Langkah Baru Sang Muallaf: Cahaya Islam di Ujung Jalan yang Sunyi.
Di bawah langit yang mendung, di beranda rumah kayu yang sederhana, berdirilah seorang pemuda dengan pakaian merah dan celana lusuh. Di pelukannya tergenggam dua benda yang tak ternilai harganya—sekarung beras dan sebungkus plastik hitam, kemungkinan besar berisi sembako. Namun sesungguhnya, bukan itu yang menjadi harta paling berharga dalam hidupnya hari ini. Yang paling bernilai adalah keyakinan baru yang ia peluk: Islam.
Ia adalah seorang muallaf
Meninggalkan agama lama, dunia lama, dan cara pandang lama bukanlah keputusan mudah. Bagi sebagian orang, mungkin ini seperti berpindah rumah. Tapi bagi muallaf, ini ibarat berpindah dunia. Dunia yang dulu terang, kini terasa gelap, dan yang dulu gelap, kini menjadi cahaya.
Pemuda dalam gambar ini mungkin tidak berkata banyak, tapi wajahnya menggambarkan keteguhan. Tatapan matanya lurus, ekspresinya tenang namun penuh arti. Ia tidak hanya menerima bantuan sembako, tetapi lebih dari itu—ia sedang menerima pelukan kasih dari umat Islam, menerima tempat baru di hati ummat yang bersaudara dalam akidah.
Jalan Berliku Seorang Muallaf
Tidak semua orang diberi hidayah untuk mengenal Islam. Dan bagi mereka yang mendapatkannya, jalan yang harus mereka tempuh bukan selalu mulus. Muallaf seperti pemuda ini seringkali menghadapi berbagai rintangan:
1. Penolakan keluarga. Sebagian muallaf harus menanggung luka akibat dijauhi keluarga, bahkan diusir. Ketika akidah berbenturan dengan tradisi keluarga, maka pilihan menjadi sangat menyakitkan.
2. Kehilangan pekerjaan. Dalam beberapa kasus, ada yang kehilangan pekerjaan hanya karena berganti keyakinan. Lingkungan yang tidak ramah menjadikan muallaf berada dalam posisi rentan dan penuh risiko.
3. Keterasingan sosial. Ia mungkin dianggap “berbeda”, atau bahkan “berkhianat” oleh masyarakat sebelumnya. Dan ketika masuk ke lingkungan Muslim, belum tentu ia langsung merasa diterima, terutama jika tidak ada pembinaan dan pendampingan.
4. Minimnya pemahaman keislaman. Banyak muallaf masuk Islam tanpa pengetahuan agama yang cukup. Mereka hanya tahu satu kata: Laa ilaaha illallaah. Tapi belum paham bagaimana cara hidup sebagai seorang Muslim.
Peran Umat Islam: Menyambut, Merangkul, Membina
Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak hanya menyambut mereka yang lahir dari rahim ibu Muslimah, tapi juga menyambut siapa pun yang datang dengan hati yang ikhlas dan mengucap dua kalimat syahadat.
Tugas kita sebagai umat Islam adalah:
1. Menyambut dengan cinta, bukan curiga. Jangan pernah memandang muallaf dengan prasangka. Mereka adalah saudara baru kita. Kita harus menjadi pelindung, bukan penghakim.
2. Memberikan bantuan kebutuhan dasar. Seperti beras, makanan, pakaian, tempat tinggal, dan dukungan moral. Apa yang tampak di gambar ini adalah salah satu bentuk solidaritas nyata: memberi bantuan sembako.
3. Membimbing dan mengajarkan Islam secara bertahap. Jangan menuntut mereka langsung bisa shalat 5 waktu atau hafal doa-doa panjang. Berikan waktu. Ajak mereka ikut pengajian, kelas muallaf, dan kenalkan lingkungan Islami.
4. Menjadi teladan. Islam yang paling mudah diterima bukan dari buku, tapi dari akhlak umatnya. Jadilah Muslim yang ramah, jujur, dan santun, agar muallaf semakin yakin dengan pilihannya.
Harapan dan Doa untuk Para Muallaf
Kita semua pernah berada di titik awal. Kita semua pernah belajar mengucap “Allahu Akbar” dengan terbata. Maka mari kita doakan saudara-saudara muallaf kita, agar Allah mantapkan hati mereka, kuatkan langkah mereka, dan berikan mereka lingkungan terbaik untuk bertumbuh dalam iman.
“Ya Allah, berikanlah saudara kami yang baru masuk Islam ini kekuatan, hidayah, dan keberkahan. Jauhkan ia dari fitnah dunia, pererat persaudaraan kami, dan jadikan kami umat yang saling menguatkan. Aamiin.”
Penutup
Pemuda ini mewakili banyak muallaf lain yang mungkin tak dikenal namanya. Mereka tak selalu muncul di media, tapi mereka ada di sekitar kita—berjuang dalam senyap, bertahan dalam sunyi, dan berharap dalam doanya.
Mari kita buka hati untuk mereka. Sebab ketika mereka memeluk Islam, berarti mereka telah memilih kita sebagai saudara. Jangan biarkan mereka berjalan sendiri. Satu muallaf adalah satu amanah. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
