Opinion
Beranda » Berita » Sebuah Renungan tentang Kesombongan dan Amanah: Nasib Pegawai Yang Sombong

Sebuah Renungan tentang Kesombongan dan Amanah: Nasib Pegawai Yang Sombong

Pegawai
Pegawai

Nasib P3K yang Sombong: Sebuah Renungan tentang Kesombongan dan Amanah.

 

Dalam dunia kerja, jabatan adalah amanah. Ia bukan sekadar titel yang dibanggakan atau dipamerkan. Apalagi jika jabatan itu diperoleh setelah perjuangan panjang dan kesempatan langka seperti halnya pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun sayangnya, tak semua orang mampu memegang jabatan dengan sikap rendah hati. Ada yang justru berubah setelah mendapatkan status P3K. Ia menjadi tinggi hati, memandang remeh orang lain, bahkan lupa bahwa dulu ia juga pernah berada di bawah.

Kisah ini adalah tentang seorang P3K—yang dulu dikenal ramah dan sederhana, tapi setelah diangkat menjadi tenaga P3K, sikapnya berubah drastis. Senyumnya mulai jarang terlihat. Sapaannya menghilang. Ketika lewat di depan rekan-rekan honorer atau pegawai tidak tetap, ia seolah tak melihat. Kepalanya menengadah tinggi, seakan status P3K membuatnya lebih mulia dari yang lain.

Dulu Bersama, Kini Berbeda

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Orang-orang yang pernah berjuang bersamanya merasa kecewa. Dulu mereka makan bersama, bercanda bersama, bahkan saling bantu saat beban kerja menumpuk. Tapi kini, ia tak lagi mau diajak berbicara, apalagi duduk bersama. Ia lebih memilih bergaul dengan orang-orang yang dianggapnya “setara jabatan”. Padahal, di balik semua itu, tak ada yang abadi. Status P3K hanya kontrak. Bukan pegawai tetap. Masa kerja pun terbatas.

Sikap sombongnya bukan hanya membuat jarak dengan rekan-rekannya, tapi juga menciptakan suasana kerja yang dingin. Tidak ada lagi kekompakan. Bahkan, beberapa junior yang dulu mengaguminya mulai merasa asing dan kecewa. Kesombongan telah merenggut sesuatu yang lebih berharga daripada status—yakni kepercayaan dan rasa hormat.

Lupa Diri, Lupa Proses

P3K yang sombong sering kali lupa bagaimana ia memulai. Lupa pada masa-masa penuh harap saat menunggu pengumuman kelulusan. Lupa bagaimana rasanya jadi honorer bertahun-tahun dengan gaji tak seberapa. Lupa pada orang-orang yang dulu mendoakan dan mendukungnya. Ia seperti orang yang baru naik tangga satu-dua anak, lalu menganggap dirinya sudah sampai di puncak.

Padahal, jabatan atau status apapun adalah ujian. Allah berfirman:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

> “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS. Luqman: 18)

Ayat ini mengingatkan bahwa kesombongan adalah sifat yang sangat dibenci Allah. Orang sombong bukan hanya akan dijauhi manusia, tapi juga dijauhkan dari rahmat-Nya.

Akhir dari Kesombongan

Waktu terus berjalan. Tugas demi tugas datang. Evaluasi kinerja menjadi penentu nasib para P3K. Dan ketika hasil penilaian diumumkan, siapa sangka? P3K yang sombong itu mendapatkan hasil terburuk. Banyak laporan negatif tentang sikapnya yang kurang kooperatif, tidak bisa bekerja sama dalam tim, dan tidak memberikan kontribusi nyata dalam tugas. Beberapa rekan bahkan dengan berat hati mencantumkan penilaian jujur dalam form evaluasi.

Nasibnya mulai goyah. Kontrak yang tadinya diperpanjang secara otomatis, kini menjadi bahan pertimbangan ulang. Ia mulai merasa cemas. Dan di tengah kegelisahan itu, barulah ia sadar—ternyata status tidak membuat seseorang besar. Yang membuat besar adalah akhlak, sikap, dan cara kita memperlakukan orang lain.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Rendah Hati Adalah Kemuliaan

Kisah ini seharusnya menjadi pelajaran bagi siapa saja, tak hanya P3K. Bahwa ketika kita naik, jangan pernah lupa bahwa yang membuat kita naik adalah Allah, bukan kehebatan diri sendiri. Jabatan hanyalah titipan. Jika digunakan dengan sombong, maka jabatan itu bisa diambil kembali, dan bahkan menjadi sebab kehinaan.

Sebaliknya, jika disikapi dengan rendah hati, status P3K bisa menjadi ladang amal dan keberkahan. Ia bisa menjadi sarana untuk membantu yang belum beruntung, menjadi motivator, penggerak perubahan, dan contoh teladan. P3K yang rendah hati justru lebih dihormati daripada yang sombong.

Penutup:

Kesombongan tidak pernah membawa kebaikan. Bahkan iblis diusir dari surga karena sombong. Maka siapa kita, hingga berani menyombongkan diri hanya karena status P3K?

Ingatlah selalu, bahwa:

> “Barang siapa yang merendahkan hati karena Allah, maka Allah akan meninggikannya. Dan barang siapa yang menyombongkan diri, maka Allah akan merendahkannya.”
(HR. Muslim)

Mari jadikan setiap pencapaian sebagai alasan untuk lebih bersyukur, bukan lebih sombong. Jadikan status sebagai ladang kebaikan, bukan alat kesombongan. Karena pada akhirnya, yang dinilai bukan jabatan kita, tapi amal dan akhlak kita. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement