Babak baru sejarah ketegangan Amerika Serikat dan Iran setelah serangan militer ke fasilitas nukril Iran hari ini. Target utamanya adalah beberapa fasilitas nuklir strategis milik Iran. Gedung Putih mengonfirmasi operasi ini beberapa jam yang lalu. Serangan ini menjadi puncak dari eskalasi dramatis selama berbulan-bulan. Namun, akar dari konflik ini jauh lebih dalam. Ini adalah kulminasi dari lebih dari 70 tahun sejarah yang penuh intervensi, ketidakpercayaan, dan permusuhan terbuka antara kedua negara. Untuk memahami mengapa jet tempur AS menyerang Iran hari ini, kita harus kembali ke masa lalu.
Akar Konflik: Kudeta 1953 dan Revolusi 1979
Hubungan AS-Iran tidak selalu bermusuhan. Namun, titik balik pertama terjadi pada tahun 1953. Saat itu, CIA bersama intelijen Inggris merekayasa sebuah kudeta. Mereka berhasil menggulingkan Perdana Menteri Iran yang terpilih secara demokratis, Mohammad Mossadegh. Akibatnya, Shah Mohammad Reza Pahlavi kembali berkuasa mutlak. Tindakan ini menanamkan benih anti-Amerika yang mendalam di kalangan masyarakat Iran.
Selama 25 tahun berikutnya, Shah menjadi sekutu terdekat AS di Timur Tengah. Ia memodernisasi Iran tetapi memerintah dengan tangan besi. Ketidakpuasan rakyat akhirnya meledak. Pada tahun 1979, Revolusi Islam menggulingkan Shah. Ayatollah Ruhollah Khomeini kembali dari pengasingan dan mendirikan Republik Islam Iran.
Revolusi ini mengubah segalanya. Sentimen anti-Amerika mencapai puncaknya. Mahasiswa radikal menyerbu Kedutaan Besar AS di Teheran. Mereka menyandera 52 warga Amerika selama 444 hari. Sejak saat itu, Washington secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran.
Program Nuklir dan Poros Setan
Memasuki abad ke-21, fokus ketegangan Amerika Serikat dan Iran bergeser. Program nuklir Iran menjadi perhatian utama dunia. Pada tahun 2002, dunia mengetahui keberadaan fasilitas pengayaan uranium rahasia di Natanz dan Arak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir.
Presiden AS saat itu, George W. Bush, memperburuk situasi. Ia melabeli Iran sebagai bagian dari “poros setan” bersama Irak dan Korea Utara. Retorika ini semakin memperdalam jurang ketidakpercayaan antara kedua negara. Selanjutnya, PBB dan negara-negara Barat menjatuhkan sanksi ekonomi yang berat terhadap Iran.
Harapan Singkat JCPOA dan Penarikan Diri AS
Pada tahun 2015, sebuah terobosan diplomatik terjadi. Iran, AS, dan kekuatan dunia lainnya menandatangani Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Melalui kesepakatan ini, Iran setuju untuk secara signifikan membatasi program nuklirnya. Sebagai imbalannya, komunitas internasional mencabut sanksi ekonomi yang melumpuhkan. Banyak pihak melihat ini sebagai secercah harapan.
Namun, harapan itu tidak bertahan lama. Pada Mei 2018, Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS dari JCPOA. Ia menyebutnya “kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan.” Pemerintahannya kemudian menerapkan kembali sanksi dengan kebijakan “tekanan maksimum”.
Langkah ini terbukti menjadi titik balik yang fatal. Merasa dikhianati, Iran secara bertahap mulai melanggar batasan-batasan dalam perjanjian JCPOA. Mereka kembali meningkatkan pengayaan uranium ke level yang semakin mendekati tingkat senjata.
Eskalasi Menuju Serangan Hari Ini
Beberapa tahun terakhir menjadi saksi eskalasi yang tak terhindarkan. Serangkaian serangan terhadap kapal tanker minyak di Teluk Persia terjadi. Drone AS ditembak jatuh oleh Iran. Kemudian, pada Januari 2020, AS membunuh Jenderal Qasem Soleimani, komandan paling kuat di Iran, dalam sebuah serangan drone di Baghdad.
Tindakan-tindakan ini terus mendorong kedua belah pihak ke tepi jurang perang. Laporan intelijen terbaru mengindikasikan bahwa Iran hanya beberapa langkah lagi untuk mampu memproduksi bahan fisil untuk bom nuklir.
Pemerintahan AS saat ini menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Seorang pejabat senior Gedung Putih menyatakan, “Kami telah menggunakan semua opsi diplomatik. Serangan ini adalah tindakan defensif yang perlu untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir dan menjaga stabilitas regional.”
Serangan presisi yang terjadi hari ini menargetkan fasilitas pengayaan di Natanz dan Fordow. Laporan awal menunjukkan kerusakan signifikan. Dunia kini menahan napas. Reaksi Iran diperkirakan akan sangat keras. Serangan ini bukan peristiwa tunggal, melainkan babak terbaru dari sebuah saga panjang yang penuh dengan keputusan historis dan permusuhan yang mendarah daging. Masa depan Timur Tengah kini berada dalam ketidakpastian yang lebih besar dari sebelumnya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
