawawi): tawa dua huruf membatalkan shalat.
Nihayat al-Muhtaj (Khatib Asy-Syirbini): wudhu tidak batal karena tertawa.
Al-Umm (Imam Syafi’i): tidak menyebut tertawa sebagai pembatal wudhu.
Ibanah al-Ahkam: mengatur prinsip Syafi’i secara sistematis.
Al-Mughni (Ibnu Qudamah): menyebutkan ijma’ bahwa wudhu tidak batal karena tertawa.
baca juga: Ini Pengertian dan Cakupan Kajian Fiqih
Ibadah Tidak Berat, Tapi Perlu Adab
Wa akhiran, sangat penting memahami hukum tertawa dari berbagai mazhab, khususnya menurut Mazhab Syafi’i yang dominan di Indonesia. Imam Syafi’i masih mentolerir senyum, bahkan tawa, selama hanya satu suku kata—seperti “ha”. Ini menunjukkan bahwa ibadah tidak sulit, hanya butuh adab dan kekhusyukan. Terlebih, shalat adalah hadiah agung saat Mi’raj, waktu di mana kita berdialog dengan Sang Pencipta. Maka, menjaga adab dalam shalat, termasuk menahan tawa, adalah wujud penghormatan terhadap ibadah itu(Abi Elfausto)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
