SURAU.CO. Seni dalam Islam bukan cuma soal bentuk, tapi juga soal arah dan makna. Apakah setiap karya seni—dari Timur Tengah hingga Nusantara—punya potensi menuntun pada spiritualitas Islam? Pertanyaan ini ini menjadi gerbang utama Anda memahami seni dalam Islam yang terangkum dalam Buku Filsafat Seni Islam. Dengan penjelasan ringan buku karangan Fahrudin Faiz ini menjawab pertanyaan berat dengan bahasa yang gampang dicerna.
Buku Filsafat Seni Islam menawarkan perspektif yang berbeda. Fahruddin Faiz mengajak kita melihat sisi keindahan (jamaliyah). Islam ternyata punya apresiasi yang mendalam pada seni. Seni bukan sekadar hiasan instrumental. Ia memiliki landasan ajaran yang kukuh. Bukankah Tuhan sendiri Maha Indah dan menyukai keindahan?
Islam, sebagai agama, jarang sekali dikaitkan dengan seni dan lebih banyak dikaitkan dengan hukum (syariah). Hal demikian membuat citra Islam tampak begitu maskulin karena tekanan sisi “jalaliyah”. Maka, perlu sekali kita menampilkan sisi “jamaliyah” Islam, dengan menampilkan unsur apresiasinya kepada unsur-unsur keindahan, yang selama ini kurang mendapatkan tempat dalam pembahasan tentang ajaran agama ini.
Al-Qur’an Sebagai Puncak Karya Seni Ilahi
Buku ini merangkum pemikiran empat filosuf besar. Keempatnya adalah Ismail Raji al-Faruqi dan Seyyed Hossein Nasr. Ada juga Muhammad Iqbal dan Hazrat Inayat Khan. Mereka semua membahas keindahan dalam Islam.Ismail Raji al-Faruqi memandang Al-Qur’an sebagai karya seni Ilahi. Al-Qur’an bukan hanya berisi hukum. Ia memiliki estetika yang luar biasa. Estetika ini bukan tentang gambar visual namun tentang ritme, pola, dan susunan suara. Getarannya langsung menembus batin kita.
Kekuatan ini disebut “sublimitas sastrawi”. Sebuah kemuliaan bahasa yang tak tertandingi. Kita tidak perlu paham bahasa Arab. Namun, jiwa kita tetap bereaksi. Ini adalah reaksi alami terhadap keindahan spiritual. Suara Al-Qur’an menjadi seni yang menggerakkan jiwa.
Keunggulan Buku Filsafat Seni Islam
Buku karya Fahruddin Faiz ini memiliki banyak hal baru. Pertama membuka perspektif baru dengan memperkenalkan konsep “seni tauhid”. Seni menjadi sarana mendekatkan diri pada Tuhan. Ia bukan hanya indah secara visual. Kemudian, kedua, dengan bahasa yang ringan dan akrab buku menyajikan filosofi dengan renyah dan humoris. Topik yang berat terasa lebih menyenangkan. Ketiga, buku ini mendorong kreativitas otentik yaitu seni Islam inovatif. Seni harus menghindari peniruan (imitasi) buta dan mengajak seniman berkarya dengan jiwa
Terakhir buku Filsafat Seni Islam ini membahas gagasan dari banyak tokoh. Mulai dari sufi, filsafat, hingga kritikus seni modern. Pembaca akan menemukan banyak inspirasi. Dalam komentarnya beberapa seniman merasakan manfaat buku ini. Penulis populer Pidi Baiq menyebut buku ini pencerahan batin. “Seni rupa sebagai sarana pencerahan batin yang berpijak pada tauhid,” ujarnya. Sedangkan musisi Panji Sakti juga memberikan pujian. “Saat menjadi kendaraan bagi kebenaran, keindahan seni tak akan habisnya!” katanya. Bagi aktris Rachel Amanda, buku ini membuatnya percaya. “Seni bisa menjadi alat yang membuat kedekatan dengan kebaikan.”
Mengisi Kekosongan
Tidak salah kalau Filsafat Seni Islam mengisi kekosongan penting tentang informasi seni dan Islam. Ini mematahkan citra kaku tentang Islam dan menunjukkan keindahan sebagai inti ajaran agama. Gaya bahasanya yang ringan membuat buku ini mudah dipahami. Akhir kata buku ini direkomendasikan bagi para pegiat seni, pelajar, dan siapa pun yang ingin memahami Islam dari sisi yang lebih teduh. (ENHA)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
