Kisah David, Anak dari Keluarga Miskin yang Tak Menyerah pada Nasib.
Di sebuah desa kecil yang sunyi di pinggiran negeri, hiduplah seorang anak laki-laki bernama David. Ia lahir dari keluarga miskin yang tinggal di rumah kayu reyot, berdinding anyaman bambu dan beratap seng karatan. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani, sedangkan ibunya menjual kue keliling untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meskipun hidup dalam kesederhanaan yang nyaris menyerupai kemiskinan ekstrem, David tumbuh menjadi anak yang penuh semangat dan tidak mudah mengeluh.
Masa Kecil yang Penuh Kekurangan
Sejak kecil, David sudah terbiasa berjalan kaki sejauh 5 kilometer setiap hari hanya untuk bisa sampai ke sekolah. Ia tidak punya sepatu layak, bahkan sering kali harus ke sekolah tanpa alas kaki. Seragamnya telah lusuh, dan tas yang dibawanya hanyalah kantong plastik bekas. Namun tak sedikit pun terlihat rasa malu dari wajahnya. Ia selalu datang paling awal ke sekolah dan duduk di barisan depan dengan mata yang berbinar karena ingin belajar.
“Bu Guru, suatu saat saya ingin jadi orang sukses, supaya bisa bantu Ibu dan Bapak,” katanya suatu hari saat diminta menulis cita-cita.
Kegigihan yang Tak Terbendung
David sadar bahwa satu-satunya cara keluar dari lingkaran kemiskinan adalah lewat pendidikan. Ia belajar dengan tekun, bahkan saat lampu minyak satu-satunya padam karena hujan deras, David tetap membaca buku di bawah cahaya lilin. Ia menolak menyerah pada keadaan. Ketika teman-temannya bermain, David memilih membantu ibunya membuat dan menjual kue ke kampung sebelah.
Meski nilainya selalu tinggi, tak jarang ia diejek karena penampilannya yang sederhana. Tapi David hanya tersenyum. Ia tak membalas ejekan, melainkan membalasnya dengan prestasi.
Cobaan Tak Henti-Henti
Pada usia 13 tahun, David harus kehilangan ayahnya karena sakit. Hidup menjadi makin sulit. Sang ibu nyaris putus asa, tapi David justru semakin kuat. Ia mulai bekerja sepulang sekolah sebagai pengangkut barang di pasar untuk membantu ibunya. Kadang ia tidak sempat makan siang, tapi ia tetap datang ke sekolah dengan senyuman.
Gurunya mulai menyadari ketekunan dan keistimewaan David. Mereka membantunya mencari beasiswa agar ia bisa terus melanjutkan pendidikan. David diterima di sekolah menengah terbaik di kota dengan beasiswa penuh. Di sana, meski dikelilingi anak-anak orang kaya, ia tetap rendah hati dan tak lupa diri.
Titik Balik: Kuliah dan Kesuksesan
Perjuangan David berlanjut hingga ke perguruan tinggi. Ia diterima di universitas negeri ternama lewat jalur prestasi. Lagi-lagi ia mendapatkan beasiswa penuh, bahkan sempat bekerja paruh waktu sebagai penulis artikel dan penjaga perpustakaan kampus. Ia lulus dengan predikat cum laude dari jurusan Teknik Informatika.
Setelah lulus, David bekerja di sebuah perusahaan teknologi besar. Dalam beberapa tahun, ia naik jabatan dan berhasil mengumpulkan modal untuk mendirikan perusahaan start-up miliknya sendiri. Perusahaan itu berkembang pesat karena David selalu mengedepankan nilai kejujuran, kerja keras, dan empati—nilai yang ia pelajari dari masa kecilnya yang keras.
Kembali ke Desa
Daavid tidak melupakan kampung halamannya. Setelah sukses, ia kembali ke desanya. Ia membangun perpustakaan, memberikan beasiswa bagi anak-anak kurang mampu, dan mendirikan pusat pelatihan komputer gratis bagi pemuda desa. Rumah kayu tempat ia dibesarkan pun tidak ia bongkar, sebagai pengingat akan titik awal kehidupannya.
“Kemiskinan bukan alasan untuk menyerah. Ia adalah alasan untuk terus berjuang,” kata Davvid saat memberi motivasi di hadapan ratusan siswa sekolah dasar yang dulu pernah ia ta
Pesan dari Kisah David:
Kisah Daavid adalah gambaran nyata bahwa keadaan bukanlah penentu akhir hidup seseorang. Ketekunan, keyakinan, dan semangat pantang menyerah bisa membawa siapa pun meraih mimpi. Tidak penting dari mana seseorang berasal, yang penting adalah bagaimana ia melangkah dan terus bergerak maju meski badai menghadang. Keterangan Foto (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
