Pemerintah Turki terus memajukan Proyek Kanal Istanbul. Proyek ini merupakan salah satu investasi infrastruktur terbesar dalam sejarah negara itu. Tujuannya adalah membangun jalur air buatan sepanjang 45 kilometer. Jalur ini akan menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Marmara. Dengan demikian, kanal ini menjadi alternatif bagi Selat Bosphorus yang sangat padat.
Presiden Recep Tayyip Erdoğan menggambarkannya sebagai “proyek gila” yang visioner. Pemerintah secara aktif mendorong penyelesaian proyek-proyek pendukungnya. Saat ini, beberapa infrastruktur penting telah rampung. Pembangunan Jembatan Sazlıdere menjadi salah satu tonggak utama. Selain itu, jalur metro Başakşehir-Kayaşehir juga telah dibuka. Keduanya dianggap sebagai bagian integral dari ekosistem Kanal Istanbul. Proyek ini tidak hanya soal jalur air. Proyek ini juga mencakup pembangunan kota baru bernama “Yenişehir” di kedua sisi kanal.
Mesin Ekonomi atau Beban Finansial?
Dari sisi ekonomi, pemerintah melihat potensi keuntungan yang besar. Proyek Kanal Istanbul diharapkan dapat menciptakan puluhan ribu lapangan kerja. Proyek ini juga akan merangsang industri konstruksi dan sektor terkait lainnya. Nantinya, kapal yang melewati kanal akan dikenakan biaya transit. Hal ini dapat menjadi sumber pendapatan baru yang signifikan bagi Turki. Pembangunan kota “Yenişehir” juga membuka peluang investasi properti dan komersial yang masif.
Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan besar mengenai kelayakan finansialnya. Biaya proyek diperkirakan mencapai miliaran dolar. Para kritikus khawatir proyek ini akan membebani anggaran negara. Mereka mempertanyakan apakah pendapatan dari biaya transit akan cukup untuk menutupi biaya investasi yang sangat besar. Ketidakpastian ekonomi global juga menambah keraguan terhadap keberlanjutan proyek raksasa ini.
Ancaman Serius terhadap Ekosistem
Kekhawatiran paling keras datang dari para ahli lingkungan. Proyek Kanal Istanbul berisiko menyebabkan kerusakan ekologis yang tidak dapat diperbaiki. Pembangunan kanal akan menghancurkan area hutan yang luas. Lahan pertanian yang subur juga akan hilang selamanya. Hal ini mengancam keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.
Lebih jauh lagi, proyek ini dapat mengganggu keseimbangan air yang rapuh. Kanal akan memotong sumber air tawar penting seperti Danau Terkos dan Bendungan Sazlıdere. Keduanya merupakan pemasok air utama bagi jutaan penduduk Istanbul. Ada juga risiko besar dalam menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara. Kedua laut ini memiliki tingkat salinitas dan ekosistem yang berbeda. Penggabungan air keduanya bisa memicu ledakan populasi alga. Akibatnya, kehidupan laut di Laut Marmara dapat terancam mati lemas karena kekurangan oksigen.
Geopolitik dan Konvensi Montreux
Dampak Proyek Kanal Istanbul tidak berhenti pada masalah ekonomi dan lingkungan. Proyek ini juga memiliki implikasi geopolitik yang sangat serius. Saat ini, lalu lintas di Selat Bosphorus diatur oleh Konvensi Montreux 1936. Konvensi ini memberikan Turki kontrol atas selat. Namun, konvensi juga menjamin kebebasan lintas bagi kapal sipil pada masa damai.
Kanal Istanbul, sebagai jalur air buatan, tidak akan tunduk pada Konvensi Montreux. Ini berarti Turki memiliki wewenang penuh untuk menetapkan aturan dan tarifnya sendiri. Turki dapat membatasi atau bahkan menolak akses kapal perang dari negara tertentu. Kemampuan baru ini akan menjadi alat geopolitik yang kuat bagi Ankara. Hal ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan di kawasan Laut Hitam. Oleh karena itu, negara-negara seperti Rusia dan kekuatan global lainnya mengamati perkembangan proyek ini dengan sangat cermat. Proyek ini pada akhirnya mendefinisikan ulang peran strategis Turki di panggung dunia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
