Beranda » Berita » Kebersamaan dalam Sajian: Membangun Persatuan Lewat Hidangan Tradisional

Kebersamaan dalam Sajian: Membangun Persatuan Lewat Hidangan Tradisional

Kebersamaan dalam Sajian: Membangun Persatuan Lewat Hidangan Tradisional.

 

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang kaya akan tradisi, kegiatan makan bersama bukan sekadar memenuhi kebutuhan jasmani. Lebih dari itu, ia menjadi lambang keharmonisan, simbol silaturahmi, dan momentum memperkuat rasa persatuan di tengah keberagaman. Seperti yang tergambar dalam foto yang diambil pada tanggal 16 Juni 2025 pukul 12.40 siang, tampak sejumlah tokoh masyarakat, baik dari kalangan aparatur pemerintahan maupun elemen ormas Islam, sedang mengantri santapan khas daerah dengan penuh keakraban dan rasa syukur.

Momen seperti ini mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam budaya kita: menjunjung tinggi kebersamaan, mengedepankan keramahan, dan mengikat tali persaudaraan di atas semangkuk nasi dan sambal yang sederhana. Mari kita gali makna terdalam dari momen ini.

1. Hidangan sebagai Simbol Keakraban

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ketika seseorang mengundang saudaranya untuk makan bersama, itu adalah bentuk dari kepedulian dan penerimaan. Dalam budaya Minangkabau, Aceh, Melayu, hingga Jawa, makan bersama menjadi sarana menjalin hubungan batin. Makanan bukan hanya pengisi perut, tetapi juga jembatan komunikasi dan kedekatan. Tak jarang, konflik mereda di atas meja makan, dan kesepahaman tumbuh setelah sepotong rendang atau serundeng dibagi.

Di dalam foto tersebut, tampak pria-pria dengan pakaian khas: putih bersih dengan lambang organisasi, seragam dinas coklat khas ASN, dan kopiah hitam yang menjadi identitas Islam Indonesia. Mereka bukan hanya sedang mengantri makanan, mereka sedang menunjukkan bahwa kebersamaan bisa dijalin melalui hal sederhana: makan bareng.

2. Tradisi Makan Bersama dalam Islam

Dalam Islam sendiri, kebiasaan makan bersama sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda:
Makanlah kalian bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberkahi.” (HR. Abu Dawud)

Sunnah ini mengajarkan bahwa makan berjamaah membawa berkah, bukan hanya dari sisi makanan yang menjadi cukup, tetapi juga dari ikatan sosial yang terbangun. Rasulullah ﷺ dan para sahabat terbiasa makan dari satu nampan besar, menunjukkan kerendahan hati, kesetaraan, dan kasih sayang.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Apa yang ditampilkan dalam foto di atas adalah pengamalan nyata dari sunnah tersebut. Dengan menggunakan piring sederhana, lauk khas daerah yang penuh rasa, serta keramahan yang tak dibuat-buat, para tokoh masyarakat memberikan teladan bahwa kebersamaan adalah kekuatan.

3. Makanan Lokal: Cita Rasa dan Identitas Budaya

Lihatlah sajian yang tersaji dalam mangkuk-mangkuk kaca: sambal goreng merah menyala, serundeng kelapa yang menggoda, dan potongan makanan khas yang mungkin berupa dendeng atau gulai khas daerah. Makanan ini bukan hanya menggugah selera, tetapi membawa cerita—tentang ladang yang ditanami dengan cinta, tentang ibu-ibu yang memasak dengan sepenuh hati, dan tentang leluhur yang mewariskan resep turun-temurun.

Hidangan lokal adalah identitas yang tak ternilai. Ketika kita menyajikan makanan tradisional, kita sedang merawat budaya. Ketika kita memakan rendang, kita sedang mengingat sejarah Minangkabau. Ketika kita menghidangkan gulai, kita sedang mengenang aroma dapur nenek kita. Maka dari itu, kegiatan seperti ini bukan hanya mengisi perut, tetapi juga menjaga warisan budaya.

4. Sinergi Pemerintah dan Tokoh Agama

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Salah satu hal paling penting yang bisa kita soroti dari gambar ini adalah kebersamaan antara aparat pemerintah dan tokoh masyarakat. Mereka tidak duduk terpisah, tidak makan dalam ruangan VIP tersendiri. Mereka mengantri, berdiri bersama, menyendok nasi dan lauk dengan tangan mereka sendiri.

Inilah bentuk ideal dari pelayanan masyarakat yang seharusnya: pemimpin yang hadir di tengah rakyat, merasakan apa yang dirasakan rakyat, dan menunjukkan kesederhanaan sebagai teladan.

Jika sinergi antara pemerintahan dan elemen masyarakat Islam seperti ini terus terjalin dalam bingkai kebersamaan dan keikhlasan, maka segala bentuk pembangunan—baik fisik maupun spiritual—akan jauh lebih mudah dan bermakna.

5. Makanan sebagai Dakwah

Mungkin terdengar sederhana, tapi makanan adalah salah satu alat dakwah yang paling kuat. Rasulullah ﷺ adalah sosok yang sangat memperhatikan makanan. Beliau makan dengan adab, berbagi dengan tetangga, dan menganjurkan untuk tidak menyia-nyiakan nikmat.

Momen makan bersama seperti ini bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan nilai-nilai Islam: mulai dari adab sebelum makan, doa sebelum dan sesudah makan, hingga makna berbagi kepada yang tidak mampu. Ketika tokoh agama dan pejabat daerah makan bersama rakyat, mereka sedang menyampaikan pesan penting: “Kami bersama kalian. Kami tidak lebih tinggi, dan kami ingin melayani, bukan dilayani.”

6. Persaudaraan dalam Suapan

Ada kehangatan dalam momen-momen seperti ini yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Senyuman kecil saat menyodorkan lauk kepada orang di sebelah. Saling menegur dengan canda ringan saat menyendok sambal. Hingga tawaran untuk berbagi lauk karena yang lain belum kebagian.

Suapan demi suapan bukan hanya mengisi perut, tapi mengisi hati dengan rasa aman, diterima, dan dihargai. Di sinilah letak kekuatan sosial yang sesungguhnya. Tanpa butuh protokol mewah atau rapat resmi, hanya dengan makan bersama, persaudaraan bisa tumbuh dengan tulus.

7. Melestarikan Tradisi, Menyemai Harapan

Dalam era modern, di mana orang semakin sibuk, makan pun sering dilakukan sendiri-sendiri, bahkan sambil menatap layar ponsel. Maka, kegiatan makan bersama seperti ini patut dilestarikan. Ia adalah warisan nenek moyang yang sarat makna. Ia adalah bentuk nyata dari gotong royong, musyawarah, dan kebersamaan yang menjadi ciri khas bangsa kita.

Dengan menghidupkan tradisi ini dalam berbagai kegiatan masyarakat—baik dalam peringatan hari besar Islam, acara syukuran, atau musyawarah kampung—kita sedang menyemai harapan bahwa generasi muda akan tumbuh dengan nilai-nilai sosial yang kuat.

8. Penutup: Makan Bersama, Hidup Bersama

Dari momen yang tertangkap dalam satu foto ini, kita belajar banyak. Tentang kebersamaan, tentang kerendahan hati, tentang kepemimpinan yang melayani, dan tentang bagaimana hal sederhana bisa berdampak luar biasa.

Makan bersama bukan hanya tradisi. Ia adalah cermin dari budaya luhur, manifestasi dari ajaran Islam, dan sarana untuk membangun kembali masyarakat yang penuh kasih, saling menghormati, dan kuat menghadapi tantangan zaman.

Maka mari kita jadikan setiap suapan sebagai doa, setiap sendokan sebagai sedekah, dan setiap piring yang dibersihkan sebagai tanda syukur kepada Allah yang telah memberikan rezeki dan kebersamaan. Sebab, di balik setiap nasi yang kita makan bersama, tersembunyi kekuatan untuk menyatukan hati, menyatukan langkah, dan membangun bangsa.  (Syafei Dodi/Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement