Opinion
Beranda » Berita » Tinjauan Mistisisme Islam: Inspirasi Film “Silence” (2016) Karya Martin Scorsese

Tinjauan Mistisisme Islam: Inspirasi Film “Silence” (2016) Karya Martin Scorsese

“Silence” (2016) Karya Martin Scorsese

PENYANGKALAN PETRUS: TIGA HIJAB, Tinjauan Mistisisme Islam – Inspirasi Film “Silence” (2016) Karya Martin Scorsese

 

 

 

 

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Dalam film “Silence” (2016) karya Martin Scorsese, menit 120:15-19, ada adegan Pastor Roridguez menginjak gambar Yesus untuk menyelamatkan penganut Kristen dari siksaan kekaisaran Jepang saat itu.

Pastor Ferreira yang telah murtad ke Buddha, membujuk: “Selama Anda tidak murtad, mereka tidak bisa diselematkan. Seorang imam harus bertindak seperti Kristus. Jika Kristus di sini, dia akan bertindak, murtad demi mereka. Ada sesuatu yang lebih penting dari penghakiman gereja. Anda sekarang akan memenuhi, hal yang paling menyakitkan. Tindakan kasih yang pernah dilakukan.”

Saat kondisi bimbang, Rodriguez mendengar suara Yesus: “Majulah sekarang. Tidak apa-apa, injaklah (gambarKu). Aku memahami rasa sakitmu. Aku lahir ke dunia ini untuk berbagi rasa sakit. Aku membawa salib ini untuk sakitmu. Hidupmu dengan Aku sekarang. Langkahilah.”

Setelah Rodriguez menginjak gambar Yesus, terdengar ayam berkokok dua kali. Teks lalu menampilkan kutipan Markus 14 : 72 tentang penyangkalan Petrus.

(14:66) Pada waktu itu Petrus masih ada di bawah, di halaman. Lalu datanglah seorang hamba perempuan Imam Besar, (14:67) dan ketika perempuan itu melihat Petrus sedang berdiang,  ia menatap mukanya dan berkata: “Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu.” (14:68) Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: “Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.” Lalu ia pergi ke serambi muka (dan berkokoklah ayam). (14:69) Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, berkatalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ: “Orang ini adalah salah seorang dari mereka.” (14:70) Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus: “Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!” (14:71) Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: “Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!” (14:72) Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Lalu menangislah ia tersedu-sedu. (Injil Markus 14:66–72)

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Meskipun teks ini berasal dari tradisi Kristen, ia sangat kaya untuk dibaca secara spiritual dan mistis, bahkan dalam kerangka mistisisme Islam, terutama melalui lensa taubat, kehinaan ego, dan perjalanan maknawi menuju hakikat kebenaran. Berikut adalah tafsir simbolik-mistikal atas ayat tersebut dalam kerangka tasawuf dan mistisisme Islam universal:

🌑 1. Petrus sebagai Cermin Jiwa Manusia (Nafs)

Dalam tasawuf, setiap tokoh dalam kisah dapat dibaca sebagai simbol dari aspek batin manusia. Dalam konteks ini, Petrus melambangkan jiwa manusia (nafs) yang masih dalam fase ego rendah (nafs al-ammārah) — belum stabil dalam keimanannya karena takut, ragu, dan penuh keterikatan duniawi.

Penyangkalan Petrus bukan sekadar kelemahan moral, tapi cermin dari semua jiwa yang belum teguh dalam menghadapi kebenaran batin, terutama ketika diuji oleh rasa takut, tekanan sosial, dan ketidaksiapan eksistensial.

🐓 2. Ayam yang Berkokok: Panggilan Ilahi untuk Kesadaran

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Dalam banyak tradisi spiritual, suara alam (seperti ayam berkokok) dipandang sebagai panggilan simbolik untuk membangunkan kesadaran.

Ayam berkokok dalam kisah ini melambangkan “seruan dari langit” — yaitu cahaya kesadaran ilahi yang membangunkan hati yang tertidur. Ayam berkokok dua kali menunjukkan proses bertahap dalam kesadaran ruhani:

Yang pertama: tanda awal dari keterkejutan batin.
Yang kedua: penyadaran penuh yang mengguncang—hingga Petrus menangis.

Dalam istilah sufi: ini adalah ash-shahw ba‘da al-ghaflah — “kesadaran setelah kelalaian”.

💔 3. Penyangkalan Tiga Kali: Simbol Tiga Tirai Hijab

Tiga kali Petrus menyangkal bisa dibaca sebagai tiga hijab (ḥijab) atau tabir yang menutupi hati dari Tuhan:

1. Hijab syahwat (keinginan dunia)
2. Hijab khauf (ketakutan akan kehilangan atau ancaman)
3. Hijab nafsu ego (keakuan dan rasa aman palsu)

Penyangkalan adalah bentuk pengkhianatan terhadap Nur Ilahi dalam dirinya. Tapi itu bukan akhir—justru menjadi permulaan dari taubat sejati.

😭 4. Tangisan Petrus: Awal Taubat dan Fana’

Ketika Petrus menangis tersedu-sedu setelah menyadari pengkhianatannya, itu dapat dipandang sebagai tahapan fana’ (lenyapnya ego dalam rasa bersalah dan rindu pada kebenaran).

Dalam sufi, tangisan bukan kelemahan, tapi tanda bahwa hati telah disentuh cahaya Tuhan, dan ego mulai retak.

Tangis ini bukan sekadar penyesalan, tapi kebangkitan batin. Ia telah “mati” dari dirinya yang lama.

🔥 5. Hubungannya dengan Mistisisme Islam: Sebuah Mi’raj Jiwa

Kisah Petrus bisa ditafsirkan sebagai prototipe perjalanan ruhani ala tasawuf:

1.    Tahap Mistis : Ghaflah (kelalaian) > Peristiwa: Petrus menyangkal Yesus
2.    Tanaẓẓul (penurunan spiritual) > Ia terjatuh ke titik rendah egonya
3.    Tazakkur (ingatan spiritual)   > Ia teringat sabda Yesus
4.    Shahw (kesadaran) > Ayam berkokok, dan hati Petrus terbuka
5.    Nadama (penyesalan) > Ia menangis tersedu-sedu
6.    Tawbah (taubat sejati) > Ia kembali pada kebenaran dengan jiwa yang hancur ego

🌌 Kesimpulan Mistikal

Petrus adalah kita. Ayam yang berkokok adalah suara Allah dalam hati. Tangisan itu adalah kunci mi’raj batin.

Kisah ini menunjukkan bahwa bahkan pengkhianatan terhadap cahaya pun bisa menjadi gerbang menuju pencerahan, asalkan diikuti kesadaran, tangisan, dan taubat.

Dalam Al-Qur’an, hal ini sejalan dengan ayat:

“Dan orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri mereka sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa mereka…” (QS. Ali Imran [3]: 135)

Pada menit 120:27, Rodriguez diam-diam menerima pengakuan dosa dari Kichijiro yang taqiyah demi menyelamatkan diri dari hukuman mati. Rodirguez merintih “Tuhan, aku berperang melawan keheninganMu. Jika Engkau diam sepanjang hidupku, untuk hari ini saja, segala sesuatu yang aku akui, semua yang aku lakukan. Dalam keheninganMu, kudengar suaraMu.”

Ia mendengar Tuhan berbisik, “Aku menderita di sampingmu. Aku tidak pernah diam.”

Iman Kichijiro menunjukkan bahwa hati orang Jepang bukanlah rawa (swamp) tapi berakar di tanah yang baik. Pengakuan dosa kichijiro juga menjadi bukti bahwa Tuhan tidak diam. (Adit)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement