SURAU.CO – Di balik keteguhan dakwah Nabi Ibrahim AS sebagai Bapak para Nabi, berdiri dua perempuan luar biasa yang menjadi pilar kekuatannya: Sarah dan Siti Hajar. Mereka bukanlah sekadar istri, melainkan teladan agung dalam sejarah peradaban Islam. Lebih dari itu, kisah keduanya menggaungkan pelajaran abadi tentang kesabaran, keimanan, dan pengorbanan total. Oleh karena itu, dengan memahami perjalanan hidup mereka, kita dapat memetik hikmah yang mendalam tentang kekuatan iman kepada Allah.
Bagian I: Sarah, Cerminan Kesetiaan dan Kemuliaan
Sarah merupakan istri pertama Nabi Ibrahim, yang juga memiliki hubungan kekerabatan sebagai sepupunya. Allah SWT menganugerahinya paras yang sangat rupawan. Namun, keindahan fisiknya hanyalah pelengkap dari kemuliaan hatinya. Orang-orang pada masanya mengenal Sarah sebagai perempuan cerdas dengan akhlak yang luhur. Sebagai bukti cintanya, ia bahkan menyerahkan seluruh harta dan kekayaannya untuk mendukung penuh jalan dakwah suaminya.
Menghadapi Ujian Berat di Negeri Mesir
Kesetiaan Sarah benar-benar teruji ketika ia ikut bersama Nabi Ibrahim untuk hijrah ke Mesir. Mereka mengambil keputusan berat ini karena masyarakat Babilonia menolak keras ajaran tauhid. Sesampainya di sana, mereka harus berhadapan dengan seorang raja zalim yang terkenal dengan kebiasaannya merebut istri orang lain yang ia anggap cantik.
Tak butuh waktu lama, kabar mengenai kecantikan Sarah sampai juga ke telinga raja. Akibatnya, para pengawal istana segera memanggil paksa Nabi Ibrahim dan Sarah untuk menghadap. Menyadari bahaya yang mengancam, Nabi Ibrahim pun meminta Sarah untuk mengaku sebagai saudarinya. Siasat ini ia lakukan semata-mata untuk melindungi kehormatan mereka berdua.
Kekuatan Doa sebagai Perisai Diri
Meskipun berada dalam situasi yang genting, Sarah tidak menunjukkan ketakutan. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya dan memanjatkan doa dengan penuh keyakinan.
“Ya Allah, sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!”
Allah SWT pun seketika mengabulkan doanya. Sebuah keajaiban terjadi. Setiap kali raja zalim itu mencoba mendekatinya, tubuhnya seketika menjadi kaku dan sulit bernapas. Setelah kejadian itu berulang beberapa kali, sang raja menjadi sangat ketakutan. Ia sadar bahwa Sarah bukanlah perempuan biasa. Pada akhirnya, karena rasa takutnya, ia melepaskan Sarah. Bahkan, ia juga menghadiahkan seorang budak bernama Hajar sebagai tanda permintaan maafnya.
Penantian Panjang yang Berakhir Indah
Selama puluhan tahun, Sarah dan Nabi Ibrahim dengan sabar menantikan karunia seorang anak. Di tengah penantian itu, sekelompok tamu datang mengunjungi kediaman mereka. Nabi Ibrahim pun segera menyambut dan menjamu mereka dengan sangat baik.
Ternyata, para tamu tersebut adalah malaikat utusan Allah. Mereka datang secara khusus untuk menyampaikan sebuah kabar gembira. Allah mengabarkan bahwa Sarah akan segera mengandung, meskipun usianya telah sangat senja. Mendengar berita itu, Sarah merasa sangat terkejut sekaligus bersyukur. Tak lama kemudian, ia melahirkan seorang putra bernama Ishaq, yang kelak juga menjadi seorang nabi utusan Allah.
Bagian II: Siti Hajar, Simbol Ikhtiar dan Tawakal
Siti Hajar merupakan istri kedua Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menikahinya atas usul dan kerelaan Sarah yang sangat tulus. Harapan Sarah saat itu adalah agar suaminya dapat segera memiliki keturunan melalui Hajar. Dari pernikahan inilah kemudian lahir Nabi Ismail, yang kehadirannya membawa sukacita besar.
Perjalanan Iman ke Lembah Gersang
Setelah kelahiran Ismail, Allah SWT memberikan sebuah perintah yang sangat berat kepada Nabi Ibrahim. Allah memintanya untuk membawa Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ke sebuah lembah yang jauh, tandus, dan tidak berpenghuni. Lembah yang dimaksud adalah Bakkah, yang sekarang kita kenal sebagai Kota Makkah.
Dengan ketaatan penuh, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut. Ia pun meninggalkan istri dan anaknya di sana hanya dengan bekal beberapa butir kurma dan sekantong air. Siti Hajar sempat bertanya dengan cemas.
“Wahai Ibrahim, hendak ke mana engkau pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu pun ini?”
Nabi Ibrahim hanya menjawab singkat, “Ini adalah perintah Allah.” Mendengar jawaban tegas itu, hati Siti Hajar seketika menjadi tenang. Dengan tawakal penuh, ia berkata, “Jika demikian, Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Ikhtiar Seorang Ibu yang Mengukir Sejarah
Waktu berjalan dan bekal mereka pun habis. Ismail kecil mulai menangis karena kehausan. Melihat hal itu, Siti Hajar segera berikhtiar mencari air. Dengan sigap, ia berlari bolak-balik dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Ia terus bergerak, berharap menemukan setetes air untuk putranya.
Di puncak kelelahannya, ketika harapan seolah sirna, pertolongan Allah pun datang. Melalui perantaraan Malaikat Jibril, Allah memancarkan air dari tanah yang kering, tepat di dekat kaki kecil Ismail. Mata air inilah yang kemudian dikenal sebagai sumur Zamzam. Dengan demikian, umat Islam di seluruh dunia mengabadikan perjuangan Siti Hajar ini melalui ibadah Sa’i sebagai pengingat abadi bahwa setiap usaha yang diiringi keyakinan akan selalu berbuah keajaiban.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
